Indovoices.com-Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basrimengkritik keras keputusan pemerintah memberi stimulus berupa penanggungan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 untuk pekerja berpenghasilan tetap. Keputusan pemerintah itu dinilai tak tepat bila ditujukan sebagai stimulus dalam rangka memitigasi dampak wabah virus Corona.
Pasalnya, menurut Faisal Basri, tidak semua karyawan berpenghasilan tetap terdampak secara langsung oleh virus Corona. “PNS misalnya. Apa mereka terdampak corona? Kan tidak,” katanya dalam diskusi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta Selatan, Kamis, 12 Maret 2020.
Ia juga tak sepakat bila stimulus itu merupakan insentif dari pemerintah untuk menggenjot daya beli masyarakat. Kalau memang tujuan stimulus seperti itu, menurut Faisal, pemerintah seharusnya fokus membantu karyawan yang terdampak virus Corona.
Masyarakat yang terdampak oleh virus Corona, menurut Faisal Basri, di antaranya para pedagang kecil yang kondisi keuangannya rentan. “Secara moral, yang kita bantu kan yang terdampak. Kalau untuk menaikkan daya beli, beri saja semua warga negara Indonesia misalnya sejuta untuk belanja.”
Lebih jauh, Faisal menyarankan, jika ada anggaran negara berlebih, sebaiknya digunakan untuk membeli alat tes Covid-19 karena potensi penyebaran masih besar di tengah mobilitas warga yang tinggi. “Jika negara masih ada uang, gunakan untuk sebar kit untuk tes, berapa persen yang sudah tes,” katanya.
Pernyataan Faisal tersebut menanggapi stimulus jilid kedua yang akan diumumkan dalam waktu dekat untuk memperkuat daya beli masyarakat. Stimulus itu di antaranya penanggungan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 serta penangguhan PPh Pasal 22 dan Pasal 25 selama enam bulan.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain terkait dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan Orang Pribadi dalam negeri. Adapun PPh Pasal 22 adalah Pajak Penghasilan Badan atas kegiatan impor barang konsumsi yang dipungut dari Wajib Pajak yang melakukan impor atau dari pembeli atas penjualan barang mewah.
Sementara PPh Pasal 25 merupakan pungutan pajak kepada Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan yang memiliki kegiatan usaha dan diwajibkan membayar angsuran PPh setiap bulan. “Dalam enam bulan, kita review lagi, efeknya seperti apa,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.