Indovoices.com-Amerika Serikat (AS) melalui kantor perwakilan dagangnya (United States Trade Representative) mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang. Selanjutnya, Indonesia bakal menjadi negara maju.
Selain Indonesia, ada Brasil, India, China, Korea Selatan, Malaysia, Thailand hingga Vietnam yang mengalami nasib serupa.
Fakta-fakta di balik AS memasukkan Indonesia ke negara maju dan segala konsekuensinya, sebagai berikut:
1.Perlakuan Khusus Mau Dihapus
Mengutip South China Morning Post (SCMP), keputusan menjadikan Indonesia dan negara lainnya jadi negara maju, bertujuan agar negara-negara tersebut tidak memperoleh perlakuan khusus dalam perdagangan internasional.
Presiden AS Donald Trump dinilai frustrasi karena World Trade Organization (WTO) memberikan perlakukan khusus terhadap negara-negara berkembang dalam perdagangan internasional.
Bila ada dugaan praktik subsidi negara dalam aktivitas ekspor, standar subsidi negara berkembang yang diperkenankan bisa lebih tinggi dari negara maju. Selain itu, proses investigasi terhadap dugaan subsidi terhadap negara berkembang lebih longgar. Ujung-ujungnya, produk negara berkembang bisa dijual lebih murah dan dapat menggilas produk sejenis di negara maju.
“China dinilai sebagai negara berkembang. India sebagai negara berkembang. AS sendiri disebut negara maju. Menurut saya, AS juga bagian dari negara berkembang,” kata Trump pada bulan lalu saat kunjungan ke Davos, Swiss.
Menurut The Star, AS akan semakin mudah melakukan investigasi dan mengenakan tarif tambahan terhadap negara-negara maju baru seperti Indonesia, India, China, hingga Brasil bila hasil penyelidikan ditemukan adanya subsidi negara dalam aktivitas perdagangan.
Dasar pertimbangan AS lainnya untuk memasukkan Indonesia hingga China ke dalam daftar negara maju ialah kontribusi negara-negara tersebut terhadap perdagangan dunia telah tembus di atas 0,5 persen.
2.Predikat Negara Maju Merugikan Indonesia
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, konsekuensi Indonesia ketika menjadi negara maju yaitu bakal dihapuskannya pula Indonesia sebagai negara penerima fasilitas GSP (Generalized System of Preferences). Dengan fasilitas GSP, Indonesia sebelumnya bisa menikmati fasilitas bea masuk yang rendah untuk ekspor tujuan AS.
Bhima mengatakan, peniadaan GSP dengan status menjadi negara maju bisa menyebabkan meningkatnya beban tarif bagi produk ekspor asal Indonesia yang selama ini mendapat insentif. Saat ini menurutnya, ada total 3.572 produk Indonesia memperoleh fasilitas GSP.
“Pastinya rugi, karena fasilitas perdagangan yang selama ini dinikmati Indonesia akan dicabut,” ujar Bhima.
Lebih lanjut, Bhima pun menyebut, nantinya Indonesia juga bisa kehilangan potensi ekspor yang besar ke AS. Utamanya berkaitan dengan produk-produk unggulan seperti tekstil dan pakaian, sebab insentifnya dihapus.
Sehingga, ia bilang, defisit neraca perdagangan Indonesia bisa makin lebar. Per Januari 2020 ini, defisit Indonesia mencapai USD 864 juta.
“Kalau Indonesia tidak masuk GSP lagi kita akan kehilangan daya saing pada ribuan jenis produk. Ekspor ke pasar AS terancam menurun khususnya sektor tekstil dan pakaian jadi. Ini ujungnya memperlebar defisit neraca dagang,” kata dia.
Mengutip data statistik Kementerian Perdagangan (Kemendag), Amerika Serikat (AS) merupakan mitra dagang terbesar kedua Indonesia setelah China. Pada 2019, nilai perdagangan Indonesia-AS mencapai USD 26,975 miliar.
Ekspor Indonesia ke AS sebesar USD 17,720 miliar, sedangkan Impor Indonesia dari AS sebesar USD 9,255 miliar. Indonesia tercatat mengalami surplus perdagangan dengan AS hingga USD 8,464 miliar.
3.Disebut Negara Maju, Indonesia Ternyata Belum Naik Kelas
Mengutip laporan Bank Dunia, kelas kelompok sebuah negara dilihat dari sudut pandang ekonomi. Ada 4 kategori negara yang dipakai, yakni negara miskin, negara ekonomi menengah ke bawah, negara ekonomi menengah ke atas, dan negara maju atau high income. Standar penilaian yang dipakai adalah Gross National Income (GNP) per kapita.
Menurut Ekonom Senior Faisal Basri, GNP merupakan total Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) dalam satu tahun yang mengeluarkan pendapatan warga asing dari perhitungan. Sebuah negara bisa dikatakan sebagai negara maju atau negara berpendapatan tinggi (high income country), dia harus memiliki GNP per kapita di atas USD 12.055.
Sedangkan negara kategori ekonomi menengah ke bawah (lower-middle income) memiliki GNP per kapita USD 996-3.895 dan negara kategori ekonomi menengah ke atas (upper-middle income) memiliki GNP per kapita USD 3.896-12.055.
Merujuk data tahun 2018 dari Bank Dunia, GNP per kapita Indonesia sebesar USD 3.840. Bila merujuk data tersebut, Indonesia masih berada dalam kelompok negara ekonomi menengah ke bawah atau lower-middle income. Artinya, Indonesia harus melewati fase negara ekonomi menengah ke atas untuk bisa menjadi negara maju dengan GNP per kapita di atas USD 12.055. (msn)