Indovoices.com-Pemerintah memberikan kebijakan fiskal untuk program perumahan dengan program 1 juta rumah untuk memenuhi backlog dan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui 4 strategi. Strategi tersebut yaitu availability (ketersediaan), accessibility (dapat diakses), affordability (terjangkau) dan sustainability (kebersinambungan). Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara saat memberikan Keynote Speech pada acara BTN Prioritas Market Outlook 2020 di Hotel Fairmont, Jakarta.
“Pertumbuhan sektor real estate di Indonesia itu kontribusinya biasanya ada di bawah (pertumbuhan) nasional. Padahal sektor kontruksi dan real estate itu adalah sektor yang memiliki keterkaitan yang sangat tinggi. Dia terkait dengan sektor perdagangan, terkait dengan industri barang logam, komputer, terkait dengan industri macam-macam. Sektor properti selalu kita percaya adalah lokomotif sektor di pembangunan. Sektor ini sangat penting,” ujar Wamenkeu.
Maka, pemerintah melalukan dorongan melalui kebijakan fiskal pada sektor ini khususnya di bidang perumahan. Wamenkeu mengatakan bahwa pemerintah memberikan dukungan pada sektor perumahan melalui berbagai macam logika yaitu availability dengan mendorong ketersediaan rumah, kemudian membuat harga rumah itu menjadi terjangkau (affordability), meningkatkan akses pembiayaan (accessibility), serta memastikan program perumahan dapat terus berjalan dengan dampak fiskal yang dapat dikendalikan (sustainability).
“(Kita) juga memberikan dukungan fiskal melalui seperangkat insentif fiskal untuk program perumahan, kemudian melalui belanja negara kita membelanjakan sejumlah subsidi selisih bunga dan subsidi bantuan uang muka, lalu kita membuat desain pembiayaan melalui dana bergulir FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), penyertaan modal negara pada PT. SMF, TAPERA dan yang lain,” jelas Wamenkeu.
Wamenkeu melanjutkan, insentif fiskal pada sektor perumahan didesain dalam beberapa lapis. Lapisan pertama adalah untuk kelompok ekonomi bawah yang bentuknya adalah pembebasan PPN bagi rumah sederhana, yang setiap tahunnya batasan harga rumah sederhana ini disesuaikan.
Lapis yang kedua adalah pembebasan PPN atas rumah susun sederhana milik yang perolehannya melalui pembiayaan kredit atau pembiayaan bersubsidi. Batasan harga rumah susun sederhana milik ini tidak boleh lebih dari Rp250 juta dan penghasilan pemilik sebagai Wajib Pajak tidak boleh lebih dari Rp7 juta perbulan.
Lapis ketiga insentif fiskal adalah adanya pembebasan PPh untuk pengalihan tanah dan bangunan yang masuk di dalam beberapa kategori. Kategorinya yaitu objek pajak yang mempunyai penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang melakukan pengalihan tanah/bangunan dengan jumlah bruto kurang dari Rp60 juta, objek pajak dan Badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah/bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dan kegiatan keagaaman serta sosial, pengalihan harta berupa tanah/bangunan karena waris, dan obyek pajak/Badan yang tidak termasuk Subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah/bangunan.
Lapis keempat pada insentif fiskal sektor perumahan adalah adanya perubahan pengaturan PPnBM dan PPh Pasal 21 untuk hunian mewah. Hal tersebut tertuang dalam PMK No 86 Tahun 2019 yaitu Perubahan atas PMK Nomor 35 Tahun 2017 tentang jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah.
Perubahan yang diatur dalam PMK terbaru ini diantaranya adalah threshold pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Rumah dan Town House dari jenis nonstrata title dari Rp20 miliar (M) menjadi Rp30 M, threshold pengenaan PPnBM apartemen, condomium, townhouse dari jenis strata title dan sejenisnya dari Rp10 M menjadi Rp30 M, dan tarif PPnBM hunian mewah tetap 20%. Sementara untuk pokok pengaturan PPh, batasan harga jual pada kelompok hunian mewah meningkat dari Rp5 M menjadi Rp30 M, dan tarif PPh Pasal 22 turun dari 5% menjadi 15%.
“Itu adalah seperangkat insentif fiskal yang bisa diambil untuk berbagai macam level dari sektor perumahan. Ditambah untuk beberapa aktivitas seperti Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Dana Investasi Real Estate (DIRE) itu double taxationnya udah kita hapus sejak tahun 2015,” kata Wamenkeu.(kemenkeu)