Indovoices.com-DNT Lawyers, kuasa hukum WNI yang menjadi ABK di kapal nelayan berbendera China, Long Xing 629, menduga seluruh kliennya dieksploitasi selama bekerja di sana. Selain itu, mereka juga menduga seluruh WNI tersebut merupakan korban perdagangan orang.
Salah satunya adalah karena seluruh ABK diwajibkan bekerja selama 18 jam sehari. Itu pun, jika tangkapan sedang melimpah, mereka bisa bekerja terus menerus selama 48 jam tanpa istirahat.
“ABK Indonesia hanya diberikan air sulingan dari air laut yang masih sangat asin, sedangkan ABK Tiongkok minum air mineral dalam kemasan botol,” kata DNT Lawyers dalam keterangan tertulisnya.
Padahal, menurut beberapa penelitian, terlalu banyak minum asin bisa menyebabkan hipertensi dan gangguan jantung. Para ABK Indonesia juga diberi makan umpan ikan yang menyebabkan mereka gatal-gatal dan keracunan.
“ABK Indonesia diberi sayur-sayur dan daging ayam yang sudah ada di freezer sejak 13 bulan, sedangkan ABK Tiongkok selalu memakan dari bahan yang masih segar yang di-supply kapal lain dalam satu grup,” lanjut keterangan DNT Lawyers.
Tak hanya itu, dua orang ABK Indonesia diduga menjadi korban kekerasan oleh wakil kapten dan ABK Senior dari Tiongkok.
Dengan cara kerja yang tidak manusiawi, para ABK Indonesia juga tidak mendapatkan gaji utuh selama tiga bulan pertama dengan alasan dipotong biaya administratif. Padahal, dalam UU Perlindungan pekerja Migran Indonesia, pembebanan biaya rekrutmen kepada pekerja adalah tindak pidana.
“Pembayaran gaji tidak sesuai kontrak. ABK tidak mendapatkan haknya sesuai perjanjian. Ada ABK yang hanya mendapatkan USD 120 atau Rp 1,7 juta setelah bekerja selama 13 bulan. Padahal seharusnya ABK berhak mendapatkan minimum 300 USD setiap bulan,” tulisnya.
Kontrak kerja atau perjanjian kerja laut yang sudah dibuat pun tidak menguntungkan para ABK Indonesia. Dalam kontrak tersebut dicantumkan jika jam kerja tidak terbatas dan ditentukan oleh kapten, hanya boleh makan yang disiapkan dan tidak boleh protes, tidak boleh membantah, hingga tidak boleh kabur.
“Kontrak kerja itu juga memuat informasi yang tidak benar, seperti misalnya dalam kontrak disebut kapal berbendera Korea Selatan, nyatanya kapal berbendera Tiongkok,” lanjutnya.
Selama 13 bulan, kapal ini diduga terus berada di laut tanpa pernah berlabuh untuk menghindari pemeriksaan petugas pelabuhan. Selain agar aktivitas ilegal mereka tidak ketahuan, cara ini juga dilakukan agar para ABK Indonesia tidak bisa mengadu ke pihak lain.(msn)