Indovoices.com- Menyadari peran penting ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bertemu dengan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tak sendiri, dalam kesempatan itu Rektor IPB hadir bersama sederet civitas akademika seperti guru besar, dosen, peneliti, dan ahli-ahli di bidang kelautan dan perikanan. Sementara itu, Menteri Edhy didampingi sederet pejabat Eselon I KKP.
Pertemuan tersebut memang bertujuan untuk sharing knowledge dari akademisi terkait keilmuan dan inovasi teknologi yang dibutuhkan dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan.
Arif Satria menyebutkan, sejak 2015 hingga saat ini dunia telah memasuki era agro maritime 4.0 yang berbasis pada agropreneur dan self learning. Pengembangan di sektor ini memanfaatkan artificial intelligent/AI (kecerdasan buatan), drone, big data, digital, robotik, smart precision, smart fishing, dan sebagainya yang memiliki sifat realtime, presisi, dan multifungsi, serta kemampuan pemasaran secara langsung.
Arif juga mengatakan, semua teknologi tersebut berperan penting dalam pengelolaan kelautan dan perikanan, misalnya big data. “Kalau kita melakukan survei secara manual, korespoden kita terbatas. Untuk itu kita butuh big data. Kalau kita punya data yang kuat, sisi data yang luar biasa, saya pikir akan memudahkan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan,” tuturnya.
Adapun menurutnya, pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan negara harus dilakukan secara presisi, akurat, tanpa limbah (zero waste), dan mengacu pada konsep blue economy. Selain itu, pemanfaatan teknologi dan informasi serta pendidikan inovatif perlu digalakan.
Tak lupa, Arif juga memperkenalkan beberapa inovasi teknologi yang dapat dimanfaatkan di sektor kelautan dan perikanan. Inovasi teknologi tersebut di antaranya drone permukaan laut, smart coastal management, alat pelacak kapal perikanan (TrekFish), pemantau ekosistem terumbu karang (underwater televisual system/UTS), sistem peringatan dini untuk masyarakat pesisir/nelayan terkait cuaca, AI untuk mengidentifikasi spesies dan kesehatan terumbu karang, atraktor cumi-cumi, rumpon portable, pertanian laut dan peternakan laut (sea farming and sea ranching), akuakultur cerdas dalam produksi belut, Swarm-Ship untuk pengawasan illegal fishing, dan sebagainya.
“Kita harus mendorong proses percepatan transformasi masyarakat perikanan kita menuju 4.0 secara adil karena mau tidak mau, kita akui bahwa pembudidaya ikan kita, nelayan kita sebagian masih menggunakan konsep lama,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia menilai socio-technopreneur yang menggabungkan konsep sociopreneur dan technopreneur perlu didorong. “Sociopreneur itu orang-orang yang mampu memanfaatkan inovasi untuk kebutuhan masyarakat. Sedangkan technopreneur itu orang-orang yang mampu membuat inovasi teknologi di bidang bisnis. Inovasi ini untuk pembudidaya ikan, nelayan, dan petani harus kita persiapkan dari sekarang. Kita harus persiapkan generasi milenial untuk menjadi pelaku-pelaku tangguh di bidang budidaya ikan maupun penangkapan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) IPB, Prof. Tridoyo Kusumastanto mengatakan, pemerintah perlu memastikan setiap kebijakan yang diambil bermuara pada welfare (kesejahteraan) stakeholdernya. Selain itu, ia juga mendorong institusi pendidikan untuk turut serta turun ke masyarakat dan menawarkan kerja sama yang dapat membantu mengangkat kehidupan masyarakat pesisir sebagai bentuk pengabdian.
Menteri Edhy mengapresiasi sharing informasi, inovasi teknologi, dan masukan yang diberikan IPB. “Kami butuh masukan-masukan yang tidak hanya sekadar di permukaan, kami mau ini diteruskan lebih dalam dan lebih dalam lagi. Saya semakin yakin, saya semakin optimis dengan bapak-bapak dan ibu-ibu di belakang kami dapat memajukan sektor perikanan di laut maupun di darat,” ucapnya.
Menteri Edhy juga tertarik dengan konsep sea farming dan sea ranching yang diperkenalkan IPB. Untuk itu, ia meminta masukan program seperti apa yang bisa dikembangkan terhadap konsep ini karena konsep ini sangat dekat dengan nelayan dan pembudidaya ikan.
Menteri Edhy juga menggali masukan dari para ahli dan akademisi terkait beberapa kebijakan yang masih menimbulkan polemik. Sebut saja persoalan pengaturan alat tangkap, budidaya yang diperbolehkan dan dilarang, pembagian wilayah tangkapan, dan sebagainya.
“Kita tidak bisa pungkiri, ada beberapa Permen yang kita temukan di lapangan yang juga akhirnya menjadi kendala buat pelaku usaha. Kita mau perbaiki ini dengan good way dan pengkajian yang matang. Kami harap bapak dan ibu dapat memberi masukan terhadap penyempurnaan Permen-permen tersebut,” lanjutnya.
Tak kalah penting, semua stakeholder perikanan terkait juga akan dilibatkan dalam penyusunan regulasi kebijakan. “Begitu draf (Permen) sudah jadi, kita akan tawarkan, grafiknya seperti ini, kira-kira bagaimana? Begitu sudah ada feedback, akan terlihat suara paling banyak. Bagaimana pun tentunya kebijakan tidak ada yang bisa memuaskan 100% orang, tapi kita harus membaca dari mayoritas. Saya yakin kalau sudah terbuka begini, semua akan sepakat untuk menjalankannya.”
Dalam konteks SDM, Menteri Edhy menginginkan regenerasi profesi pelaku utama sektor kelautan dan perikanan dari orang tua kepada anak-anaknya atau generasi muda. Pasalnya, selama ini sebagian besar generasi muda enggan untuk menjadi nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan sebagainya karena beranggapan pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan yang menguntungkan.
Di sisi pengarusutamaan gender, Menteri Edhy menginginkan pemberdayaan istri-istri nelayan melalui pembentukan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Ia menilai, upaya menggiatkan UMKM ini dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Terlebih menurutnya, perempuan memiliki keunggulan seperti keterampilan dan keuletan yang dapat membantu perekonomian keluarga. Dalam hal ini, pemerintah siap membantu permodalan melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP).
Di bidang riset, Menteri Edhy menyebut KKP perlu memperbaharui atau melanjutkan kerja sama dengan universitas atau institusi pendidikan tinggi, terutama terkait penyediaan big data.
“Kita perlu big data, satu data yang bisa membahas kalau urusan tangkap itu seperti apa, berapa nelayan miskin kita, berapa nelayan yang sudah menjadi nelayan menengah ke atas. Kalau dari sisi bantuan, bantuan apa saja yang sudah diberikan untuk nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan sebagainya,” paparnya.
“Kita juga perlu masukan terkait isu terkini di lingkungan perairan, misalnya di Waduk Saguling, Cirata, Jatiluhur karena kegiatan budidaya. Nah, ini mungkin kami juga butuh masukan dan riset dari para ahli karena aspek teknis biasanya bisa terukur, tetapi aspek sosial atau dampak sosiologisnya ini yang susah dihitung,” tambahnya.
Terakhir, Menteri Edhy menegaskan, pembangunan sektor kelautan dan perikanan harus dapat menghasilkan penambahan devisa negara, membuka lapangan kerja, dan menciptakan iklim ekonomi yang terintegrasi di semua sektor. (jpp)