Indovoices.com –Tri Rismaharini menjadi perbincangan publik usai resmi menjabat sebagai Menteri Sosial. Beberapa hari seusai dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), ia langsung blusukanmenyambangi para gelandangan yang ada di kolong jembatan dan pinggir jalan ibu kota.
Beragam komentar positif dan negatif pun menghampirinya. Termasuk tuduhan miring kalau aksi blusukannya itu adalah setting-an belaka. Menanggapi hal tersebut, Politisi PDIP itu pun tertawa.
“Hahaha, saya gimana bisa nyetting. Saya ndak kenal, saya mau ke Jakarta tuh gatau mau ke mana, maksudnya saya ndak apal jalannya. Gimana mau nyetting,” terang dia saat ditemui wartawan di Balai Rehabilitasi Sosial eks Gelandangan dan Pemulung (BRSEGP) Pangudi Luhur, Bekasi, Jumat (8/1).
Lebih lanjut, ia mengatakan, blusukan adalah kebiasaan yang ia lakukan. Bahkan, sejak ia masih menjadi seorang pegawai negeri sipil di Kota Surabaya.
“Saya lakukan sejak saya PNS. Saya ndak pernah jalan setiap hari di jalan yang sama. Itu enggak pernah. Jadi saya kalau hari ini lewat sini, pasti saya akan mencoba lewat tempat lain,” tutur dia.
Adapun, aksi Risma menuai pro-kontra ketika ia menilik para gelandangan dan pemulung di Jakarta. Mereka yang ditemui Risma kemudian digiring ke balai milik Kementerian Sosial yang ada di Kota Bekasi.
Saat ini, jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) itu ada sebanyak 22 orang. Mereka diberi pelatihan dan juga dibina.
Kepala BRSEGP Pangudi Luhur, Kota Bekasi, Kokom Komalawati, mengatakan, 22 orang PMKS baru datang sejak pertama kali Risma dilantik.
“Ada 22 PMKS, dari wilayah DKI Jakarta semua. Sejak tanggal beliau dilantik hari pertama kerja sampai dengan hari ini,” jelas dia kepada wartawan, Kamis (7/1).
Kokom menjelaskan, sebelumnya jumlah PMKS yang ditampung di balai sedang dibatasi karena pandemi Covid-19. Tujuannya agar mengurangi risiko terpapar. Namun, pada awal 2021 ini Mensos membuat gebrakan terkait dengan PMKS atau pemulung dan gelandangan.
“Nah ini sudah memasuki tahun anggaran 2021, terus ibu menteri masuk di hari pertama beliau bekerja membuat satu gebrakan terkait dengan ppks pemulung dan atau gelandangan atau pengemis,” terangnya.
Dia menjelaskan, di balai tersebut para PMKS diberi pelatihan kewirausahaan. Seperti menjahit, membuat pupuk kompos, ternak lele dan juga menanam pohon. Selain itu, ada juga dukungan psikososial, monitoring kesehatan fisik, suhu tubuh, dan juga mental psikologis.
“Kegiatannya ada kewirausahaan, ada bermacam-macam, yang sudah berjalan selama ini ada keterampilannya,” ujar dia.
Tudingan blusukan Risma di wilayah Jakarta belakangan ini adalah setting-an riuh rendah di media sosial. Di Twitter misalnya, muncul tagar #RismaRatuDrama di mana banyak warganet mencurigai tunawisma yang ditemui Risma di Jakarta bukan PMKS.
Salah satu tunawisma yang ditemui Risma dan sosoknya kemudian viral adalah Nursaman. Pada Kamis (7/1), sempat menemui Nursaman di kawasan Jalan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan.
Saat ditemui, Nursaman berambut gondrong berwarna putih, berjalan dengan menggunakan baju kemeja kotak-kotak, celana jeans pendek, tidak menggunakan sandal, memakai kalung, cincin dan gelang. Ia mengaku dahulu pernah menjadi Satuan Petugas (Satgas) PDIP di kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro No 58, Menteng, Jakarta Pusat. Namun, saat ini dia tidak lagi bergabung dengan PDIP dan bekerja sebagai pemulung.
“Saya tuh dulu pernah jadi Satgas PDIP di kantor PDIP yang di Jalan Diponegoro. Sudah lama banget itu. Kalau sekarang saya bukan kader PDIP malah sekarang jadi pemulung,” kata dia.
Ia menjelaskan saat Mensos mendatangi tunawisma di sekitar Kuningan, Jakarta Selatan. Ia sedang mencari kardus. Lalu, tunawisma yang lain beramai ramai membicarakan Mensos yang datang secara tiba-tiba ke tempat tersebut.
“Ya kalau itu saya tidak tahu. Tiba-tiba ada orang pakai baju putih datang. Oh itu bu Risma. Ya sudah dia hanya melihat dan melambaikan tangannya. Tidak sama sekali memberi bantuan atau uang,” kata Nursaman.(msn)