Indovoices.com – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Brodjonegoro menargetkan tingkat kebocoran air bakal ditekan menjadi 25 persen dalam kurun lima tahun ke depan.
“Angka kebocoran, diistilahkan ‘nonrevenue water’ atau air tidak berekening,” katanya, usai penandatanganan kerja sama Indonesia, Amerika Serikat, dan Swiss terkait peningkatan kapasitas tujuh PDAM, di Jakarta, Rabu (26/06/2019).
Menurut Bambang Brodjonegoro, “nonrevenue water” selama ini sangat memengaruhi pelayanan air bersih dari perusahaan daerah air minum (PDAM) kepada masyarakat.
Ia menyebutkan tingkat kebocoran air pada 2018 masih sekitar 30 persen, atau jika diukur volumenya mencapai 49.000 liter per detik.
Padahal, kata Menteri PPN, jika tingkat kebocoran itu mampu ditekan sampai 25 persen bisa digunakan untuk mengaliri 1,5 juta sambungan rumah atau enam juta jiwa.
Seperti halnya dengan listrik yang mengenal istilah “losses” untuk kebocoran arus, untuk aliran air bersih ternyata ada yang dihasilkan tetapi tidak ada rekeningnya, alias dipakai, atau dipakai dengan tidak membayar.
“Makanya, kami berupaya bagaimana menekan angka kebocoran untuk meningkatkan cakupan layanan. Pada 2024, kami targetkan ‘nonrevenue water’ turun menjadi 25 persen,” katanya.
Seiring dengan upaya menekan kebocoran itu, kata dia, ditargetkan pula 10 juta rumah tangga akan tersambung perpipaan air bersih dalam lima tahun ke depan.
Bambang Brodjonegoro mengakui 10 juta sambungan itu memang belum mencakup seluruh masyarakat, tetapi setidaknya bisa mengejar ketertinggalan akses perpipaan air bersih selama ini.
Akses perpipaan tidak bisa mengimbangi pertumbuhan penduduk dan perkotaan, kata dia, akibatnya persebaran akses air minum perpipaan tidak merata. “Masih ada 19 provinsi akses perpipaan air minumnya di bawah rata-rata nasional. Lebih dari 50 persen,” katanya.
Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), kata dia, ditargetkan akses perpipaan mencapai 30 persen dan akses air minum layak mencapai 75 persen pada lima tahun ke depan.
Pada 2018, Bambang menyebutkan akses perpipaan air minum di Indonesia baru mencapai 20,14 persen, dan hanya naik lima persen sejak 2011.
“Jadi, air minum perpipaan tertinggal jauh. Semua orang harus menggali sumur, membeli air. Akibatnya, membikin dua masalah pembangunan lain, yakni menambah kemiskinan dan merusak lingkungan,” tukasnya.(ant/bappena/jpp)