Ada ungkapan “orang miskin dilarang sakit” untuk menggambarkan betapa mahalnya biaya pengobatan sakit penyakit di era modern saat ini. Jangan coba-coba masuk rumah sakit jika tidak memiliki uang puluhan juta rupiah. Bisa-bisa anda malu karena ditolak…
Tetapi itu dulu, sekarang sudah tidak lagi. Sejak bupati Belitung Timur, Basuki Tjahaja Purnama sukses dengan kebijakan yang menjamin biaya pengobatan warga miskin, kini kepala daerah lain berlomba-lomba memberikan jaminan kesehatan bagi warganya di daerah masing-masing. Pendek kata, warga miskin sudah boleh sakit…
Sehingga mau tak mau, suka tidak suka harus jujur kita akui bahwa Ahok punya peran penting dibalik program jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat di Indonesia ini. Kebijakan yang sukses dia terapkan di Belitung Timur menjadi cikal bakal lahirnya BPJS Kesehatan di level nasional.
Pasion Ahok dalam bidang kesehatan tidak cukup sampai disitu. Ketika dirinya terpilih menjadi wakil gubernur Jakarta mendampingi Jokowi, Ahok langsung berencana mendirikan rumah sakit khusus kanker Sumber Waras. Mimpinya dilatar belakangi banyaknya warga miskin penderita kanker yang tidak tertampung lagi di rumah sakit Dharmais.
Sayang, mimpinya harus kandas dan rumah sakit Sumber Waras hanya menjadi cita-cita yang tak kesampaian Ahok yang saya tuliskan dalam serial kisah kasih tak sampai Ahok untuk warga Jakarta.
Ahok memimpikan rumah sakit ini lengkap dengan 500 kamar apartemen untuk tempat tinggal warga miskin yang sanak saudaranya menderita penyakit kanker dan sudah stadium empat. Ahok ingin agar warga miskin meninggal dalam keadaan terhormat seperti layaknya orang kaya.
Perhatikan apa yang diucapkan Ahok terkait mimpinya membangun rumah sakit Sumber Waras ini :
“Nanti ada apartemen untuk keluarga pasien yang kurang mampu. Kalau yang kaya kan bisa pulang, lalu panggil suster yang urus. Kalau yang miskin, kan pas dia di sana bisa ada yang masakin, ada yang urus. Daripada mereka harus bolak-balik ke rumah, belum tentu ada yang urus,”
“Seenggaknya, kalau dia meninggal dunia, ada harga dirinya sebagai orang kaya,” lanjut Ahok.
Sungguh mulia dan islaminya hati seorang Ahok, dia ingin mengangkat derajat orang miskin yang sakit agar jikapun dipanggil Tuhan, mereka meninggal dengan terhormat.
Namun sekali lagi sayang seribu sayang, angan tinggallah angan. Mimpinya terganjal identitasnya yang double minoritas. Ahok dianggap tidak pantas memimpin Jakarta karena tidak seiman.
Sekarang jangan tanya lagi bagaimana kelanjutan rumah sakit ini. Statusnya saja tidak jelas. Pembelian lahan diperkarakan karena dianggap menyalahi aturan. Mengharap gubernur baru melanjutkan cita-cita mulia Ahok bak pungguk merindukan bulan…
Inilah kisah kasih tak sampai Ahok yang keempat atau yang terakhir yang sempat saya tuliskan. Sejujurnya banyak sekali kabijakan maupun pembangunan yang diimpikan Ahok tetapi belum terlaksana.
Sebut saja PBB gratis bagi warga yang sudah pensiun, villa jompo full service gratis, sertifikasi pekerja PPSU, normalisasi 100 persen kali Ciliwung, Kos kosan murah diatas pasar tradisional, bioskop murah untuk warga miskin, sungai Jakarta jernih seperti Korea, dan seabreg fasilitas publik lainnya dari hasil memalak pengusaha (baca : dana CSR).
Namun jelas terlalu banyak dan tak cukup satu buku untuk menuliskannya. Mungkin suatu saat akan saya tulis, tentu saja jika ada pihak yang mau mensponsorinya…hehe
Selamat merindukan mimpi-mimpi Ahok.