Dalam Tahun Politik ini, Negara diibaratkan seperti sebuah Gedung Bioskop dengan beberapa Studio. Studio yang menyuguhkan dua Biografi yang disertai intrico dan drama dalam bentuk episode film kehidupan yang berbeda.
Film pertama menceritakan mengenai sesosok anak manusia yang jujur dan membela negara, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Sosok yang selalu mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan praibadinya.
Sosok ini bernama Bapak Ir Haji Joko Widodo. Film yang akan diputar di studio Negara ini merupakan Sequel dari film sebelumnya yang menceritakan keberhasilannya dalam membangun negara dan mlengharumkan Indonesia di mata dunia. Film yang menceritakan kehebatan seorang pemimpin NKRI yang berani hadir di negara penuh perang seperti Afghanistan hanya untuk menghormati sang pemimpin negara itu tanpa menggunakan Bulletproof vest.
Film yang menceritakan Presiden NKRI pertama yang menghadirkan 2 sosok pemimpin fenomenal Korea Utara dan Korea Selatan di negara sendiri dan saling berdamai.
Film ini meraih penghargaan di mata dunia karena diisi oleh bintang film yaitu Pemimpin NKRI yang bisa merakyat, sosok yang welas asih dengan rakyatnya, pemimpin yang empati dan penuh Visi sehingga dia sanggup menghadirkan infrastruktur hampir di seluruh bumi Nusantara dan setiap kunjungan kerjanya, ratusan bahkan jutaan masyarakat menyapanya dengan histeris dan tangisan kekaguman.
Karena melejitnya film sebelumnya, maka masyarakat yang notabene penonton film ini merasa dilegakan saat muncul film Sequel dari film perdananya. Film lanjutannya diawali dengan intrik yang menegangkan tanpa Stuntman. Dalam Episode ini Pak Jokowi akan memulai kisah filmnya menjadi sesosok anak yang berbakti dan budiman.
Partai pendukungnya dalam episode ini memerankan sebagai “Orang tua” yang memilihkan pasangan untuk Pak Joko Widodo. Salah satu partai berperan sebagai “Ibu” yang kolot bahwa pilihan adalah wejangan sehingga sang anak harus mengikuti pilihan si ibu.
Partai lainnya berperan sebagai “Sang ayah” yang juga memberikan pilihan. Baik “Ayah” dan “ibu” saling bersitegang dan mengancam akan bubar jika Pilihannya tidak diakomodasi. Saat itu posisi “Anak” sudah punya pilihannya sendiri, sehingga untuk mencegah “orang tua” bercerai, dia memilih agar pasangannya hanya bisa jadi sebatas “Teman main” saja, dan dia mengikuti arahan “orang tua” agar tidak melanggar Persatuan Indonesia.
Untuk mencegah “Perceraian”, akhirnya sang “Anak” memilih pasangan yang disetujui kedua belah “Orang tua”. Episode terputus karena Penulis harus melihat ke studio lain untuk melihat perbandingan film lainnya.
Di Studio lainnya, sedang memutar film “Partai Oposisi” yang mengisahkan “anak” yg mau nikah sebagai analogi dari seorang Mantan Jendral yang gagal terus menjadi presiden dan ini adalah percobaan ketiga kalinya.
Dalam hal ini dia juga didukung oleh partai partai yang berperan sebagai “Ayah” dan “ibu” , si “ayah” kasih calon yg dari status cukup jauh dari si anak (karena dia bekas Jendral sementara pilihan “Sang ayah” adalah Mayor), “si ibu” kasih calon dari tokoh beragama (Para calon sempat melakukan rapat Itjima Ulama hingga menelurkan beberapa Ustadz dan Habib), tapi mereka cuman sanggup kasih umat namun kepentok di dana.
Si anak takut rugi kalau dia harus keluar dana banyak, si “anak” gak mau pilihan ayah karena bisa jatuh kehormatan jika harus menikah dengan yang strata statusnya jauh dibawah si anak, pilihan ibu keuangan si anak bisa seret apalagi calon si ibu cuman Ahli dakwah dan mengumpulkan massa saja tapi dana terbatas.
Akhirnya si anak gaet “Istri orang” (karena sebenarnya si calon sudah menjadi pasangan Gubernur di DKI Jakarta) yang kebetulan dia kenal yang lumayan tajir, kan nantinya bisa tuh kongkalikong soal dana nikah apakah ditalangin dulu atau share di kemudian hari.
Akhirnya jadi juga walaupun ada yang Baper dan ada yang jadi Kardus. Apalagi ada desas desus bahwa “si istri orang” lempar dana 500 M sehingga calon si “Ibu” diam dan lempar Janji manis agar calon si “Bapak” diam.
Sehingga resmilah mereka menjadi calon memBOSANkan karena tidak ada Program (Palingan program OK OCE lagi) tapi isi film hanya soal sebar sebar upeti saja.
Nah, Masyarakat itu dari sekarang sampai nanti menunggu di depan Loket Studio, film mana yang akan dinikmati sambil makan Popcorn. Yang jelas Bioskop yang digunakan untuk menonton kedua film adalah hasil dari Kinerja dari film dari Studio pertama karena pemain utama dari film dari Studio kedua hanya membaca naskah dari rencana kerja yang pastinya akan penuh dengan kata “AKAN”
Para “Penonton”, Pintu semua Studio telah dibuka, bagi anda yang sudah punya karcis, diharapkan segera masuk.
Penulis: Y. Suherman