Indovoices.com –Menteri Sosial RI Tri Rismaharini alias Mensos Risma meninjau proses perekaman data kependudukan bagi warga marjinal atau telantar di gedung Aneka Bhakti Kementerian Sosial RI, Jakarta.
Sebanyak 56 warga marjinal atau telantar dari Balai Karya Pangudi Luhur Bekasi, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Swara Peduli dan LKS Sekar diberikan akses untuk mendapat identitas kependudukan berupa kartu tanda penduduk (KTP).
Saat melakukan kunjungan ke beberapa lokasi tempat tinggal warga marjinal atau telantar seperti kolong jembatan Pegangsaan, kolong tol Gedong Panjang Penjaringan, hingga permukiman pemulung di wilayah Cilincing Tanjung Priok, Risma mendapatkan banyak keluhan warga.
Salah satunya sulitnya mendapatkan akses bantuan sosial dari pemerintah.
Kondisi ini ditengarai karena tidak adanya identitas kependudukan yang dimiliki warga telantar.
Mereka sulit mendapatkan identitas kependudukan karena sebagian besar tidak memiliki tempat tinggal tetap atau unregister.
Terbukti, beberapa warga telantar yang ditemui Risma tinggal di kolong jembatan, ada juga yang tidur di pinggir jalan.
Bekerja sama dengan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Kemensos memberikan akses bagi warga terlantar untuk mendapatkan KTP.
Hal ini dilakukan agar data mereka bisa masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga mempermudah akses warga marjinal atau telantar pada bantuan program Kemensos seperti dari program ATENSI, PKH, BST maupun bantuan dari program kementerian/lembaga lain seperti KIS, KKS atau KIP.
Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Idit Supriadi Priatna mewakili Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat mengatakan Kemensos akan terus menyisir kaum marjinal untuk bisa mengakses layanan perekaman data kependudukan karena itu merupakan hak mereka.
Kemensos bersama LKS mengawal proses perekaman data kependudukan hingga tuntas.
“Ke depan ketika mereka sudah punya KTP akan memudahkan mereka mendapat bantuan dari pemerintah, tidak hanya bantuan dari Kemensos tetapi dari kementerian/lembaga lain yang mensyaratkan harus memiliki KTP,” imbuhnya.
Model perekaman data bagi warga marjinal/telantar ini akan diterapkan juga oleh Balai Rehabilitasi Sosial milik Kemensos yang berada di daerah.
“Balai Rehsos di daerah juga punya mitra-mitra seperti LKS. Balai akan melakukan koordinasi dengan LKS, Dinas Sosial dan Dinas Dukcapil setempat untuk melakukan perekaman data bagi warga marjinal/telantar di daerah,” ungkap Idit.
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan bahwa pemberian identitas kependudukan ini merupakan tugas negara.
“Kemensos dan Kemendagri menuntaskan perekaman bagi warga marjinal/telantar. Metodenya jemput bola, kita datangi, jika sudah ditemukan, kita kumpulkan dalam satu tempat dan kita layani untuk perekaman data,” tuturnya.
Zudan menambahkan bahwa perkembangan DTKS saat ini sudah bagus.
Terjadi peningkatan kecocokan antara DTKS dengan data Dukcapil yang semula 83 persen 2020, kini sudah mencapai 90,3 persen.
“Kami lakukan validasi dan verifikasi terus menerus berbasis NIK. Saat ini kecocokan DTKS dengan data Dukcapil telah mencapai 90,3 persen,” katanya.
Proses perekaman berjalan tertib dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Warga marjinal/telantar yang tiba di lokasi perekaman terlebih dahulu melakukan rapid antigen.
Setelah dinyatakan negatif, mereka bisa melakukan registrasi.
Setelah melakukan registrasi, warga diminta masuk ke dalam ruang tunggu untuk menunggu giliran menyerahkan persyaratan perekaman identitas kependudukan.
Tersedia beberapa meja layanan. Warga dipanggil ke meja pertama, yaitu meja biometrik, proses pelacakan untuk mengetahui apakah sebelumnya sudah pernah melakukan perekaman.
Setelah diketahui bahwa warga tersebut pernah melakukan perekaman, maka warga bisa langsung ke meja pencetakan, yaitu mencetak KTP yang sudah tersedia datanya.
Bagi yang tidak ditemukan datanya, maka perlu melakukan perekaman KTP dengan menginput data sidik jari, iris mata dan foto diri. Setelah itu, KTP siap untuk dicetak.
Nina Laksanawati (25 tahun), salah satu warga marjinal atau telantar yang berprofesi sebagai pemulung sejak kecil ini menceritakan bahwa setelah ibunya meninggal dunia, ayahnya mengajak ia pindah ke Jakarta.
Beberapa waktu di Jakarta, dokumen-dokumen penting milik ayahnya hilang sehingga ia tidak bisa mengurus pembuatan KTP.
Nina bersyukur sudah punya KTP.
“Saya lega, bisa cari kerja yang lebih layak, karena sekarang susah cari kerja kalau gak ada KTP. Saya sudah capek jadi pemulung,” ungkap Nina.
Dirinya berharap dengan memiliki KTP, bisa mencari pekerjaan yang lebih layak agar bisa membantu keluarga.
Terlebih saat ini ia masih memiliki adik yang memerlukan biaya pendidikan.
Kegiatan perekaman data kependudukan ini dihadiri juga oleh Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil beserta jajaran, tim Sekretariat Ditjen Rehabilitasi Sosial dan tim Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang Kemensos RI.(msn)