Indovoices.com-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020 yang terkait dengan Kementerian Keuangan dan Perkembangan Makro Fiskal serta Keuangan Negara di Ruang Rapat Pansus C, Gedung Nusantara II DPR.
Khusus untuk Kementerian Keuangan, Presiden meminta untuk menjalankan omnibus law di bidang perpajakan yang terdiri dari 6 cluster.
“Omnibus law di bidang perpajakan ini hanya 28 pasal namun mengamandemen 7 Undang-Undang (UU) yaitu UU PPh, UU PPn, UU KUP, UU Kepabeanan, UU cukai, UU pajak daerah dan retribusi daerah serta UU pemerintahan daerah. 28 pasal diharapkan akan terdiri dari 6 cluster isu yang dibahas,” ungkap Menkeu.
Cluster pertama tentang cara meningkatkan investasi melalui penurunan tarif Pajak Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan PPh bunga.
Cluster kedua, sistem teritorial, yaitu bagaimana penghasilan deviden luar negeri akan dibebaskan pajak, asalkan diinvestasikan di Indonesia. Untuk Warga Negara Asing (WNA) yang merupakan subjek pajak dalam negeri, kewajiban perpajakannya khusus untuk pendapatannya di dalam negeri.
Cluster ketiga mengenai subjek pajak Orang Pribadi (OP). Ini membedakan WNA, Warga Negara Indonesia (WNI). Orang Indonesia yang tinggal di luar negeri 183 hari, mereka bisa berubah menjadi subjek pajak luar negeri, jadi tidak membayar pajaknya di Indonesia. Untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, mereka menjadi subjek pajak di dalam negeri dan membayar pajaknya di Indonesia dari penghasilannya yang berasal dari Indonesia.
Cluster keempat, tentang cara meningkatkan kepatuhan perpajakan yaitu mengatur ulang sanksi dan imbalan bunganya. Sanksi perpajakan selama ini, jika telat bayar, kurang bayar, atau mereka melakukan pelanggaran maka sanksinya adalah bunganya cukup tinggi 2% sampai dengan 24 bulan sehingga suku bunga bisa mencapai 48%. Sekarang, menggunakan suku bunga yang berlaku di pasar, ditambah sedikit sanksi administrasinya. Diharapkan, Wajib Pajak (WP) merasa lebih patuh kepada UU juga dari pengkreditan pajak masukan, terutama untuk barang-barang pertanian.
Cluster kelima, untuk ekonomi digital, yaitu pemajakan transaksi elektronik yang dibuat sama dengan pajak biasa. Ini termasuk penunjukan platform digital untuk pemungutan PPN dan mereka yang tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia akan tetap bisa dipungut pajaknya. Ini terutama untuk merespon perusahaan-perusahaan digital yang tidak ada di Indonesia namun dia mendapatkan income dari Indonesia seperti Netflix, Amazon. Mereka tetap bisa dipajaki dengan menyampaikan pengenaan pajak bagi subjek pajak luar negeri yang tidak berada di Indonesia.
Cluster keenam, adalah insentif-insentif pajak seperti tax holiday, super deduction, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), PPh untuk surat berharga, dan insentif pajak daerah dari Pemda. (kemenkeu)