Daripada PB Djarum Mundur, Lebih Baik KPAI Bubar
Sejak kemarin ramai pembahasan tentang polemik yang terjadi antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan PB Djarum.
Berawal dari tudingan KPAI terhadap Djarum Foundation yang dianggap melakukan eksploitasi anak. Menurut KPAI, anak-anak dijadikan bagian dari promosi dagang Djarum. Hal ini menjadi sensitif mengingat PB Djarum berkaitan dengan produsen rokok. Dengan alasan tersebur KPAI kemudian meminta Djarum Foundation menghentikan penggunaan anak sebagai media promosi citra merek dagang rokok melalui audisi beasiswa bulutangkis. Mereka bahkan turun ke area audisi dan kantor Djarum untuk menyampaikan aspirasi.
Awalnya dari pertemuan KPAI, Yayasan Lentera Anak (yang entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba nongol) dan PB Djarum, menghasilkan sejumlah kesepakatan. Di antaranya termasuk pergantian nama audisi, jika ajang pencarian bakat pebulutangkis itu tetap dilanjutkan.
Namun dalam prosesnya ada permintaan tambahan setiap kali duduk satu meja. Djarum pun keberatan hingga tak ada kesepakatan. Apa isi permintaan tambahan itu? Sayangnya tidak ada penjelasan lebih lanjut.
Puncaknya adalah kemarin tanggal 8 September 2019, saat PB Djarum memutuskan untuk menghentikan audisi hingga tercapai sebuah kesepakatan. Audisi bulutangkis itu ditiadakan mulai 2020.
Tentu kabar ini mengagetkan banyak pihak, pasalnya PB Djarum yang telah berkiprah selama 50 tahun lebih ini, dikenal banyak berjasa dalam pengembangan olahraga bulu tangkis di Indonesia. Sudah banyak atlet-atlet yang dibinanya, mengharumkan nama Indonesia di kancah regional maupun internasional.
Dengan berhentinya PB Djarum mencari bakat, otomatis mengancam keberlangsungan regenerasi olahraga bulu tangkis di Indonesia. Sebab, satu jalan untuk pembibitan justru ditutup dengan tudingan eksploitasi.
“Kami prihatin karena pencarian bibit ini nyambung juga ke PBSI. Mencari bibit unggul, tidak mungkin PBSI mengadakan sendiri. PBSI kan terima jadi, (artinya) punya potensi yang terseleksi dan sudah prestasi. Jadi istilahnya sudah setengah matang. Sekarang istilahnya siapa yang punya tugas untuk mengumpulkan bibit bulutangkis lalu mencari bibit-bibit bulutangkis sampai pelosok Tanah Air kan?” kata Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti, saat dihubungi pewarta, Minggu 8 September 2019.
Dan saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh Susi. Dan saya ada di pihak yang menganggap apa yang dilakukan KPAI itu gak benar, pasalnya PB Djarum sudah setuju dengan kesepakatan awal tapi ditekan terus dengan syarat atau permintaan tambahan. Yang bisa saya simpulkan KPAI ini banyak maunya.
Di luar negeri, bibit olahraga dipupuk sejak usia dini. Pembinaan atlet bahkan sudah dilakukan sejak dari dalam kandungan. Melalui seleksi genetika bagi bayi-bayi dalam kandungan dari pasangan orang tua atlet atau orang yang berpotensi menjadi atlet.
Bila lolos seleksi, pemerintah akan memberikan berbagai fasilitas seperti jaminan kesehatan, keamanan dan sebagainya baik untuk bayi calon atlet tersebut maupun keluarganya.
Setelah bayi itu lahir dan tumbuh berkembang, pemerintah akan memberikan beasiswa pendidikan dan pembinaan sampai dia benar-benar lulus dengan gelar pendidikan minimal sarjana dan menjadi atlet nasional maupun internasional yang berprestasi.
Apakah pemerintah mampu melakukan hal tersebut? Tentu tidak mampu atau setidaknya belum mampu walaupun anggaran Kemenpora mencapai Rp1,95 triliun. Itu sebabnya celah ini diisi oleh yayasan seperti PB Djarum yang berusaha mencari bibit olahragawan hingga ke pelosok tanah air dan sudah terbukti berhasil melahirkan atlet bulu tangkis yang berprestasi.
Dan hal ini diamini oleh Menpora sendiri melalui cuitannya.
“Audisi Djarum sudah melahirkan juara-juara dunia. Lagipula, olahraga itu butuh dukungan sponsor. Ayo lanjutkan Audisi Badminton,” tulis Imam Nahrawi dalam sosial media Instagram miliknya.
Imam bahkan meminta KPAI bertanggungjawab dengan mencarikan sponsor pengganti.
“Kalau dilarang KPAI harusnya memberikan solusi dengan mencarikan sponsor pengganti. Kami sebagai pembina olahraga butuh sponsor untuk itu, sementara ada swasta yang mau menjadi sponsor,” aku Imam.
Adakah solusi yang ditawarkan KPAI? Nol, Zip, Zero, Tidak Ada. Tidak heran bila KPAI kemudian ramai-ramai dihujat oleh netijen. KPAI pun langsung mengambil langkah dengan menggembok akun Instagramnya.
Tudingan bahwa ada campur tangan Bloomberg Initiative pun sempat mengemuka, mengingat ada keterlibatan Yayasan Lentera Anak yang nyata-nyata didanai oleh Bloomberg Initiative. Bloomberg Initiative ini ditengarai punya agenda menghentikan industri rokok kretek di Indonesia lewat berbagai sisi agar rokok putih dari Amerika bisa menguasai pasar Indonesia.
Tagar BubarkanKPAI dan PBDjarumJanganPamit bergaung dan menjadi trending topic di linimasa. Dan lagi-lagi saya setuju, lebih baik KPAI bubar daripada PB Djarum mundur.
Toh KPAI selama ini juga dianggap lembaga tidak berguna yang menghabiskan uang negara saja. Lihat saja apa kerja KPAI selama ini? Masih banyak eksploitasi anak di lampu merah, permasalahan buruh anak yang masih belum tuntas, pemakaian gambar anak oleh organisasi amal untuk menangguk donasi, demo-demo kaum radikal yang sering melibatkan anak kecil, mana aksi KPAI?
Jangankan mengharapkan KPAI mengambil aksi (tindakan), suaranya pun hampir-hampir tidak terdengar. Tapi giliran berhadapan dengan PB Djarum, lagaknya seperti pahlawan kesiangan yang berkedok menghapus eksploitasi anak.
Untuk membaca tulisan saya yang lain, silahkan klik di sini