Indovoices.com – Sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional, penanganan Corona Virus Disease-19 (Covid-19) dan dampaknya masih menjadi fokus utama pemerintah. Oleh karena itu, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang kini tengah dibahas oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu ditunda.
“Setelah pemerintah membahas, memperhatikan berbagai tanggapan terhadap Rancangan Undang-Undang HIP, maka pemerintah kemudian mengambil keputusan meminta DPR untuk menghentikan, bukan menghentikan, untuk menunda. Karena pemerintah menunda pembahasannya karena memang pemerintah ingin fokus kepada penanganan COVID-19 dan dampaknya, termasuk masalah sosial dan ekonomi dalam rangka upaya pemulihan ekonomi nasional,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin dalam konferensi pers terkait sikap pemerintah mengenai Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi (RUU HIP) melalui video conference di Kediaman Resmi Wapres, Jl. Diponegoro Nomor 2, Jakarta.
Lebih jauh Wapres menjelaskan bahwa keputusan pemerintah tersebut telah mendapat dukungan dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam, di antaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
“Kami menyampaikan terima kasih dan semoga respon ini juga direspon sama oleh ormas-ormas yang lain dan masyarakat demi ketenangan bangsa kita,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan dua poin utama mengenai keputusan pemerintah ini, yakni subtansi dan prosedur. Dari sisi substansi, Presiden menyatakan TAP MPRS No. 25 Tahun 1966 dinyatakan masih sah berlaku dan menjadi jangkauan dari setiap pembicaraan tentang ideologi, termasuk aturan ideologi.
“Pancasila itu adalah lima sila yang merupakan satu kesatuan pemahaman yang harus diutarakan atau dimaknai dalam satu tarikan napas. Tidak bisa satu sila, dua sila, tiga sila, empat sila, tapi lima sila sekaligus sebagai satu kesatuan,” paparnya.
Kedua, dari sisi prosedur, Mahfud mengungkapkan bahwa RUU HIP adalah usul inisiatif DPR. Dalam hal ini pemerintah tidak punya kewenangan untuk langsung mencabut RUU tersebut. Untuk itu, pemerintah menyatakan menunda pembahasannya.
“Itulah sikap pemerintah dalam sebuah legislasi yang sedang berjalan, maka pemeritah minta menunda, pemerintah tidak bisa langsung mencabut karena itu adalah urusan lembaga legislatif, bukan sesuatu yang bisa dilakukan pemerintah,” ungkapnya.
Mahfud menambahkan, dalam proses pembahasan tentang urgensi dan materi dari RUU HIP ini, pemerintah pun meminta kepada DPR sebagai lembaga legislatif untuk mendengar aspirasi masyarakat, banyak berdialog dengan berbagai komponen masyarakat, terutama ormas-ormas keagamaan.
Ketua MUI Buya Basri Bermanda yang turut hadir dalam konferensi tersebut menyampaikan apresiasi yang tinggi atas upaya pemerintah menunda pembahasan RUU HIP ini. Ia pun berharap sikap pemerintah ini mampu meredam kegelisahan masyarakat.
“Pemerintah ini baik sekali dan kami berharap oleh semua ormas Islam, MUI agar menjadikan ini sebagai pendinginan suasana. Kita tetap terus menyikapi atau mengawal DPR selanjutnya dan kalau perlu nanti dialog dengan DPR, mendorong DPR mencabut RUU ini. Kita maklum sekali kalau sudah dishare DPR. Sekali lagi MUI memberikan apresiasi yang tinggi dalam mendampingi kegelisahan umat ini tentang RUU HIP,” ucap Buya Basri.
Sejalan dengan Buya Basri, Sekretaris Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti juga menyampaikan apresiasi atas sikap pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP. Lebih jauh ia menyarankan, agar sikap pemerintah tersebut disampaikan secara tertulis kepada DPR sehingga bisa memberikan kepastian kepada masyarakat, dan langkah ini juga perlu diketahui masyarakat.
Sementara untuk para anggota DPR, Abdul Mu’ti berpesan, sebagai wakil rakyat hendaknya menanggapi aspirasi masyarakat. Ia pun meminta masyarakat untuk tetap tenang menghadapi isu ini.
“Kami mengimbau kepada masyarakat, khususnya umat Islam, Yayasan Muhammadiyah untuk tetap bersikap tenang dan menanggapi persoalan ini secara cerdas, secara cerdik, sehingga kita fokus mengatasi persoalan pandemi Covid ini dan tetap senantiasa menjaga persatuan dan kerukunan,” tegasnya.
Terakhir, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar NU (PBNU) Helmy Faishal Zaini menilai bahwa multi tafsir terhadap RUU HIP melahirkan berbagai analisis politik yang berpotensi melahirkan pertentangan antar ideologi.
“Pancasila itu final dan tidak perlu lagi memerlukan penafsiran-penafsiran karena kita khawatir justru akan mengurangi makna Pancasila itu sendiri. Mengingat sudah begitu banyak penetapan-penetapan maupun perundang-undangan yang telah menentukan kita di dalam berbangsa dan benegara,” terangnya.
Faishal Zaini juga mengapresiasi sikap pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP ini.
“Kami menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya atas sikap yang telah diambil pemerintah. Pemerintah menangkap suasana kebatinan dari masyarakat dengan cepat sehingga kita harapkan masalah ini bisa akan selesai,” ucapnya.
Ia pun mengingatkan, hal yang perlu dilakukan untuk kondisi negara saat ini ialah bekerja sama dalam melawan dan menuntaskan Covid-19. Di samping itu, pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang lain seperti mengentaskan kemiskinan dan recovery bangsa agar tetap kuat tumbuh sebagai bangsa yang besar.
“Sehingga mari bersama-sama kita untuk kembali fokus dalam upaya kita untuk melakukan recovery terhadap pandemi Covid-19,” pungkasnya.(kominfo)