Indovoices.com-Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menduga terjadi praktik pembajakan negara atau state capture melalui revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Rancangan undang-undang tersebut sudah disahkan menjadi undang-undang baru.
Egi menyayangkan pemerintah dan DPR yang terburu-buru melakukan revisi UU Minerba di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Menurutnya, pembahasan revisi UU Minerba ini juga tak transparan dan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat terdampak aktivitas tambang.
Ia pun menduga proses cepat revisi UU Minerba ini karena keberadaan pemilik tambang batu bara yang mendesak DPR. Pasalnya, izin konsensi sejumlah perusahaan berupa Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) akan berakhir dalam waktu dekat.
“Dugaan kami elite kaya yang punya kepentingan dengan bisnis batubara yang menggerakkan ini semua,” kata dia.
Senada, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika mengatakan kepentingan oligarki atau kelompok elite yang melatarbelakangi pengesahan UU Minerba baru di tengah pandemi virus corona.
Hindun menyebut UU Minerba hasil revisi ini akan menguntungkan tujuh perusahaan yang dimiliki orang dekat di lingkaran kekuasaan. Menurut Hindun, perusahaan-perusahaan itu sedang berusaha keras untuk mendapatkan jaminan atas refinancing (pembiayaan kembali) utang-utang mereka.
“Jadi kepentingan oligarki menjadi latar belakang atau mendasari RUU Minerba disahkan,” ujarnya.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara melalui Rapat Paripurna yang digelar Selasa (12/5).(cnn)