Setelah menonton Pernyataan Mahfud MD di ILC pada hari Selasa, 14 Agustus 2018, tentang kronologis dari saat penunjukkan dia sebagai Bakal Cawapres oleh Pak Joko Widodo sampai dengan kegagalannya, hingga hasil kerja dia saat menjadi Tim Jokowi bahkan dia juga menceritakan sisi Positif Pak Joko Widodo, itu membawa banyak teka teki di kalangan para penonton.
Di satu sisi dia mencurahkan hati mengenai kekecewaan mengapa dia tidak terpilih, tetapi di sisi lainnya, dia memberikan testimoni nilai positif Presiden Joko Widodo saat menjabat seperti jujur dan anak keluarga dan familinya tidak terlibat dalam Proyek negara.
Ya seperti yang kita ketahui anak-anak Presiden ini beda dengan Presiden sebelumnya. Anak sulungnya Gibran sedang aktif melebarkan bisnis Martabak dan Cateringnya dengan keringatnya sendiri, Kaesang aktif melebarkan bisnis Pisang Nugget dan Kaos Cebongnya, sementara Kahiyang anak perempuan satu-satunya, sedang bersama suaminya membuka kedai kopi di Sumatra Utara, yang mungkin saja nantinya akan meluas ke seluruh Indonesia.
Ada dua fenomena yang bisa ditarik disini – Sungguh sangat aneh jika seorang Mahfud MD bisa membuka tabir kisah kelam Cawapres Jokowi Amin Maruf, apakah dia berperan sebagai mata mata Prabowo?
Apalagi mengingat di Pilpres tahun 2014, dia menjadi timses Prabowo ke seluruh daerah di Indonesia. Tetapi jika dia memang sebagai mata-mata Prabowo, kenapa dia tidak menghancurkan reputasi Joko Widodo? mengapa malah menyanjung Joko Widodo sebagai pribadi yang jujur, sederhana dan apa adanya.
Dari sisi analisa ini, penulis menilai dia bukan mata-mata Prabowo – Sandi, karena jika bagian dari mata-mata, maka dia akan merusak semuanya baik Cawapresnya maupun Capresnya dari tim Laban.
“Saya katakan secara personal Pak Jokowi sangat baik… Semua lawan-lawan politik mencari titik lemah korupsinya nggak ada sampai sekarang. Kalau ada korupsinya (sudah) kena. Keluarganya ndak ikut-ikut, anaknya ndak, dia (Jokowi) sendiri bersih,” ujar Mahfud MD dalam program Indonesia Lawyers Club TV One seperti dikutip detikcom, Rabu 15 Agustus 2018.
Jokowi juga disebut Mahfud MD, sebagai sosok yang tegas. Mahfud mencontohkan soal gugatan UU No 2/2018 tentang MD3 mengenai kewenangan DPR memanggil paksa seseorang atau kelompok yang kemudian pasal tersebut dibatalkan MK. Soal UU MD3, Jokowi disebut Mahfud mengajak bicara sejumlah ahli hukum tata negara, di antaranya Harjono dan Maruarar Siahaan.
Jokowi disebut menolak lobi politik seperti yang disarankan Mahfud MD terkait UU MD3.
“Pak Jokowi bilang, ‘Pak Mahfud, untuk apa lobi? Itu kan sudah benar hukumnya, kalau saya ambil keputusan ini, hukumnya sudah benar kan? Karena itu, untuk apa saya lobi, biar DPR protes kalau hukum sudah benar saya jalan saja,'” sambung Mahfud.
Selain tegas, Jokowi di mata Mahfud juga nampak sangat responsif terhadap masukan. Mahfud mencontohkan soal perlawanan M Irfan Bahri terhadap begal di Bekasi yang malah membuat Irfan berstatus tersangka.
“Saya bersama Bu Yenti Garnasih ketemu Presiden, ‘Pak ini nggak bener nih. Menurut Kitab UU Hukum Pidana, orang bela diri ada alasan pemaaf, alasan pembenar, kok tiba-tiba tersangka?’ Pak Presiden, ‘Oh betul, Pak, ada aturan itu?’ ada,” kata Mahfud menceritakan isi pertemuannya dengan Jokowi membahas kasus pemotor melawan begal.
“Saya biasanya peristiwa ini nggak dengar, saya catat saya selesaikan,” ujar Mahfud bicara soal janji Jokowi. “Besoknya anak ini bukan hanya dibebaskan, tapi diberi penghargaan oleh polisi. Artinya apa? Presiden responsif,” sambungnya.
Hal berikutnya yang bisa saya tarik, Nurani Pak Mahfud MD bermain dalam hal ini, karena di akhir curahan hatinya, Mahfud pun menilai bahwa keputusan Jokowi sudah sesuai dengan hak dan mekanisme konstitusional.
Ia meminta seluruh pihak menerima itu sebagai kesadaran konstitusional. Tidak ada alasan untuk tidak mendukung keputusan Jokowi yang telah sesuai dengan mekanisme konstitusi.
“Mari kita terus dgn rumah NKRI. NKRI adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa kepada kita bangsa Indonesia. Ikuti trs pros2 konstitusional yg berlaku,” tulisnya.
Dari sini kita bisa simpulkan bahwa Mahmud bukan mata-mata dari Lawan karena dia mengangkat martabat Pak Joko Widodo dan ini tentunya akan menaikkan elektabilitas Pak Jokowi sekaligus menghancurkan wakilnya lewat curhat kisah negatif dia tidak terpilih. Inilah yang disebut Elektabilitas naik dan turun, cukup ngeri ngeri sedap.
Penulis: Suherman Y.