Indovoices.com –Polisi menangkap HS alias Sian-sian, tersangka pelaku investasi bodong bernama Lucky Star Group.
“Tersangka berinisial HS, di mana yang bersangkutan melakukan atau manfaatkan trading forex dengan nama Lucky Star Group,” kata Kapolres Jakarta Barat Kombes Ady Wibowo di Mapolres Jakarta Barat, Selasa (8/6/2021).
HS adalah otak dari investasi bodong ini. Ia dijadikan tersangka pada kali kedua ia dipanggil oleh aparat dari Satreskrim Polres Jakarta Barat.
Usai dijadikan tersangka, HS ditahan di Mapolres Jakarta Barat.
HS disangkakan pasal 378 KUHP dan 372 KUHP tentang perkara penipuan atau penggelapan dengan maksimal hukuman empat tahun penjara.
Berikut sejumlah fakta dari kasus tersebut.
Terdata di Kemenkumham, Tak Miliki Izin OJK
Ady menyatakan, kasus ini pertama kali dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Juni 2020.
“Kemudian dilimpahkan ke Polres Metro Jakbar dan kita lakukan penyelidikan terkait dengan permasalahan ini,” kata Ady.
Dikatakan Ady, Lucky Star sebenarnya terdaftar sebagai badan usaha di Kementerian Hukum dan HAM. Namun, perusahaan tak memiliki izin untuk melakukan investasi forex dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Untuk melakukan trading forex, saham itu harus punya izin tersendiri, baik itu perusahaan maupun perorangan. Setiap perorangan yang bisa melakukan trading atau forex harus punya izin OJK atau BAPPETI. Tapi dia (Lucky Star) menginvestasikan ke trading forex tidak punya izin apa-apa,” kata Kanit Krimsus Polres Jakarta Barat AKP Fahmi Fiandri dalam kesempatan yang sama.
Lucky Star sendiri, kata Fahmi, telah dinyatakan ilegal oleh OJK sejak tahun 2020.
Tebar Janji Bunga Tinggi Hingga Hadiah Mobil
Kepada para korban, HS mengiming-imingi keuntungan sebesar empat sampai enam persen setiap bulannya.
“Ini yang jadi penyemangat calon-calon korban, pada saat dia memasukkan angka Rp 25 juta dia langsung mendapat keuntungan. Secara emosi atau ketertarikan dia tambah lagi, top up istilahnya, begitu seterusnya,” ungkap Ady.
HS juga mengiming-imingi hadiah berupa ponsel jenis iPhone X Max hingga paket liburan bagi para korbannya.
Para investor diminta untuk menanamkan dana dengan besaran tertentu, kemudian hadiah tersebut akan diberikan perusahaan secara cuma-cuma.
“Ada promo-promo disampaikan seperti handphone, mobil mewah, liburan, itu semua bohong,” kata Ady.
“Yang bersangkutan ambil gambar-gambar tersebut di Google, dan direkayasa digital dan jadi sesuatu yang menarik bagi konsumen dan calon korban,” imbuhnya.
Sebelumnya, korban berinisial KR (39) juga menyatakan hal serupa. KR mengaku sempat diiming-imingi mendapat hadiah mobil Toyota Alphard dan Honda HRV jika berinvestasi dengan jumlah tertentu.
“Ada minimal harus transfer sekian, itu langsung dapat mobil Alphard dan sepenuhnya fix,” kata KR.
Korban tergiur dengan promo tersebut sehingga kembali menginvestasikan uangnya. Namun, mobil tersebut tak didapatkan KR hingga hari ini.
Beroperasi Sejak 2007
Polisi mengungkapkan bahwa investasi bodong Lucky Star telah beroperasi sejak 2007 lalu.
“Sebenarnya sejak tahun 2007 (pelaku) sudah membuka Lucky Star ini dan sudah mulai beroperasi, artinya patut diduga akan lebih banyak lagi para korban,” kata Ady.
Ady menyatakan bahwa HS sebenarnya tak memiliki latar belakang di bidang investasi.
“Yang bersangkutan ini sebenarnya tidak punya background terkait dengan masalah investasi, tapi (mantan) suaminya adalah mantan atau pernah bekerja sebagai pialang,” kata Ady.
Sebenarnya, Lucky Star dirintis HS bersama suaminya. Setelah bercerai, HS melanjutkan usaha ini sendiri.
Sementara, keterlibatan mantan suami HS dalam investasi bodong ini masih didalami oleh polisi.
“Patut diduga (ada keterlibatan), tapi masih kita dalami,” kata Fahmi.
Raup Rp 15,6 M untuk Beli Rumah hingga Liburan
Ady menyebut bahwa HS telah mengumpulkan pendapatan sebanyak Rp 15,6 miliar.
“Dari bukti-bukti yang kita kumpulkan kerugian yang ditimbulkan 15,6 miliar,” papar Ady.
Dalam konferensi pers, HS mengaku menggunakan penghasilan untuk berlibur.
“Dipakai buat liburan,” kata HS di Mapolres Jakarta Barat.
Tak hanya itu, uang juga digunakan HS untuk membeli rumah dan mobil.
Miliaran rupiah uang tersebut merupakan pendapatan yang HS terima dari 53 orang korban yang berhasil dikumpulkan datanya oleh polisi.
