Kejadian yang dialami Prabowo terhadap Kabar yang diberikan oleh Ratna Sarumpaet dan Reaksi dan Tanggapan Jokowi atas maduran yang diberikan Jonan atas harga BBM, memiliki tanggapan yang berbeda.
Kedua issue diatas memiliki nilai dampak politik dan ekonomi yang besar. Tapi saya tidak melihatnya dari sisi politik dan ekonominya saat ini. Saya melihat dari reaksi mereka menerima informasi diatas.
Apa yang mereka alami, seringkali kita juga alami. Bersikap reaktif dan tidak berpikiran panjang. Tentu untuk berpikiran panjang, banyak resiko yang harus ditempuh, begitu pula jika langsung reaktif dan
mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. Yang membedakan adalah Resiko yang dihadapi saat ada pemikiran yang panjang dan pelik jauh lebih minimal dibanding pengambilan keputusan yang
instant walaupun dalam kendisi sama sama menerima masukan dari pihak lain.
Hal ini mengingatkan saya kepada kejadian silam, ketika ibu saya didiagnosa menderita penyakit Deep Vein Thrombosis, bahkan saat itu dokter yang memeriksa ibu saya memberikan Warning yang menakutkan bahwa ini bisa mengakibatkan Pulmonary embolism sebagai dampak dari penyakit Deep Vein Thrombosis, sebagai tindak pengobatan, ibu saya perlu mengkonsumsi berbagai tablet dan pill untuk mengurangi penyakitnya. Deep vein Thrombosis adalah pembentukan gumpalan darah di vena dalam. Jika tidak ditangani dengan dalam akan mengakibatkan stroke dan komplikasi serius. Dokter saat itu memutuskan ibu saya harus dioperasi. Tidak bisa tidak. Jika kami saat itu panik, kami akan langsung mengambil keputusan operasi, tetapi kami mencari opini berikutnya, yaitu bertemu dokter lainnya.
Akhirnya kami bertemu dokter alternatif dan dokter kali ini tidak menawarkan Operasi seperti dokter sebelumnya, dia menyarankan agar ibu saya diberikan suntikan LOVENOX 0.6 mg sehari 2 x 1 tiap 12 jam untuk bertujuan menghancurkan sumbatan / tromboliticnya dan melanjutkan obat sebelumnya yaitu ASCARDIA dan SIMARC2 dan juga rekomendasi untuk olahraga ringan agar otot tidak begitu kaku.
Setelah beberapa kunjungan, dokter yang biasa memeriksa mama saya sepertinya sedang verrugas di luar kota, sehingga digantikan dokter pengganti lainnya. Setelah dicek ulang, ternyata bengkak kaki itu bukan dari penyakit DVT tetapi karena asam urat walaupun memang ada sedikit penggumpalan, tapi kali ini dokter mengecek lebih rinci kedalam massa Otot dan kondisi tulang untuk mengecek dimana yang sebenarnya bermasalah karena kami sekeluarga cukup terkejut karena hasil kedokteran menolak ibu saya terkena DVT tapi lebih ke asam urat.
Karena galau dokter ini bilang DVT dokter itu bilang bukan, tetapi bengkak di kaki ibu saya masih dan masih cukup susah berjalan, akhirnya ibu saya dibawa ke singapore.
Hasil pemeriksaan di Singapore lebih lucu lagi :
1. Blood test hasil bagus, hanya ada masalah sedikit di Asam Urat dan Kolesterol
2. Scan Duplex – tidak ada penyumbatan darah dimanapun
3. Bengkak kaku dan nyeri selain di kaki juga muncul di tangan terapi hasil test tidak mengarah ke penyakit yang dikuatirkan yaitu DVT.
Di singapore dengan biaya yang cukup tinggi, ibu saya hanya diobati dengan obat asam urat dan kolesterol walaupun harus menginap (mungkin ini yang menyebabkan harus bermalam karena dokter dan perawat ingin merawat dan mengetahui secara detail). Akhirnya setelah hari ketiga perawatan, ibu saya sudah bisa menggerakkan tangan dan berjalan dan pengobatannya itu itu saja, tidak ada yang serius. Bahkan dengan kondisi yang sudah dianggap dokter di Singapore sudah membaik, hal itu juga dibuktikan oleh ibu saya yang sudah bisa keliling Orchard Road tanpa dipapah, bahkan sudah bisa menemani anak cucunya berlibur di akhir tahun.
Sampai sekarang, Ibu saya sudah dinyatakan sehat, walaupun di awal divonis terkena DVT dan diakhiri dengan hasil hanya terkena asam urat di Singapura.
Ini adalah contoh bahwa sungguh sangat bahaya sekali jika menghadapi suatu issue dihadapi dengan Reaksi yang berlebihan, koar koar dan tindakan yang agresif. Bagaimana jika kami percaya dengan omongan dokter pertama yang memvonis ibu saya terkena DVT dan mengikuti anjuran untuk melakukan Operasi penyedotan Gumpalan darah didalam kaki ibu saya? yang tentu saja ini beresiko, bahkan resiko ke nyawa ibu saya juga, apalagi jika sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, ternyata tidak ada masalah yang disebutkan dalam Vonis?
Dari kasus yang saya alami, saya memilih menghadapi isu dari cara pandang Jokowi. Resiko yang saya hadapi tentu ada. Ibu saya semakin menderita dengan penderitaan sakit di kaki dan tangan, tetapi tidak beresiko ke nyawanya, seandainya saya saat itu grusah grusuh dan percaya dengan dokter pertama untuk melakukan Operasi. Nyawa ibu saya tentu yang jadi taruhannya selain uang yang tidak sedikit.
Sama halnya dengan Pak Jokowi, yang tidak grusah grusuh dalam menentukan keputusan soal BBM dan lebih memilih tidak menaikkan harga Premium dan Solar Subsidi walaupun dia beresiko bermasalah dalam pemaparan Anggaran nantinya dan berseberangan dengan Menteri ESDMnya. Ada hal hal lain yang dia pikirkan seperti kesulitan masyarakat kecil, efek inflasi, kenaikan barang barang kebutuhan umum yang mengikuti kenaikan BBM Premium dan Solar, karena Premium dan Solar adalah jenis bahan bakar yang paling dekat dipergunakan oleh khalayak ramai dan hajat hidup orang banyak, terutama rakyat menengah kebawah.