Indovoices.com –Bank Indonesia menyebut kondisi perbankan saat ini lebih baik dibandingkan saat krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 maupun saat terjadinya taper tantrum 2008. Hal ini tercermin dari masih longgarnya likuiditas perbankan di dalam negeri.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan kecukupan rasio modal perbankan pun masih cukup di tengah pandemi Covid-19. “Saat ini jadi banyak orang khawatir dengan perbankan, kalau dilihat secara industri, kondisi kita jauh lebih baik dibandingkan 97-98 ataupun 2008,” ujarnya saat acara webinar Akurat.co ‘Peran Perbankan Memulihkan Perekonomian Saat New Normal.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Mei 2020, rasio kecukupan permodalan (CAR) perbankan sebesar 22,16 persen atau di atas ketentuan yang sebesar delapan persen. Hingga 17 Juni, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 123,2 persen dan 26,2 persen jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Menurutnya saat ini bank sentral telah menurunkan suku bunga acuan 175 basis poin ke level empat persen. Meskipun kata Destry, penurunan bunga acuan ini belum direspons cepat oleh perbankan.
“Kita sejauh ini sudah menurunkan 175 basis poin, tapi memang transmisi di perbankannya masih lambat, jadi kita sudah menurunkan 175 bps tapi suku bunga kredit baru turun sekitar 74 basis poin. Dan banknya juga masih keberatan untuk memberikan pinjaman, karena melihat risiko,” jelasnya.
Ke depan pihaknya bersama pemerintah berupaya memberikan stimulus berupa program penjaminan agar penyaluran kredit semakin berjalan. Tak hanya itu, pemerintah juga telah menempatkan dana pada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) demi pemulihan ekonomi nasional.
“Jadi kita mau tidak mau harus menghadapi situasi yang berbeda, kita harus mempersiapkan kondisi new normal jadi bisnis as usual mode harus kita tinggalkan karena kita enggak tahu bottom-nya di mana untuk Covid-19 ini,” ucapnya.
Sementara Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto menambahkan bauran kebijakan yang baik dan konstruktif dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi stimulus yang tepat untuk perbankan nasional, sehingga dorongan untuk ekspansi bisa diwujudkan. Melalui kebijakan fiskal, sisi permintaan diupayakan untuk meningkat, sehingga mendorong permintaan kredit baik kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit konsumtif.
“Alhasil, pertumbuhan kredit secara tahunan diharapkan bisa meningkat dan fungsi intermediasi berjalan lebih optimal,” pungkasnya.(msn)