Saya sampai terheran-heran membaca sebuah artikel berita yang menuliskan kenaikan status Sandiaga Uno dari semula mantan wakil gubernur DKI Jakarta menjadi Santri Post Islamisme lalu sekarang naik lagi menjadi Ulama.
Awalnya, Sandiaga Uno dikenal sebagai pengusaha yang masuk ke arena politik lewat Partai Gerindra. Selepas meninggalkan jabatan Wagub DKI, dia maju menjadi bakal cawapres mendampingi capres Prabowo Subianto.
Majunya Sandiaga mengakhiri pertanyaan soal siapa ulama yang bakalan menjadi pendamping Prabowo di Pilpres 2019. Sempat digelar forum Ijtimak Ulama oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama untuk merumuskan siapa cawapres yang tepat mendampingi Prabowo. Akhirnya ada dua nama ulama rekomendasi Ijtimak, yakni Ustaz Abdul Somad dan Ustaz Salim Segaf Al Jufri.
Ternyata, Sandiaga-lah yang dipilih Prabowo untuk menjadi cawapresnya, bukan dua nama ulama rekomendasi Ijtimak di atas. Walaupun begitu, Presiden PKS Sohibul Iman menyatakan pasangan Prabowo-Sandi sebagai perwujudan nasionalis-Islam. Sosok Sandi dinilainya juga sebagai santri, meskipun orang lain tak berkata demikian.
Sejak saat itu, Sandi kemudian dikenal sebagai santri. Sandi bukan sembarang santri, namun dia adalah santri pos-Islamisme, begitulah gelar yang disematkan Sohibul ke Sandi.
Kemudian GNPF Ulama menggelar Ijtimak Ulama II. Hasilnya, Ijtimak mendukung Prabowo-Sandi. GNPF pun beralasan mencari pembenaran bahwa Prabowo tak memilih ulama menjadi cawapresnya untuk menghindari perpecahan umat. Namun PKS tak sepakat bila dikatakan pilihan cawapres dari ulama atau bukan, bisa memecah umat.
Melalui Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid lah, status Sandi yang menjadi santri, naik menjadi ulama.
Hidayat juga menjelaskan pengertian ulama. Dalam Alquran, istilah ulama disebutkan dalam Surah Asy-Syura dan Surah Fatir.
“Kedua-duanya justru ulama itu tidak terkait dengan keahlian ilmu agama Islam. Satu tentang ilmu sejarah, yaitu dalam Surah Asy-Syura dan Surah Fatir itu justru science, scientist,” kata Hidayat.
Dengan mengacu pada dua surat itu, menurut Hidayat, bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, juga seorang ulama. Keulamaan itu ditunjukkan Sandiaga dalam perilakunya.
“Menurut saya sih Pak Sandi itu ya ulama, dari kacamata tadi. Perilakunya, ya perilaku yang juga sangat ulama, beliau melaksanakan ajaran agama, beliau puasa Senin-Kamis, salat duha, salat malam, silaturahim, menghormati orang-orang yang tua, menghormati semuanya, berakhlak yang baik, berbisnis yang baik, itu juga satu pendekatan yang sangat ulama. Bahwa kemudian beliau tidak bertitel ‘KH’ karena memang beliau tidak belajar di komunitas tradisional keulamaan,” tutur Hidayat.
Jadi ceritanya dari ahli ilmu sejarah dan scientist, mendadak dibelokkan oleh Hidayat menjadi perilaku yang sangat ulama. Sandi lah intinya, kira-kita begitu.
Padahal berdasarkan penelusuran saya sendiri di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pengertian ulama adalah:
ula·ma (n) orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam
Namun demikian, saya tidak akan mendebat Hidayat Nur Wahid soal dia mau nyebut Sandi sebagai apa saja. Yang menarik perhatian saya justru mengenai perilaku Sandi yang disebut sangat “ulama“, terutama berakhlak baik dan berbisnis baik.
Kembali saya harus mengandalkan KBBI, yang ternyata menyebutkan
akh·lak (n) budi pekerti; kelakuan
Jangan-jangan Akhlak baik adalah berdiri di atas meja saat berdialog dengan para wirausahawan di Angkringan Joglo Bantul tanggal 30 Agustus yang baru lewat? Coba kalau yang melakukannya bernama Jokowi, pasti bakal gempar seluruh Indonesia dan para kampret pun akan berejakulasi massal.
Atau berdiri di atas kursi seperti yang ditunjukkan oleh foto di atas ini layak disebut berkelakuan (akhlak) baik?
Kalau ditarik agak ke belakang, pembaca tentu masih ingat kejadian yang sempat menghebohkan dimana Sandiaga Uno pernah meminta Dewi Persik buka baju. Bisa jadi itu yang disebut Hidayat mengenai ahklak baiknya Sandiaga Uno.
Sedangkan soal bisnis yang baik, mungkin karena sangkin “baiknya” makanya dirinya menjadi terlapor dalam tiga kasus.
Mulai dari Fransiska Kumalawati Susilo yang melaporkan Sandiaga saat masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI ke Polda Metro Jaya, atas dugaan Tindakan Pidana Pencucian Uang (TPPU). Laporan itu tertuang di dalam nomor laporan LP/3356/VI/2018/PMJ/Dit. Reskrimum, tertanggal 27 Juni 2018.
Sandiaga Uno juga dilaporkan dalam dua kasus pidana lainnya. Pelapornya yakni Fransiska Kumalawati Susilo di kasus penggelapan dan pemalsuan. Kasus berikutnya yakni dilaporkan oleh Arnol Sinaga atas tuduhan pemalsuan dan atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik.
Jadi merupakan hal yang absud bila dikatakan status ulama instan diberikan karena yang bersangkutan berakhlak baik dan berbisnis baik, karena jejak digital malah menyatakan sebaliknya. Apakah pernyataan tersebut keluar akibat efek kena lemparan kardus? Bisa jadi bukan? Apalagi bila isi di dalam kardusnya mampu membuat partai yang hampir bangkrut untuk bernapas lega sejenak. Biarlah pembaca yang menilainya.
Trailer Sandiaga Uno Mendadak Ulama
https://youtu.be/e7RZ48kJW3Q