Indovoices.com-Badan Keamanan Laut (Bakamla) mengemban tugas sebagai penjaga lautan Nusantara. Maka itu, menyikapi situasi yang tengah memanas di Perairan Laut Natuna, Bakamla harus bekerja lebih cerdas.
Demikian disampaikan Kepala Bakamla Laksdya Bakamla A. Taufiq R. dalam arahannya saat memimpin apel besar seluruh personel Bakamla RI wilayah Jakarta, di Aula Mabes Bakamla RI, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020).
“Kita harus cerdas yang awalnya pola operasi bersifat continue saya rubah dengan mengedepankan data intelijen preparation battle dan analisa dari Puskodal kita sehingga sampai akhir tahun kita masih mampu melaksanakan operasi,” jelasnya.
“Saya bangga dengan prajurit-prajurit saya yang saat ini sedang bertugas di Natuna. Dia tidak disiapkan untuk itu tetapi mampu melakukan tugas dengan baik,” sambungnya.
Menurutnya, klaim kedaulatan Tiongkok terhadap Perairan Natuna merupakan kesalahan besar. “Karena kedaulatan itu hanya dari teritorial ke dalam, artinya kita berdaulat penuh dan hukum nasional dapat diberlakukan,” terangnya.
Hadirnya Bakamla sebagai institusi operasional di mana dalam menghadapi situasi nasional akan bekerja berdasarkan otoritas nasional, yaitu Presiden, karena Bakamla bekerja di bawah Presiden. Maka, operasi Bakamla selalu terukur dan menghindari miscalculation supaya tidak meningkatkan eskalasi.
“Semangat dari aturan pelibatan Bakamla adalah pertama mencegah terjadinya konflik dan menghindari konflik itu terjadi. Kedua adalah hukum internasional, yaitu UNCLOS 1982. Dan ketiga adalah kebijakan nasional. Itulah elemen kekuatan yang saya gunakan untuk melindungi satuan sendiri maupun satuan lain,” tutur Kepala Bakamla.
Sesuai dengan instruksi presiden terkait situasi di Natuna, ditegaskan bahwa tidak ada kompromi dengan Tiongkok tetapi tetap melakukan tindakan terukur.
“Adapun tindakan Bakamla saat ini terhadap 50 kapal ikan Tiongkok dan 2 China Coast guard, tegas saya perintahkan usir mereka karena tegas klaim kita bahwa perairan Natuna ini punya kita,” tegasnya.
Laksdya Taufiq menambahkan, dalam mempertahankan kedaulatan negara, Bakamla harus mengetahui perilaku dari Tiongkok.
“Kenali dirimu, kenali musuhmu, seratus pertempuran, seratus kemenangan. Jadi kita harus mengerti perilaku Tiongkok. Pertama, kenapa Tiongkok turun ke Laut China Selatan karena mereka butuh sumber daya alam. Kedua, keamanan, Tiongkok adalah negara yang tidak pernah ekspansi tapi defensif. Ketiga adalah masalah geopolitik, Tiongkok mau mendominasi Laut China Selatan karena laut Natuna adalah akses ke Samudera Hindia,” jelasnya.
“Oleh karena itu, Tiongkok mau mendominasi jalur pelayaran tersebut secara niaga dan militer. Untuk mengamakan tersebut, makanya mereka membuat pangkalan-pangkalan di laut China Selatan di pulau buatan. Keempat, terkait internal, yaitu nine dash line,” sambungnya.
Sehingga, menurut Kepala Bakamla, apapun yang kita kerjakan di Natuna, Tiongkok tidak akan mundur. Bakamla pun saat ini berada di depan karena area tersebut adalah area berdaulat, yaitu lebih kepada penegakan hukum.
“Tindakan yang dilakukan Tiongkok kita imbangi dengan strategi, yaitu dengan abaikan peraturan perikanan, kirim semua kapal besar ikan di Pantura ke Natuna dan Bakamla akan kawal sambil kita gaungkan bahwa Tiongkok telah melanggar hukum internasional,” paparnya.
Oleh karenanya, Kepala Bakamla meminta personel Bakamla harus memahami kenapa Bakamla di depan dalam menangani Natuna, yakni karena ini bukan situasi perang dan pada saat melakukan suatu operasi walaupun operasi militer, yang digunakan adalah asas legitimate atau tindakan hukum.
“Karakter personel Bakamla adalah harus cerdas, berani, dan punya keteguhan,” tandasnya. (jpp)