Indovoices.com- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengungkapkan isi surat yang dia berikan terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) ke pemerintah daerah, khususnya DKI Jakarta.
Surat itu bernomor 59/S/I/4/2020 yang ditandatanganinya pada 28 April 2020, sebagai tanggapan terhadap Surat Menteri Keuangan Nomor S-305/MK.07/2020 perihal penetapan dan penyaluran kurang bayar DBH Tahun Anggaran 2019 dalam rangka penanggulangan pandemi virus corona atau Covid-19.
“Silahkan dikutip keseluruhannya. Kemudian, penting untuk ditegaskan juga bahwa tidak relevan menggunakan pemeriksaan BPK untuk bayar DBH,” tegas dia saat telekonferensi.
Agung mengatakan dalam surat itu, alokasi DBH 2019 yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 129 Tahun 2018 tentang rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 menjadi dasar penyusunan anggaran daerah atau APBD. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 juga diatur sumber dan proporsi pembagian DBH.
“Oleh karena itu, penundaan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat (dalam hal ini Kementerian Keuangan) akan menyebabkan missmatchantara pendapatan dan belanja dalam APBD dalam jumlah yang signifikan,” kata dia dalam surat itu.
Adanya utang DBH di Laporan Keuangan Pemerintah Pusal (LKPP) selama ini, menurutnya, secara tidak Iangsung merupakan pernyataan bahwa Pemerintah Pusat menggunakan DBH sebagai sumber pembiayaan spontan untuk kepentingan Pemerinlah Pusat.
“Meskipun, kebijakan tersebut berdasarkan ketentuan ayat (5) Pasal 11 Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2019 terkait prioritas penyelesaian kurang bayar DBH sampai dengan Tahun Anggaran 2018,” ungkap Agung.
Apalagi, dia menekankan, jika alasan tidak bisa terpenuhi kewajiban itu karena adanya Covid-19, maka yang seharusnya terdampak adalah APBN 2020 karena Covid baru terjadi, khususnya di Indonesia pada 2020, bukan 2019. Oleh karena itu, dia menilai, alokasi DBH 2019 seharusnya disalurkan dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggara (DIPA) untuk tahun anggaran yang sama.
Di samping itu, kata dia, BPK tidak pernah secara spesifik melakukan pemeriksaan yang secara khusus dibuat untuk pemeriksaan Penerimaan Negara. BPK hanya memasukkan pengujian atas penerimaan negara sebagai bagian dari pemeriksaan atas LKPP. Dengan demikian, prosedur yang diIakukan adalah dengan melakukan uji petik untuk menguji kewajaran dari nilai penyajian Penerimaan Negara.
“Dalam catatan kami, selama 10 tahun terakhir BPK tidak pernah melakukan koreksi atas pendapatan negara dalam APBN, karena Pendapatan Negara dalam APBN menggunakan basis kas sehingga jumlah uang masuk selalu mudah diukur dengan tepat,” papar dia.(msn)