Indovoices.com-Dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20 di Riyadh tanggal 22-23 Februari 2020 silam, dibahas pula topik ketahanan dan pengembangan keuangan (Financial Resilience and Development).
Percepatan pengembangan pasar modal penting dilakukan karena pasar modal berperan dalam mendukung pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan dan inklusi keuangan. Untuk mewujudkan hal tersebut, negara-negara G-20 berharap dapat meningkatkan upaya berkelanjutan dalam mengembangkan pasar modal domestik, terutama di negara berkembang dan emerging ekonomi dengan tetap mempertimbangkan keadaan khusus suatu negara (country-specific circumstances).
Indonesia mendukung agenda yang diangkat oleh Arab Saudi dalam rangka memperkuat ketahanan pembiayaan. Dalam hal ini, Indonesia mendukung upaya pengembangan pasar obligasi dengan mata uang lokal (domestik) sebagaimana tersebut dalam G-20 Action to Develop Domestic Bond Market.
Pengembangan ini termasuk upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan investor domestik. Indonesia juga mendukung pengembangan pasar retail untuk lebih dapat mengakomodasi kebutuhan investor kaum millenial dan juga untuk tujuan keuangan inklusif. Indonesia mendukung perkembangan teknologi keuangan dan berupaya untuk memanfaatkan hal tersebut.
Selain upaya perbaikan pasar modal, juga dibahas tentang perbaikan manajemen utang sebagai alat untuk mengakselerasi pembangunan negara. Negara-negara G-20 kembali menegaskan pentingnya upaya bersama antara peminjam dan kreditor, publik, dan swasta, untuk meningkatkan transparansi dan keberlanjutan utang dan mendorong upaya lebih lanjut untuk mengatasi kerentanan utang.
Negara-negara G-20 mendesak International Monetary Fund (IMF) dan World bank Group (WBG) untuk melanjutkan upaya mereka dalam memperkuat kapasitas peminjam dalam bidang pencatatan, pemantauan, dan pelaporan utang, pengelolaan utang, manajemen keuangan publik, dan mobilisasi sumber daya domestik.
Pada sisi lain, negara-negara G-20 mendukung kelanjutan kinerja IMF dan WBG terkait Low-Income Countries (LICs) debt (utang), dan Paris Club (grup informal pejabat-pejabat finansial dari 19 negara terkaya di dunia yang menyediakan layanan finansial seperti strukturisasi hutang, keringanan hutang, pembatalan hutang kepada negara peminjam dan para kreditornya), termasuk keterlibatan yang lebih luas dari kreditor yang baru.
Negara-negara G-20 mendorong pelaksanaan country platform yang efektif di negara-negara yang menjadi negara-negara percontohan (pilot countries) dan mengharapkan laporan atas pelaksanaan mekanisme tersebut. Negara-negara G-20 mendorong implementasi perjanjian kerja sama antara Lembaga Penjamin Investasi Multilateral (MIGA) dan bank pembangunan multilateral lainnya (MDB) untuk meningkatkan peran asuransi risiko politik dalam pembiayaan pembangunan untuk mobilisasi sumber daya sektor swasta yang lebih kuat. (kemenkeu)