Indovoices.com-Jadikan akuakultur sebagai salah satu prioritas kebijakan 5 (tahun) ke depan, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berdialog dengan para pelaku usaha di sektor perikanan budidaya di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta.
Turut mendampingi Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan Rina, serta Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Suseno Sukoyono.
Hadir dalam kesempatan tersebut pelaku usaha dan asosiasi akuakultur berbagai komoditas perikanan. Beberapa di antaranya asosiasi budidaya ikan hias, udang, kerapu, catfish, bandeng, rumput laut, mutiara, pakan ikan, benih ikan, obat ikan, serta pengolahan dan pemasaran produk. Selain itu, turut hadir tiga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dari Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten.
Dalam kesempatan ini, para pelaku usaha dan perwakilan asosiasi menyampaikan masukannya kepada Menteri Edhy untuk membangun akuakultur secara optimal ke depannya. Muhammad dari Dunia Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah (TMII) mengusulkan agar Menteri Edhy mempertimbangkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
Selanjutnya, Sugiarto, Direktur Nusatic Indonesia, penyelenggara pameran ikan hias terbesar di Indonesia mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi ikan hias yang besar namun masih kalah dibandingkan dengan Singapura. Saat ini, Singapura merupakan eksportir ikan hias terbesar di dunia. Padahal menurutnya, 70 persen dari ikan hias tersebut merupakan hasil produksi Indonesia.
“Singapura bisa jadi nomor 1 di dunia karena punya pameran ikan hias yang besar yaitu Aquarama. Pada tahun 2017, kami telah berkumpul dengan asosiasi supaya ikan hias Indonesia bisa dibranding untuk dunia. Kami mengadakan pameran Nusatic tapi terkendala pembiayaan venue-nya.” tuturnya.
Sugiarto menyebut, ikan hias sangat potensial untuk dikembangkan karena terdiri dari banyak UMKM. Dengan membangun industri ikan hias, UMKM pun akan terbangun.
Sementara itu, Andi Tamsil dari Shrimp Club Indonesia (SCI) menyatakan bahwa budidaya udang siap untuk dikembangkan. Meskipun begitu, ia menyampaikan bahwa terdapat kendala pada perizinan yang banyak dan berbelit-belit serta Perda di beberapa daerah dirasa masih memberatkan para pengusaha tambak udang.
Ia meminta agar pemerintah menyederhanakan aturan-aturan serupa sehingga usaha budidaya udang dapat diakselerasi dengan cepat.
Adapun Trisno dari Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI) menyampaikan persoalan yang dihadapi oleh para pembudidaya mutiara. Ia mengatakan, saat ini para pembudaya mutiara yang banyak terdapat di daerah terpencil keberatan dengan permintaan dari pemerintah untuk melakukan perizinan terminal khusus di jetty-jetty kecil yang mereka miliki.
“Padahal kan jetty-jetty itu kecil, sedangkan biaya untuk izin itu mahal. Tidak mungkin kita lakukan. Saya harap ada perhatian dari Pak Menteri karena aturan ini sangat mengganggu kita di budidaya mutiara,” pintanya.
Merespon berbagai masukan tersebut, Menteri Edhy menyatakan bahwa ia akan menampungnya. Terkait permintaan izin khusus untuk ikan-ikan budidaya tertentu, Menteri Edhy mengatakan bahwa secara prinsip dirinya telah mempelajari peraturan terkait dan akan segera merumuskan kebijakan terbaik. Kendati demikian pihaknya akan memperketat pengawasannya.
Selanjutnya, ia menyatakan setuju dengan masukan terkait branding ikan hias Indonesia untuk memperbesar pasar ikan hias di tingkat global. “Ini penting Pak. Negara harus dorong. Saya sangat dukung ini,” ujarnya.
Terkait kesiapan para pembudidaya udang untuk memajukan budidaya perikanan di Indonesia, Menteri Edhy mengapresiasinya. Meskipun begitu, ia mengatakan akan mendorong sejumlah komoditas perikanan untuk turut menjadi produk budidaya andalan Indonesia. “Memang langkah awal yang paling siap untuk dibudidayakan adalah udang. Tapi tidak hanya udang, ada beberapa komoditas. Mohon masukan dari bapak/ibu semua,” katanya.
Sementara itu, terhadap kendala perizinan yang dialami oleh para pelaku usaha terkait dengan perautran daerah (Perda), Menteri Edhy menyampaikan akan segera mengoordinasikannya dengan Pemerintah Daerah (Pemda) terkait. Dengan begitu, ia berharap ke depannya tidak ada lagi perizinan Pemda yang menghambat atau berlawanan dengan upaya pemerintah pusat untuk mengoptimalkan perikanan budidaya.
Menteri Edhy mengatakan bahwa pada prinsipnya pemerintah berupaya untuk menyederhanakan perizinan. Meskipun begitu, ia menekankan agar para pelaku usaha menjaga komitmennya untuk patuh terhadap aturan dan menjaga keberlanjutan.
“Kalau ada potensi negara yang menghasilkan, kenapa izinnya dipersulit? Oke kita kasih kemudahan. Tapi kalau kemudian kemudahan ini dibikin dan Anda melanggar, kami akan cari Anda. Kita jaga ini sama-sama. Semangat kita kan sama yaitu keberlanjutan,” ucapnya.
Adapun terkait kendala perizinan terminal khusus yang dihadapi oleh para pembudidaya mutiara, Menteri Edhy menyatakan akan mencari solusinya dengan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan.
Tak hanya menanggapi keluhan dan harapan yang disampaikan oleh perwakilan Dunia Air Tawar TMII, Nusatic, Asbumi, dan SCI, Menteri Edhy juga menampung berbagai masukan dari asosiasi budidaya lainnya yang hadir. Ia menekankan akan mempertimbangkan segala masukan tersebut dan mencari solusinya.
Menutup diskusi, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto menyampaikan agar para pelaku usaha terus semangat untuk membangun akuakultur ke depannya. Segala usulan yang telah disampaikan akan ditampung dan dipertimbangkan oleh pemerintah.
“Tentunya kami mengharapkan usulan untuk kita bersama-sama membangun akuakultur ke depan. Ini adalah era kita untuk membangun akuakultur,” tandasnya. (jpp)