Indovoices.com-Kebijakan Susi Pudjiastuti selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di periode pertama Presiden Joko Widodo memimpin begitu populer meski menuai pro dan kontra. Kebijakan yang begitu melekat dari Susi adalah soal penenggelaman kapal pencuri ikan.
Tidak heran kata ‘tenggelamkan’ begitu sering diucapkan oleh Susi. Susi memang tak segan-segan menenggelamkan kapal yang terbukti melanggar peraturan. Tidak kurang ada 556 kapal pencuri ikan yang telah ditenggelamkan selama Susi menjabat. Susi juga sudah biasa mengabadikan momen tersebut.
Namun, kata ‘tenggelamkan’ mulai jarang terdengar setelah Susi digantikan oleh Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di periode kedua Jokowi memimpin. Apalagi, Edhy juga mulai terang-terangan membatalkan kebijakan penenggelaman kapal yang biasa dilakukan Susi.
Apa saja kebijakan Susi yang dibatalkan Edhy sampai sejauh ini yang ramai dibicarakan publik?
Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan
Dari awal menjabat, Edhy memang sering ditanya mengenai penenggelaman kapal. Edhy pernah meminta masyarakat untuk move on dari kebijakan tersebut.
Sampai akhirnya Edhy mengambil keputusan bahwa kapal pencuri ikan harus dimanfaatkan ketimbang ditenggelamkan.
“Berdasarkan Bapak Menteri (Edhy Prabowo) setelah bertemu Kejaksaan Agung, sudah ada komitmen terbangun bahwa kita tidak lagi memusnahkan dengan cara ditenggelamkan, tapi untuk memanfaatkan apakah untuk hibah atau untuk masuk kas negara. Jadi buat saya kedepan insyaallah akan seperti itu,” kata Inspektur Jenderal KKP, Muhammad Yusuf, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR.
Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Nilanto Perbowo, mengatakan nantinya akan ada dua opsi untuk kebijakan penenggelaman kapal pencuri ikan.
“Untuk penenggelaman kapal pada intinya sekarang ini mengedepankan apakah dilelang atau untuk negara, itu kita tunggu (keputusan menteri),” cetusnya.
Ekspor Benih Lobster
Kebijakan yang banyak dibicarakan juga adalah soal benih lobster. Susi telah melarang perdagangan benih lobster atau lobster di bawah ukuran 200 gram atau yang berupa benih.
Susi saat itu meminta lobster bertelur tidak dijual-belikan keluar Indonesia. Beleid yang menaunginya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penangkapan Lobster.
Namun, Edhy Prabowo memiliki rencana untuk membuka ekspor benih lobster dengan menggunakan sistem kuota. Salah satu negara tujuan ekspor benih lobster adalah Vietnam.
Edhy mengakui bahwa rencananya ini menimbulkan polemik dan gaduh. Tapi dia punya alasan mengapa ada ide untuk membuka ekspor benih lobster. Edhy mengklaim bahwa benih lobster apabila tidak dibesarkan atau dibudidaya, dia akan mati.
“Benih lobster ini kalau tidak kita budidayakan, tidak kita besarkan sendiri, kita tidak lakukan pemanfaatannya, dia secara alamiah yang hidup itu maksimal 1 persen,” kata Edhy di gedung KKP, Gambir, Jakarta.
Untuk itu, solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mengekspor benih lobster dengan sistem kuota. Mengapa dengan kuota? Karena sebagian besar benih lobster nantinya tetap akan dibesarkan di alam. Sedangkan sebagian lain didistribusikan untuk budi daya di dalam negeri.
Selain itu, Edhy menyatakan banyak nelayan yang menggantungkan hidupnya dengan mencari benih lobster. Sehingga apabila dilarang seperti sekarang, maka mereka kehilangan pekerjaan.
“Ada masyarakat kita yang hidupnya tergantung nyari benih lobster itu, supaya dia bisa dapat uang, dapat hidup. Kalau tiba-tiba kita larang perdagangan lobster ini, benih lobster ini, jadi pekerjaannya apa? Saya hanya memutus bagaimana mereka bekerja itu lho. Ribuan orang tergantung dalam ini, ini dulu yang harus dicari jalan keluarnya. Sudah terjadi beberapa tahun, ini tugas saya mencari jalan keluarnya yang memang simulasinya banyak,” jelasnya.
Reklamasi Teluk Benoa
Sebelum lengser, Susi Pudjiastuti memutuskan Teluk Benoa ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Dengan keputusan ini, rencana reklamasi Teluk Benoa dipastikan batal.
Pembatalan reklamasi tersebut tertera dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 46/KEPMEN-KP/2019 tentang Konservasi Kawasan Maritim Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali, tanggal 4 Oktober 2019 yang ditandatangani oleh Susi Pudjiastuti.
Namun, keputusan tersebut kembali tidak sejalan dengan apa yang dipikirkan Edhy Prabowo. Edhy mengatakan bahwa pihaknya masih akan melakukan evaluasi bersama para pejabat eselon dan ahli. Pihaknya mengaku tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan terkait Teluk Benoa.
“Semua yang terjadi di internal kita akan saya bongkar, akan saya lihat, kami tidak bisa gegabah dalam kebijakan nasional,” ujar Edhy ketika ditemui di Gedung Mina Bahari III KKP, Jakarta.
Kabar Edhy yang masih mengkaji kebijakan tersebut sampai juga ke telinga Gubernur Bali I Wayan Koster. Koster menegaskan kebijakan pemberhentian reklamasi teluk benoa sudah final.
Di hadapan warga, dia berkomitmen dan berjanji memastikan kawasan konservasi Teluk Benoa tidak akan diganggu gugat.
“Saya mendapat berita menteri kelautan yang baru ingin mengevaluasi surat keputusan ini. Tapi saya pastikan saya akan hadapi situasi ini tidak akan saya biarkan saya lindungi,” kata Koster saat pidato akhir tahun di Taman Budaya Art Center, Denpasar, Bali. (msn)