Indovoices.com –Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan kepada negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah untuk menjaga kepatuhan para wajib pajak.
IMF dalam laporannya yang berjudul Regional Economic Outlook; Middle East and Central Asia menyampaikan, kepatuhan wajib pajak penting untuk dipertahankan untuk memberi ruang fiskal di tengah pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19). Sebab, bila kepatuhan rendah bisa jadi menggerus penerimaan pajak.
Indonesia sendiri, perkembangan realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-September 2020 baru mencapai Rp 720,62 triliun. Jumlah tersebut setara 62,61% dari outlook akhir tahun yang dipatok di angka Rp 1.198,82 triliun.
“Kepatuhan wajib pajak diperkirakan menurun akibat relaksasi batas pelaporan dan pembayaran pajak, keterbatasan kemampuan pegawai pajak, sehingga mengakibatkan turunnya kapasitas wajib pajak,” tulis IMF dalam laporannya yang dipublikasikan pada 20 Oktober 2020.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan, untuk menjaga kepatuhan wajib pajak, otoritas pajak mempunyai sistem compliance risk management (CRM).
Dengan CRM, Ditjen Pajak bisa mengidentifikasi dan memetakan kepatuhan wajib pajak. Selanjutnya, jika terdapat wajib pajak nakal, maka otoritas pajak akan melakukan pembinaan dan pengawasan.
“Dilakukan pembinaan dan pengawasan melalui imbauan untuk pembetulan surat pemberitahuan (SPT), konseling, dan lain-lain. Sebelum dilakukan pemeriksaan apabila langkah-langkah persuasif itu tidak direspon wajib pajak dengan baik,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Kamis (22/10).
Selain itu, Ditjen Pajak Kemenkeu berusaha untuk melakukan reformasi pajak untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara sukarela. Langkah ini tercetus dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam beleid itu mengatur, sanksi dan imbalan bunga yang sebelumnya berlaku rata 2% per bulan sekarang menjadi fleksibel dengan berpatokan pada suku bunga acuan sehingga menjadi selaras dengan praktik yang berlaku umum di dunia bisnis.
Kemudian, pengkreditan pajak masukan yang sebelumnya tidak dapat dikreditkan, kini dapat dikreditkan termasuk pajak masukan sebelum pengukuhan dan pajak masukan perolehan barang dan jasa kena pajak sebelum pengusaha kena pajak (PKP) melakukan penyerahan terutang pajak pertambahan nilai (PPN).
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan, reformasi perpajakan dalam UU Cipta Kerja bertujuan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela dengan mengurangi beban kepatuhan dan meningkatkan kemudahan berusaha.
“Jadi harapannya tidak perlu lagi kami melakukan pemeriksaan kalau di mana yang bersangkutan wajib pajak sudah melaporkan dengan benar tidak perlu lagi kita melakukan aktivifas penegakan hukum,” kata Suryo.(msn)