Indovoices.com –Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan dana talangan untuk perseroannya yang cair pada awal tahun senilai Rp 1 triliun sudah habis untuk membayar avtur hingga biaya kebandaraan. Penggunaan dana talangan dikhususkan bagi kebutuhan operasional perusahaan yang tengah berjalan.
“(Dana talangan Rp 1 triliun sudah habis) Hanya untuk membayar Pertamina, Angkasa Pura I, dan Angkasa Pura II. (Dana itu) Tidak untuk bayar utang. Ini murni untuk current kan kita operasi setiap bulan, itu harus dibayar,” ujar Irfan saat ditemui Tempo di kantornya, kompleks Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jumat, 4 Juni 2021.
Dana talangan merupakan bentuk bantuan yang diberikan pemerintah bagi Garuda melalui skema obligasi wajib konversi (OWK). Perjanjian OWK ditandatangani oleh Garuda dan PT Sarana Multi Infrastruktur selaku pelaksana investasi dari Kementerian Keungan.
Berdasarkan ketentuan perjanjian tersebut, perusahaan dilarang memakai dana talangan untuk membayar utang. “Tidak ada untuk bayar utang,” tutur Irfan. Irfan menampik kabar yang beredar bahwa uang talangan juga dipakai untuk membayar kekurangan gaji pilot maupun awak kabin yang dipotong sejak 2020.
Keuangan Garuda Indonesia pada kuartal II 2021 semakin babak belur. Seperti paparan Kementerian BUMN di DPR Kamis lalu, 3 Juni, Garuda menanggung rugi sampai US$ 100 juta setiap bulan.
Musababnya, perseroan harus mengeluarkan biaya US$ 150 juta, padahal pendapatannya hanya US$ 50 juta. Utang Garuda, termasuk kepada lessor untuk sewa pesawat, pun membengkak hingga Rp 70 triliun.
Optimisme manajemen pada akhir tahun yang yakin bahwa keuangan Garuda akan mengalami perbaikan sepanjang 2021 menyusut. Target perusahaan mengejar pendapatan sebesar 50 persen dari total 2019 sulit terpenuhi karena berbagai kondisi tak terduga.
Pada Januari hingga Maret, Garuda mengalami penurunan jumlah penumpang karena adanya aturan swab Antigen, pengetatan PSBB, larangan mudik, hingga munculnya strain baru virus corona di Eropa dan India. Ditambah lagi, awal tahun merupakan masa sepi pergerakan atau low season untuk bisnis pariwisata dan turunannya.
“Pandemi ini memang hit-nya gila-gilaan. (Penumpang) Kami pernah drop sampai 90 persen. On average tahun lalu (penumpang) kami cuma 60 persen. Kenapa 60 persen, karena Januari, Februari (berjalan normal), namun Maret pandemi,” ujar Irfan.