“Dari hasil penggeledahan rumah tersangka, kita baru bisa mengidentifikasi 53 orang di mana dari bukti-bukti yang ada kerugian ditimbulkan Rp 15,6 miliar,” kata Ady.
“Namun, menurut pengakuan tersangka, korban sekitar 100 orang, jadi keuntungan dia bisa lebih lagi dari itu,” imbuh Ady.
Dikatakan Ady, nilai investasi terkecil di Lucky Star adalah Rp 25 juta. Sementara nilai terbesar adalah Rp 500 juta.
Selain dari mulut ke mulut, pelaku juga menjaring korban lewat promosi di media sosial.
“Lebih fokus dari media sosial, kemudian bagi yang sudah menerima keuntungan juga mungkin dia menyampaikan kepada lainnya jadi terus berlanjut seperti itu,” kata Ady.
Mengaku Berkantor di Belgia
Kepada korban-korbannya, HS mengaku bahwa Lucky Star berkantor di Belgia.
“Pelaku HS menjelaskan bahwa trading forex tersebut berasal dari Belgia dan HS merupakan perwakilan investasi Lucky Star di Indonesia dan bertindak sebagai local exchanger,” ungkap Ady.
Saat keuntungan investor tak lagi dibayarkan oleh tersangka, ia berdalih hal itu karena sedang ada lockdown di Belgia.
Tersangka mengambil berita dari salah satu portal berita, kemudian mengirimkannya ke investor, seolah-olah berita tersebut diterbitkan Lucky Star.
“Ini adalah berita asli di CNN, disampaikan bahwa terjadi lockdown di Belgia, ini padahal yang rilis CNN, tapi diubah seolah-olah ini pemberitaan dari Lucky Star perusahaan Belgia,” kata Ady sambil menunjukkan berita yang dimaksud.
“Jadi diharapkan supaya para investor, dengan ada isu di Belgia, ada lockdown sehingga tidak bisa menarik keuntungan yang harus mereka dapat,” imbuh Ady.
Tertangkap polisi
Kasus ini terungkap setelah seorang korban berinisial KR (39) melapor ke polisi.
Ady mengungkapkan, tersangka dan KR pertama kali bertemu di Jepang tahun 2017. Saat itu, korban merupakan pemandu tur, sedangkan tersangka adalah peserta tur itu. Korban juga merupakan pemilik jasa tour and travel yang digunakan pelaku.
“Berawal tahun 2017, korban berinisial KR berkenalan dengan pelaku HS saat pelapor memandu tur ke Jepang,” kata Ady.
Menurut Ady, pada kesempatan tersebut, tersangka bercerita pada KR tentang usaha investasi forex yang dijalankannya.
Kepada korban, HS mengaku sudah banyak peserta yang menerima keuntungan dari investasi yang dijalankannya berupa pendapatan dari bunga sebesar empat sampai enam persen per bulan.
Lagi-lagi, HS mengaku bahwa Lucky Star berkantor di Belgia dan telah beroperasi sejak tahun 2007.
Saat kembali ke Indonesia, tersangka kembali membujuk korban hingga korban setuju berinvestasi di Lucky Star.
Ady mengemukakan, korban diminta untuk mentransfer uang yang hendak ia tanamkan ke rekening yang tidak mengatasnamakan perusahaan tetapi atas nama pribadi.
Untuk transaksi perdana, KR menanamkan uang Rp 150 juta. Bukti transfer beserta scan buku tabungan korban dikirimkan ke alamat e-mail traders@luckystarfx.com.
Korban kemudian mendapatkan surat kontrak dari Lucky Star yang ditandatangani di atas meterai. Selanjutnya, korban juga dikirimi username beserta password untuk mengakses data pengecekan keuntungan.
Tersangka sendiri menggunakan sejumlah alamat e-mail saat berkomunikasi dengan korban. Kepada korban, tersangka mengeklaim bahwa alamat e-mail tersebut berasal dari Belgia.
“Setelah ditelusuri melalui data elektronik, alamat e-mail didaftarkan di Jakarta,” ungkap Ady.
KR mengaku, total kerugian yang ia alami lantaran berinvestasi di Lucky Star mencapai Rp 1 miliar.
“Total kerugian Rp 1 miliar lebih,” kata KR kepada wartawan saat ditemui di Mapolres Jakarta Barat, Senin lalu.
Pada bulan-bulan pertama berinvestasi, KR masih mendapat bayaran secara rutin. Namun, menginjak bulan ketujuh, keuntungan tak lagi dibayarkan.
“Nah, masuk mulai bulan ketujuh ini mulai ada macet dengan berbagai alasan,” kata KR.
Saat profit mulai tak dibayarkan, perusahaan malah mengiming-imingi profit yang lebih besar.
KR mengaku berinvestasi di Lucky Star sejak tahun 2018. Polisi mengatakan, korban menanamkan dana sebesar Rp 150 juta (sebelumnya korban menyebutkan 300 juta, tetapi kemudian diralat oleh polisi) saat pertama mendaftar.
Instrumen investasi yang dimainkan KR adalah forex.
“Ini basisnya forex, jadi kami menginvestasikan kemudian dia (Lucky Star) mengelola dana itu diperdagangkan forex, kemudian kami sebagai investor hanya menerima profit fix income setiap bulan,” kata KR.