Indovoices.com-Revolusi industri 4.0 berlangsung begitu pesat, mulai dari zaman mesin uap kini sudah sampai ke digital life, juga mulai dari deret hitung sampai deret ukur. Dan, ekonomi digital menyangkut semua aspek. Seperti smart learning, smart factory, smart e goverment dan lainnya, semua terintegrasi dalam ekonomi digital.
Demikian disampaikan Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Iskandar Simorangkir dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (Dismed FMB’9) bertajuk “Transformasi Digtal: Untung atau Buntung” di Ruang Rapat Utama, Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Jakarta.
Iskandar menjelaskan, ada sebuah momen yang menarik, suatu ketika pihak Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekenomian bertemu dengan Jack Ma, pendiri Alibaba. Dalam kesempatan itu, Kemenko Perekonomian meminta Jack Ma menjadi sebagai adviser e-commerce.
“Ketika ditanya tentang peran manusia di tengah ekonomi digital yang terus berkembang pesat, Jack Ma percaya ke depan manusia tinggal berlibur saja. Karena suatu hari nanti, semua sudah diatur secara digital. Dan, apa yang semua lakukan akan tercatat secara komputerisasi,” jelas Iskandar.
Lantas, Ketua Sekretariat DNKI kembali bertanya, kalau semua dilakukan secara digital, bagaimana peran manusianya? Saat itu, Jack Ma menjawab, manusianya tinggal santai-santai saja. Apa bisa manusia seperti itu? Pertanyaannya ini dilontarkan agar manusia bisa membuka mata bahwa kelak segala sesuatunya bisa mudah. Namun di balik itu semua, tetap ada tantangan yang akan dihadapi.
“Lihat beberapa lembaga yang mengamati perkembangan digital kita, seperti Indonesia dan ASEAN. Contohnya ekonomi internet. Perkembangan yang paling pesat adalah Indonesia, ada 5 unicorn di dunia seperti traveloka, bukalapak, dan lainnya,” ulas Iskandar.
Kenapa Indonesia lebih cepat perkembangannya, Iskandar menjelaskan, dengan penduduk 260 juta jiwa Indonesia merupakan market potensial untuk ekonomi digital. Tentunya dengan perkembangan yang begitu pesat, tetap ada pro dan kontra, dan itu sesuatu yang wajar.
“Kita harus melakukan mitigasi atas itu. Kalau dilihat dari sisi inovasi digital, muncul sharing ekonomi. Dulu kita hanya barter, kemudian muncul uang sebagai alat pembayaran yang sah. Tapi dengan digital dengan model barter yang dulu bisa terjadi dengan mudah melalui IT,” jelas Iskandar
Selain Ketua Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) Iskandar Simorangkir, turut hadir sebagai narasumber Dismed FMB’9 yaitu Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Kennedy Simanjuntak, Dirjen Binalattas Kemnaker Satrio Laleno, dan Pengamat Pendidikan Darmaningtyas. (jpp)