Indovoices.com– Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) merombak sistem perizinan untuk perguruan tinggi, mencakup pembukaan program studi (prodi) baru dan pendirian perguruan tinggi (PT).
“Dulu kalau mengurus perizinan pembukaan prodi makan waktu lama berbulan-bulan dan tidak jelas kapan izin keluar, kini proses keduanya maksimal hanya 15 hari kerja selama semua persyaratan sudah dipenuhi,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dalam konferensi pers mengenai perizinan perguruan tinggi di Ruang Sidang Utama Lantai 3, Gedung D Kemenristekdikti, Jakarta, Jumat (2/8) lalu.
Menurut Menristekdikti, ada dua aspek dalam mengusulkan perizinan pembukaan program studi (prodi), yaitu aspek dosen dan non dosen. Kedua aspek tersebut kini dievaluasi secara online.
“Proses perizinan secara online menghemat banyak waktu dan anggaran. Pejabat perguruan tinggi tidak perlu lagi bolak-balik ke Jakarta karena semua bisa lewat online. Mereka bisa mengecek prosesnya sudah sampai dimana,” ujar Menristekdikti.
Perubahan lainnya mencakup evaluasi dosen dan non dosen untuk pembukaan prodi saat ini diserahkan pada Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti).
“Pada Maret 2019 perizinan yang diajukan ada 163 prodi ini, ternyata diselesaikan lima hari. Bahkan yang bisa selesai di bawah lima hari sebanyak 82 persen. Berarti di atas 5 hari hanya 18 persen. Untuk April 77 persen, Mei 72 persen, Juni 71 persen, Juli 90 persen (yang selesai di bawah lima hari),” papar Menristekdikti.
Mohammad Nasir menyampaikan pada prinsipnya Kemenristekdikti menyederhanakan perizinan pendirian PT dan pembukaan prodi sambil tetap memastikan pendidikan tinggi Indonesia berkualitas. Apabila PT yang melanggar aturan dalam persyaratan pendirian PT dan perubahan prodi akan diberikan sanksi tegas.
“Proses perizinan perguruan tinggi ini harus cepat tepat dan tidak ngawur. Kalau ada yang ngawur kami akan tindak,” ujar M. Nasir.
Sanksi tegas bagi perguruan tinggi bermasalah, lanjut Menristekdikti, dapat berupa pembinaan hingga penutupan PT maupun prodinya. Ijazah mahasiswa yang diluluskan setelah PT atau prodi tersebut ditutup tidak akan diakui pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti).
“Perguruan tinggi yang baik harus didorong jadi lebih baik. Yang mengajukan perguruan tinggi harus kita permudah. Kalau ada perguruan tinggi yang tidak baik, harus kita evaluasi, kalau perlu ditutup,” ungkap Nasir.
Menristekdikti mengimbau calon mahasiswa dan masyarakat untuk hati-hati dalam memilih perguruan tinggi, jangan sampai masuk perguruan tinggi yang telah ditutup. Dalam periode waktu 2015-2019 terdapat 130 PT yang ditutup, baik karena PT tersebut bermasalah, PT tidak ada proses perkuliahan dan mahasiswa, ataupun permintaan penutupan PT dari pengelola yayasan.
Calon mahasiswa, menurut Nasir, dapat melihat status perguruan tinggi memiliki ijin atau tidak, ataupun perguruan tinggi yang ditutup melalui laman https://forlap.ristekdikti.go.id. (setkab)