Indovoices.com– Dengan pertimbangan untuk memberikan arah, landasan, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi jalan, pemrintah memandang perlu pengaturan yang mendukung percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi jalan.
Atas pertimbangan tersebut, pada 8 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan.
Dalam Perpres ini disebutkan, percepatan program Kendaraan Berbasis Listrik (KBL) Berbasis Baterai untuk transportasi jalan diselenggarakan melalui: a. percepatan pengembangan industri KBL Berbasis Baterai dalam negeri; b. pemberian insentif; c. penyediaaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk KBL Berbasis Baterai; d. pemenuhan terhadap ketentuan teknis KBL Berbasis Baterai; dan e. perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Percepatan pengembangan industri KBL Berbasis Baterai sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan melalui kegiatan industri KBL Berbasis Baterai danf atau industri komponen KBL Berbasis Baterai.
“Industri kendaraan bermotor roda dua dan roda empat atau lebih dan industri komponen kendaraan bermotor yang telah memiliki izin usaha industri dan fasilitas manufaktur dan perakitan dapat mengikuti program percepatan KBL Berbasis Baterai untuk transportasi jalan,” bunyi Pasal 5 ayat (2) Perpres ini.
Perusahaan industri KBL Berbasis Baterai dan/atau perusahaan industri komponen KBL Berbasis Baterai dalam melakukan kegiatan industri KBL Berbasis Baterai dan/atau industri komponen KBL Berbasis Baterai sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, wajib membangun fasilitas manufaktur KBL Berbasis Baterai di dalam negeri yang dapat dilakukan sendiri atau melalui kerja sama produksi dengan perusahaan industri lain.
Selain itu, Perpres ini menegaskan, bahwa perusahaan industri komponen kendaraan bermotor dan/atau perusahaan industri komponen KBL Berbasis Baterai dalam negeri, wajib mendukung dan melakukan kerja sama dengan industri KBL Berbasis Baterai dalam negeri.
Tingkat Komponen Dalam Negeri
Menurut Perpres ini, Industri KBL Berbasis Baterai dan industri komponen KBL Berbasis Baterai wajib mengutamakan penggunaan Tingkat Komoponen Dalam Negeri (TKDN) dengan kriteria sebagai berikut:
- untuk KBL Berbasis Baterai beroda dua dan/atau tiga tingkat penggunaan komponen dalam negeri sebagai berikut: 1) tahun 2019 – 2023, TKDN minimum sebesar 40% (empat puluh per seratus); 2) tahun 2024 – 2025, TKDN minimum sebesar 60% (enam puluh per seratus); dan 3) tahun 2026 dan seterusnya, TKDN minimum sebesar 80% (delapan puluh per seratus),
- untuk KBL Berbasis Baterai beroda empat atau lebih tingkat penggunaan komponen dalam negeri sebagai berikut: 1) tahun 2019 – 2021, TKDN minimum sebesar 35% (tiga puluh lima per seratus); 2) tahun 2022 – 2023, TKDN minimum sebesar 40% (empat puluh per seratus); 3) tahun 2024 – 2029, TKDN minimum sebesar 60% (enam puluh per seratus); dan 4) Tahun 2030 dan seterusnya, TKDN minimum sebesar 80% (delapan puluh per seratus).
Mengenai produksi KBL Berbasis Baterai yang dilakukan oleh perusahaan industri KBL Berbasis Baterai, menurut Perpres ini, merupakan perusahaan yang: a. didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan beroperasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan b. memiliki izin usaha industri untuk merakit atau memproduksi KBL Berbasis Baterai.
Sementara produksi komponen KBL Berbasis Baterai dilakukan oleh perusahaan industri komponen KBL Berbasis Baterai, menurut Perpres ini, merupakan perusahaan yang: a. didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan beroperasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan b. memiliki izin usaha industri untuk merakit atau memproduksi komponen utama dan/atau komponen pendukung untuk KBL Berbasis Baterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dalam hal industri komponen KBL Berbasis Baterai belum mampu memproduksi komponen utama dan/atau komponen pendukung KBL Berbasis Baterai, industri KBL Berbasis Baterai dapat melakukan pengadaan komponen yang berasal dari impor jenis: a. keadaan terurai tidak lengkap (Incompletely Knock Down/IKD); dan/atau b. keadaan terurai lengkap (Completely Knock Down/CKD),” bunyi Pasal 11 ayat (1) Perpres ini.
Sementara dalam hal industri komponen KBL Berbasis Baterai belum mampu memproduksi komponen utama dan/atau komponen pendukung KBL Berbasis Baterai, menurut Perpres ini, industri komponen KBL Berbasis Baterai dapat melakukan pengadaan komponen yang berasal dari impor jenis keadaan terurai tidak lengkap (Incompletely Knock Down/IKD).
Perpres ini menyebutkan, dalam rangka percepatan pelaksanaan program KBL Berbasis Baterai, industri KBL Berbasis Baterai yang akan membangun fasilitas manufaktur KBL Berbasis Baterai di dalam negeri dapat melakukan pengadaan KBL Berbasis Baterai yang berasal dari impor dalam keadaan utuh (Completely Built-Up/CBU).
