Indovoices.com –Polri mengklaim telah bekerja secara profesional dan proporsional dalam pengamanan aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beberapa waktu lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono menyebut tidak ada laporan terkait dugaan kekerasan yang dilakukan oleh polisi saat mengamankan unjuk rasa.
Sedangkan, Amnesty International Indonesia menemukan ada 43 insiden kekerasan yang dilakukan oleh aparat dalam demonstrasi di berbagai daerah pada 6 Oktober hingga 10 November 2020.
“Saya sudah crosscheck ke Polda Metro Jaya, ke polda-polda jajaran dan Divisi Propam Polri di bagian Yanduan, sampai detik ini tidak ada laporan kekerasan yang dilakukan oleh Polri,” ungkap Awi di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (3/12/2020).
Menurut Awi, selalu berpedoman pada peraturan yang berlaku dalam melaksanakan pengamanan. Salah satunya, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Dalam Pasal 5 Perkap tersebut terdapat enam tahap penggunaan kekuatan oleh polisi. Tahap pertama adalah pencegahan, yakni dengan kehadiran polisi, menyiagakan pasukan hingga mobil water cannon. Tahap kedua adalah imbauan secara lisan.
Tahap ketiga yaitu kendali tangan kosong. Tahap berikutnya disebut kendali tangan keras, di mana aparat kepolisian mulai memegang tameng dan tongkat.
Apabila ada eskalasi massa yang mulai melakukan pelemparan dan pembakaran, polisi menjalankan tahap kelima yaitu kendali senjata tumpul, gas air mata, pepper spray, atau alat lain sesuai standar Polri.
Terakhir, tahap keenam adalah penggunaan senjata api atau alat lain yang dapat menghentikan tindakan pelaku kejahatan.
“Selama ini yang kita kerjakan penanganan demo yang kemarin anarkistis itu, kita masih menggunakan tahap 5. Padahal yang (tahap) 6 itu ada, kita diperbolehkan di sini menggunakan senjata api, tapi kita tidak gunakan,” ucapnya.
Jika dibandingkan dengan negara lain, Awi mengklaim, anggota Polri tergolong sabar dalam menghadapi pedemo selama ini.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, temuan 43 insiden kekerasan yang dilakukan oleh aparat merupakan hasil verifikasi dari 51 video aksi kekerasan. Verifikasi dilakukan bersama Crisis Evidence Lab dan Digital Verification Corps Amnesty International.
“Ada sekitar 51 video yang memang kami verifikasi dan menggambarkan setidaknya 43 insiden kekerasan yang secara terpisah dilakukan oleh polisi,” kata Usman, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (2/12/2020).
Dari 51 video yang diverifikasi, setengahnya berisi bukti penggunaan tongkat polisi, potongan bambu dan kayu dan bentuk pemukulan lainnya yang melanggar hukum.
Usman mengatakan, hasil verifikasi menunjukkan polisi di berbagai wilayah terbukti telah melakukan pelanggaran HAM. Respons polisi terhadap pengunjuk rasa juga dinilai telah melecehkan kebebasan berpendapat.(msn)