Indovoices.com –Pemerintah diharapkan tidak melakukan tebang pilih atau diskriminatif dalam menangani Covid-19 di Indonesia. Hal itu diungkapkan Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman.
Pernyataan Dicky tersebut untuk menanggapi penambahan kasus Covid-19 sebanyak lebih dari 5.000 kasus per hari dalam dua hari terakhir, yaitu Jumat (13/11/2020) dan Sabtu kemarin. Menurut dia, penambahan kasus yang mencapai rekor baru di Indonesia itu disebabkan antara lain karena masih banyaknya keramaian atau kerumunan orang di tengah pandemi.
Dia mengatakan, siapa saja, utamanya pemerintah, atau tokoh publik bertugas untuk mencegah keramaian massa. Dia berharap agar pemerintah benar-benar menyikapi secara serius kasus Covid-19 di Indonesia.
“Pengendalian terhadap atau pembatasan terhadap keramaian massa itu juga tidak boleh tebang pilih. Harus tegas, jelas, harus siap. Tidak hanya melarang demo saja, dan lainnya, termasuk juga pilkada (pemilihan kepala daerah) itu dalam kategori keramaian ini,” kata Dicky.
Ia menyebutkan bahwa pilkada pun rawan menyebabkan terjadinya lonjakan kasus baru. Dicky berpendapat, apabila pilkada tetap dilakukan pada Desember mendatang, bisa menjadi bom bunuh diri lonjakan kasus. Efek dari adanya pilkada jika tetap dilakukan, akan terlihat pada 2021 ketika kasus semakin bertambah banyak per hari.
“Kita akan mengalami puncak yang panjang. Artinya, cepat atau lambat akan terjadi kematian yang tinggi dan tidak terhindarkan,” ujarnya.
Dicky melihat, keramaian di tengah pandemi tidak hanya terjadi belakangan yang menyebabkan lonjakan kasus hingga menembus angka 5.000 per hari. Dia mengkhawatirkan pandemi di Indonesia akan berlangsung lama. Bahkan, ia menyebut hingga kini Indonesia belum selesai menghadapi gelombang pertama Covid-19.
“Artinya gelombang pertama Covid di Indonesia ini belum selesai. Kurva kita terus meningkat. Kita masih jauh dari usai,” terang Dicky.
Pada Sabtu kemarin, Indonesia melaporkan 5.272 kasus baru Covid-19, sehingga total kasus Covid-19 menjadi 463.007. Tambahan kasus baru yang menembus angka 5.000 itu merupakan yang kedua setelah laporan harian tertinggi dikonfirmasi pada Jumat dengan 5.444 kasus. Kenaikan kasus itu terjadi dua minggu setelah libur panjang pada akhir Oktober 2020.(msn)