“Impor sebagaimana dimaksud hanya boleh dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan jumlah tertentu sejak dimulainya pembangunan fasilitas manufaktur KBL Berbasis Baterai,” bunyi Pasal 12 ayat (2) Perpres ini.
Insentif
Menurut Perpres ini, perusahaan industri KBL Berbasis Baterai Bermerek Nasional merupakan perusahaan: a. yang menggunakan komponen KBL Berbasis Baterai dalam negeri yang memenuhi kriteria TKDN; b. penanaman modal dalam negeri yang dapat diberikan insentif fiskal tambahan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan insentif nonfiskal tambahan yang ditetapkan oleh menteri terkait setelah mendapat masukan dari Tim Koordinasi percepatan program KBL Berbasis Baterai; dan c. yang melakukan peneiitian dan/atau inovasi teknologi incdustri KBL Berbasis Baterai di dalam negeri.
“Perusahaan industri KBL Berbasis Baterai Bermerek Nasional sebagaimana dimaksud yang membangun fasilitas manufaktur dan perakitan KBL Berbasis Baterai di Indonesia dapat diberikan fasilitas tambahan,” bunyi Pasal 15 Perpres ini.
Perpres ini juga menyebutkan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan insentif berupa insentif fiskal dan insentif nonfiskal untuk mempercepat program KBL Berbasis Baterai untuk transportasi jalan.
Selain itu, Perpres ini menyebutkan, terhadap industri KBL Berbasis Baterai yang akan membangun fasilitas manufaktur KBL Berbasis Baterai di dalam negeri dapat diberikan insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun insentif fiskal sebagaimana dimaksud dapat berupa: a. insentif bea masuk atas importasi KBL Berbasis Baterai dalam keadaan terurai lengkap (Completely Knock Down/CKD), KBL Berbasis Baterai dalam keadaan terurai tidak lengkap (Incompletely Knock Down/IKD), atau komponen utama untuk jumlah dan jangka waktu tertentu; b. insentif pajak penjualan atas barang mewah; c. insentif pembebasan atau pengurangan pajak pusat dan daerah; d. insentif bea masuk atas importasi mesin, barang, dan bahan dalam rangka penanaman modal; e. penangguhan bea masuk dalam rangka ekspor; f. insentif bea masuk ditanggung pemerintah atas importasi bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam rangka proses produksi; g. insentif pembuatan peralatan SPKLU, h. insentif pembiayaan ekspor; i. insentif fiskal untuk kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri komponen KBL Berbasis Baterai; j. tarif parkir di lokasi-lokasi yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah; k. keringanan biaya pengisian listrik di SPKLU; l. dukungan pembiayaan pembangunan infrastruktur SPKLU; m. sertifikasi kompetensi profesi bagi sumber daya manusia industri KBL Berbasis Baterai; dan n. sertifikasi produk dan/atau standar teknis bagi perusahaan industri KBL Berbasis Baterai dan industri komponen KBL Berbasis Baterai.
“Pemberian insentif pembebasan atau pengurangan pajak daerah sebagaimana dimaksud berupa Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri,” bunyi Pasal 19 ayat (3) Perpres ini.
Adapun insentif nonfiskal sebagaimana dimaksud dapat berupa: a. pengecualian dari pembatasan penggunaan jalan tertentu; b. pelimpahan hak produksi atas teknologi terkait KBL Berbasis Baterai yang lisensi patennya telah dipegang oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; dan c. pembinaan keamanan dan/atau pengamanan kegiatan operasional sektor rndustri guna keberlangsungan atau kelancaran kegiatan logistik dan/atau produksi bagi perusahaan industri tertentu yang merupakan objek vital nasional.
Ditegaskan dalam Perpres ini, setiap KBL Berbasis Baterai yang diimpor, dibuat, dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di jalan wajib didaftarkan tipenya dan memenuhi ketentuan NIK (Nomor Identifikasi KBL Berbasis Listrik), dengan terlebih dahulu harus mendapatkan tanda pendaftaran tipe untuk kendaraan yang diimpor dan pendaftaran NIK untuk kendaraan yang dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri.
Sementara untuk melakukan Uji Tipe KBL Berbasis Baterai, terlebih dahulu harus mendapatkan tanda pendaftaran tipe untuk kendaraan yang diimpor dan pendaftaran NIK untuk kendaraan yang dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri.
Selain itu, menurut Perpres ini, eetiap KBL Berbasis Baterai yang dioperasikan di jalan harus mernenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. “Pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan KBL Berbasis Baterai sebagaimana dimaksud melalui pengujian KBL Berbasis Baterai,” bunyi Pasal 29 ayat (2) Perpres ini.
Perpres ini menegaskan, industri KBL Berbasis Baterai dan/atau industri komponen KBL Berbasis Baterai wajib memberikan garansi dan layanan purnajual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku, semua jenis dan tipe KBL Berbasis Baterai yang diimpor dan belum didaftarkan dan belum dilakukan pengujian tipe sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, importir KBL Berbasis Baterai yang melakukan importasi kendaraan bermotor wajib mendaftarkan tipe dan melakukan pengujian tipe serta melakukan registrasi dan identifikasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini paling lama 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Peraturan Presiden ini.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 37 Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 12 Agustus 2019. (setkab)