Indovoices.com-Aksi massa 212 pada Jumat (21/2) menyuarakan berbagai macam kritik untuk sejumlah sektor. Mulai dari politik hingga ekonomi, termasuk kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT ASABRI (Persero), hingga persoalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Tak hanya itu, massa 212 juga menyinggung Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Massa aksi 212 tidak menyebut secara rinci kasus apa yang melibatkan Ahok. Namun mereka menuding, Ahok dilindungi oleh pimpinan KPK era Agus Raharjo.
“Supaya Anda sadar bahwa di samping kasus penistaan agama, sebetulnya Ahok itu punya sekitar 6-10 kasus korupsi lagi,” ungkap Marwan Batubara, mantan anggota DPD RI, saat berorasi di lokasi demo.
Meski demikian, pemerintah menilai wajar mengenai aksi massa tersebut. Untuk lebih lengkapnya, berikut rangkum respons pemerintah hingga politisi terkait massa 212 yang menyindir Ahok.
Menteri BUMN Erick Thohir
Erick menilai, aksi massa 212 kemarin merupakan hal yang wajar. Di era demokrasi saat ini, menyampaikan pendapat berbeda atau di muka umum bisa dilakukan siapa saja.
Akan tetapi, Erick yakin memilih Ahok duduk di kursi nomor satu di Pertamina merupakan hal yang tepat. Dia merasa selama tiga bulan belakangan, kinerja Pertamina bagus usai perombakan jajaran direksi dan komisaris.
“Saya rasa era di Indonesia adalah demokrasi, ketika ada sebagian kelompok mengemukakan pendapat bahwa ada ketidakpuasan itu ya normal saja. Tetapi apa yang dilakukan daripada komisaris dan direksi, saya tidak mau dikotomi komisaris dan direksi, di Pertamina tiga bulan terakhir saya rasa baik,” kata Erick di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta.
Erick pun memastikan akan terus memantau kerja direksi dan komisaris BUMN mengacu pada target dan capaian dari Key Performance Index (KPI). Tak hanya ke Pertamina, hal yang sama juga dilakukan Erick pada BUMN lain.
Kata dia, KPI penting dikejar karena ia tak ingin sering gonta-ganti kepengurusan BUMN. Dia ingin direksi atau komisaris yang diangkat saat ini bisa menjabat sampai selesai.
“Jangan direksi ini ditakut-takuti gonta-ganti posisi apakah dalam satu tahun dilepas, saya tidak mau. Kenapa? Karena yang namanya membangun sebuah usaha perlu kontinuitas, tetapi KPI harus tetap tercapai. Saya tidak mau pergantian itu karena hal-hal personal, selama KPI nya jalan. Biarkan direksi BUMN bekerja jangan ditakut-takuti nanti diganti begitu. Yang diganti itu yang tidak sesuai dengan KPI,” ucapnya.
Menteri BUMN Erick Thohir
Erick menilai, aksi massa 212 kemarin merupakan hal yang wajar. Di era demokrasi saat ini, menyampaikan pendapat berbeda atau di muka umum bisa dilakukan siapa saja.
Akan tetapi, Erick yakin memilih Ahok duduk di kursi nomor satu di Pertamina merupakan hal yang tepat. Dia merasa selama tiga bulan belakangan, kinerja Pertamina bagus usai perombakan jajaran direksi dan komisaris.
“Saya rasa era di Indonesia adalah demokrasi, ketika ada sebagian kelompok mengemukakan pendapat bahwa ada ketidakpuasan itu ya normal saja. Tetapi apa yang dilakukan daripada komisaris dan direksi, saya tidak mau dikotomi komisaris dan direksi, di Pertamina tiga bulan terakhir saya rasa baik,” kata Erick di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta.
Erick pun memastikan akan terus memantau kerja direksi dan komisaris BUMN mengacu pada target dan capaian dari Key Performance Index (KPI). Tak hanya ke Pertamina, hal yang sama juga dilakukan Erick pada BUMN lain.
Kata dia, KPI penting dikejar karena ia tak ingin sering gonta-ganti kepengurusan BUMN. Dia ingin direksi atau komisaris yang diangkat saat ini bisa menjabat sampai selesai.
“Jangan direksi ini ditakut-takuti gonta-ganti posisi apakah dalam satu tahun dilepas, saya tidak mau. Kenapa? Karena yang namanya membangun sebuah usaha perlu kontinuitas, tetapi KPI harus tetap tercapai. Saya tidak mau pergantian itu karena hal-hal personal, selama KPI nya jalan. Biarkan direksi BUMN bekerja jangan ditakut-takuti nanti diganti begitu. Yang diganti itu yang tidak sesuai dengan KPI,” ucapnya.
Sandiaga Uno
Selain pemerintah, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno juga memberikan pernyataannya.
Aksi 212 itu pun menyindir Ahok yang masih tergabung dalam dunia politik. Ahok saat ini aktif sebagai politisi PDIP.
Selain Ahok, sebenarnya ada juga nama politisi PDIP lainnya, yakni Pataniari Siahaan, yang dipercaya menjadi Komisaris Independen PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Terakhir ada dua politisi jadi Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Mereka adalah Dwi Ria Latifa dan Zulnahar Usman.
Ria merupakan politisi PDIP yang pernah menjadi anggota DPR periode 2014-2019 serta caleg PDIP pada Pileg 2019. Sedangkan Zulnahar merupakan Bendahara Umum Partai Hanura.
Meski demikian, Sandi menilai sah-sah saja politisi menduduki jabatan di BUMN. Asalkan, orang tersebut mampu dan memiliki rekam jejak yang tinggi untuk menjadi salah satu bos di perusahaan pelat merah.
“The right man in the right place. Jadi politisi itu kita latar belakang ada yang pengusaha, ada yang akademisi. Selama tidak ada aturan yang dilanggar dan tidak ada benturan kepentingan, kita harus memberikan peluang kepada siapa pun juga yang patut dan memiliki rekam jejak yang bagus,” ungkap Sandiaga.
Menurut Sandi, selama ini biang kerok masalah di BUMN adalah soal tata kelola. Buruknya tata kelola membuat korupsi seolah-olah menjadi hal yang identik dengan perusahaan milik negara.
Sandi berpendapat, yang dilakukan oleh Erick adalah semata-mata untuk memperbaiki tata kelola tersebut. Dengan menempatkan politisi yang mumpuni, harapannya perusahaan-perusahaan BUMN bisa menerapkan Good Corporate Governance (GCG).
“Masalah utama BUMN itu di governance, tata kelola. Itu harus kita atasi. Keinginan Pak Erick, harus kita dukung,” tambahnya. (msn)