Indovoices.com -Juru Bicara Satgas Covid-19, Reisa Broto Asmoro menyatakan jumlah kasus sembuh dan selesai melakukan isolasi Covid-19 di Indonesia hingga Kamis (5/11) terus meningkat menjadi lebih dari 350.000. Dengan demikian, menurutnya angka kesembuhan (recovery rate) pasien Covid-19 di Indonesia mencapai lebih dari 82%.
Atas pencapaian ini, Pemerintah berterimakasih kepada 29.000 dokter umum dan spesialis, 9.600 relawan tenaga kesehatan Nusantara Sehat dan internship, juga 300 relawan ahli teknologi laboratorium medik, yang telah bekerjasama berjuang tanpa lelah selama pandemi Covid-19.
“Mereka semua menjadi garda terdepan yang telah bekerjasama berjuang tanpa lelah selama pandemi Covid-19. Prestasi ini sebaiknya kita pertahankan bersama bapak dan ibu sekalian. Tugas kita bersama adalah untuk kompak dan tidak menambahkan kasus baru,” ujarnya dalam Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru yang diselenggakan oleh Komite Nasional Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), dari Jakarta.
Dalam dialog tersebut, Reisa mengatakan bahwa Covid-19 bukan satu-satunya penyakit yang harus dilawan di Indonesia. Menurutnya, masih ada penyakit menular lainnya seperti, demam berdarah dengue, rabies, hepatitis, avian flu, malaria, yang juga butuh penanganan serius dari para kolega saya, dari dokter dan ahli tenaga kesehatan masyarakat lainnya.
“Risiko penyakit tidak menular seperti, jantung, kanker, diabetes, juga masih dihadapi masyarakat Indonesia, bukan hanya karena penyakit itu membutuhkan biaya pengobatan yang mahal, namun juga menghilangkan hari-hari produktif pasien dan keluarga yang merawat mereka,” tuturnya.
Reisa menyebut, catatan data Kementerian Kesahatan menunjukkan bahwa risiko kematian Covid-19 lebih tinggi akibat adanya penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Hal ini menandakan penyakit tidak menular bukan masalah ringan. Penanganannya juga membutuhkan bantuan dokter spesialis yang andal.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 ini menambahkan, pada saat bekerja dari rumah, masyarakat disarankan untuk mengambil waktu 30 menit berdiri dan berjalan-jalan setelah duduk berjam-jam di depan layar komputer.
Dengan rutin berolahraga bersama dengan keluarga sambil tetap menjaga jarak aman di rumah, kata Reisa, dapat menciptakan kebersamaan yang berkualitas dan membantu menurunkan stres.
“Pandemi memang masih menghadang, mari kita menjaga kondisi tubuh kita sebaik-baiknya. Pastikan kita tetap produktif tetapi aman dari Covid-19. Tetap disiplin menerapkan 3M : Memakai masker, Menjaga jarak aman minimal 1 Meter, dan Mencuci tangan pakai sabun. Praktikan sebagai satu kesatuan, karena 3M ini satu paket,” paparnya.
Merokok, Picu Risiko Penularan Covid-19
Dalam kesempatan yang sama, Spesialis Jantung Vito Anggarino Damay mengatakan, bagi orang yang masih merokok dan kurang aktivitas fisik, perlu mengubah gaya hidup agar lebih sehat dengan memperhatikan risiko penyakit jantung, penyakit paru-paru selain Covid-19 dan risiko penyakit pembuluh darah lainnya.
“Jadi di masa depan, kalau kita memperhatikan Covid-19 saja, tanpa memperhatikan penyakit lainnya, bisa saja menjadi pandemi yang baru”, terangnya.
Vito menilai, kebiasaan merokok seseorang merupakan salah satu gaya hidup yang dapat meningkatan risiko penularan Covid-19. Hal ini menurutnya dapat terlihat dari kebiasaan seorang perokok yang harus melepas masker saat merokok, juga kerap tidak mengindahkan jarak yang aman ketika merokok beramai-ramai.
“Ditambah lagi, risiko virus yang masuk dari tangan yang memegang rokok pun masih ada. Lebih daripada itu, Covid-19 adalah penyakit yang menyerang paru-paru, sementara merokok merusak fungsi paru-paru dan menurunkan kekebalan tubuh. Saat perokok terinfeksi Covid-19, lebih susah memerangi virus ini,” tuturnya.
Vito menungkapkan, bukti-bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa perokok memiliki tingkat kematian dan keparahan yang lebih tinggi dibanding pasien Covid-19 yang bukan perokok.
“Yang paling kasihan perokok pasif. Karena mereka ini adalah bukan penikmat rokok tapi terkena imbas dari asapnya yang terhirup secara tidak langsung. Walaupun memang yang paling berat adalah perokok itu sendiri, karena pada asapnya itu ada sel-sel radang yang menyebabkan kemampuan pertahanan tubuh kita berkurang. Sehingga saat terinfeksi virus lebih gampang terserang penyakit-penyakit lain”, jelasnya.
Vito menambahkan, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, memang tidak perlu vaksin khusus untuk melawannya. Penyakit ini bisa dicegah dengan menjaga pola hidup yang sehat. Dengan begitu, risiko terkena penyakit jantung koroner atau serangan jantung bisa dihindari hingga 80%.
“Kuncinya, kita harus tetap bergerak. Karena saat kita bergerak, imunitas bisa meningkat. Imunitas ini terdiri dari sel-sel kekebalan tubuh, yang lebih bagus saat sirkulasi kita lancer. Sirkulasi kita lancar tercipta saat kita bergerak dan aktivitas pompa jantung kita lebih baik. Jadi pada akhirnya kita bisa menjaga tubuh kita secara keseluruhan untuk kuat menghadapi penyakit dan risiko penyakit jantung sekaligus,” tandasnya. (kominfo)