Indovoices.com –Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, telah menyerahkan bukti ke Komisi Kejaksaan (Komjak) terkait dugaan pelanggaran etik dan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi dari oknum jaksa Pinangki Sirna Malasari yang bertemu dengan Djoko Tjandra. Dalam penyerahan bukti tersebut ada perjanjian di antara keduanya.
“Jadi, ada dugaan korupsi jaksa Pinangki ini menerima sebuah janji, kalau berhasil diberikan sesuatu imbalan yang besar dalam bentuk dugaan kamuflase membeli perusahaan energi yang diduga itu berkaitan teman-temannya oknum Jaksa Pinangki,” kata Boyamin lewat video yang diterima.
Dia mengatakan, imbalan yang akan diterima Pinangki yaitu pembelian sebuah perusahaan yang bergerak dalam sektor tambang energi senilai USD 10 juta. Imbalan itu akan diberikan kepada Pinangki jika dia berhasil melakukan misi yang diberikan Djoko Tjandra.
Dia menambahkan, adapun pejabat tinggi di Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menghubungi Djoko Tjandra setelah tanggal 29 Juni 2020. Artinya setelah Jaksa Agung melakukan pembongkaran Djoko Tjandra masuk Indonesia itu, tampaknya masih ada pejabat tinggi di Kejagung yang melakukan komunikasi dengan Djoko Tjandra.
Boyamin ingin hal ini dilaporkan ke komjak untuk ditelusuri apa pembicaraan pejabat tinggi Kejagung itu dengan Djoko Tjandra dan dari siapa nomor telepon yang diterima itu, kemudian harus dilacak siapa sumber penelepon Djoko Tjandra.
“Kalau nomor ini didapatkan dari Djoko Tjandra rasanya tidak mungkin. Pasti ada yang berikan kepada pejabat tinggi di Kejagung. Maka dari itu, saya minta hal ini ditelusuri oleh Komjak,” kata dia.
Sebelumnya diketahui, Kejaksaan Agung (Kejakgung) menaikkan pemeriksaan terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari ke tingkat penyidikan, Senin (10/8). Namun, peningkatan proses hukum itu belum menetapkan satu pun tersangka.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono menegaskan, penyidik masih membutuhkan pemeriksaan banyak saksi, dan alat-alat bukti sebelum menetapkan Pinangki sebagai tersangka.
“Belum (tersangka). Prosesnya penyidikan. Masih mengumpulkan bukti-bukti,” terang Ali saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, di Jakarta Selatan, pada Senin (10/8).
Menurut Ali, naiknya pemeriksaan ke proses penyidikan, tak mesti menetapkan tersangka. Ali berdalih, Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menebalkan ketentuan penyidikan merupakan proses mencari bukti yang akurat untuk menetapkan tersangka. “Kan begitu prosesnya,” ucap Ali.(msn)