Indovoices.com –PT Bank Mega Syariah (BMS) menanggapi raibnya dana nasabah senilai Rp 20 miliar dalam bentuk deposito pada 2015. Direktur Utama BMS Yuwono Waluyo mengatakan perusahaan sudah menyerahkan kasus itu kepada penegak hukum.
“Bank Mega Syariah tidak mentolerir setiap pelanggaran atas ketentuan perusahaan dan ketentuan hukum. Untuk itu kami sudah menyerahkan kasus ini ke pihak berwajib dan telah ditangani pada 2015,” ujar Yuwono saat dihubungi Tempo pada Senin, 19 April 2021.
Menurut Yuwono, pada 2016, permasalahan ini telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan itu telah memiliki kekuatan hukum mengikat atau inkracht. Dalam putusannya, hakim pengadilan menyatakan dana nasabah telah masuk ke rekening grup perusahaan nasabah tersebut.
“Kami telah menginformasikan kepada nasabah yang bersangkutan atas putusan itu,” ujar Yuwono.
Ihwal pemintaan tanggung jawab penggantian dana deposito yang raib, Yuwono melanjutkan, sampai saat ini pihak BMS belum menerima surat tertulis dari kuasa hukum nasabah yang mempersoalkannya. Namun saat perkara itu bergulir, BMS disebut-sebut telah beberapa kali menggelar komunikasi melalui pengacara resmi nasabah sebelumnya.
“Kami sudah pernah beberapa kali menyampaikan dan menyelesaikan permasalahan ini dengan kuasa hukum resmi sebelumnya dari nasabah,” ujar Yuwono.
Nasabah BMS yang merupakan sebuah perusahaan asuransi swasta mengaku kehilangan dana deposito senilai Rp 20 miliar saat berencana mencairkan investasi beserta bunganya pada 2015. Deposito itu merupakan dana jaminan wajib yang ditanamkan di bank pada 29 Oktober 2012.
Deposito nasabah terdiri atas 4 bilyet giro–masing-masing Rp 5 miliar–dengan nomor seri 036466, 036465, 036464, dan 036463. Bilyet giro asli deposito disimpan di main vault Bank Kustodian PT Bank Mega Tbk.
“Deposito ini kan hak kami. Kami ingin penyelesaiannya kalau bisa dengan cara kekeluargaan. Kami mengetuk hati Bank Mega Syariah,” ujar kuasa hukum nasabah, Riduan Tamhunan.
Riduan menerangkan, saat kliennya hendak mencairkan dana, pihak BMS memberikan keterangan bahwa deposito itu sudah ditransfer ke rekening tertentu yang bukan rekening induk nasabah.Klien Riduan lalu menyoalkan proses transfer dana karena bank semestinya hanya mencairkan ke rekening nasabah yang memiliki wewenang. Kasus itu lalu dibawa ke pengadilan. Pada 2016, diketahui bahwa Kepala Cabang Pembantu BMS Panglima Polim terbukti melakukan penggelapan deposito.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lalu mengeluarkan putusan pidana untuk pelaku. Setelah kasus ini selesai di pengadilan, Riduan menyebut BMS tidak menyelesaikan penggantian dana kepada kliennya.
“Setelah itu sudah dilakukan berbagai upaya, kami minta ketemu (dengan BMS), minta tanggung jawab. Tapi sampai sekarang belum dilaksanakan,” ujarnya. Bahkan, menurut Riduan, kliennya juga meminta perlindungan hukum dari Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan atau Kemenko Polhukam. Pada 23 September 2020, Kementerian disebut-sebut mengirimkan surat kepada Direktur Utama BMS.
Dalam salah satu butir surat itu, tutur Riduan, BMS diminta tetap menyelesaikan tanggung jawab walau karyawannya telah diganjar hukuman. “Sampai 2021 saat ini belum ada pertemuan lagi. Kami menunggu iktikad baik dari Bank Mega Syariah,” tutur Riduan.