Indovoices.com –Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan Indonesia telah melakukan vaksinasi Covid-19 sekitar 12 sampai 13 juta dosis sehingga berhasil masuk dalam 10 besar negara yang melakukan vaksinasi Covid-19 terbanyak di dunia.
“Sampai hari ini kita sudah lebih dari 12 juta bahkan mungkin 13 juta (dosis vaksin) dan Indonesia termasuk the top ten countries yang sudah vaksin sangat banyak,” kata Sri Mulyani dilansir dari Antara, Sabtu (9/4/2021).
Sri Mulyani menuturkan program vaksinasi Covid-19 merupakan salah satu game changer pemerintah dalam memulihkan ekonomi nasional karena mampu memberikan rasa percaya kepada masyarakat untuk kembali melakukan aktivitas.
Meski demikian, ia mengatakan program vaksinasi tidak luput dari dinamika yang tidak bisa diprediksi seperti keterlambatan kedatangan vaksin AstraZeneca.
“Tadinya kita sudah ada empat vaksin brand tapi satu kemudian AstraZeneca mengalami sedikit keterlambatan. Itu terus mengalami dinamika yang tidak pernah bisa diprediksi secara persis,” kata dia.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani menyebutkan pemerintah akan mendorong upaya lain untuk melengkapi akselerasi di tengah dinamika mengenai vaksin Covid-19 tersebut.
Ia menjelaskan pemerintah akan terus melakukan reformasi struktural untuk mendukung dunia usaha dari dampak pandemi sehingga pemulihan baik dari sisi permintaan maupun pasokan mampu terakselerasi.
Beberapa reformasi struktural yang dilakukan pemerintah adalah adanya UU Nomor 2 Tahun 2020 yang membuat APBN bersifat fleksibel sehingga pemerintah dapat menganggarkan belanja hingga Rp 2.750 triliun untuk tahun ini yang Rp 699,43 triliun di antaranya difokuskan bagi program PEN.
Program PEN itu fokus pada lima bidang meliputi perlindungan sosial Rp 157,41 triliun, kesehatan Rp 176,3 triliun, insentif usaha Rp 58,46 triliun, dukungan UMKM dan korporasi Rp 184,83 triliun serta program prioritas sebesar Rp 122,44 triliun.
Tak hanya itu, reformasi struktural turut dilakukan melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang saat ini kementerian/lembaga diwajibkan menerapkannya melalui suatu aksi yakni salah satunya dengan pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI).
“Kita harus menjaga agar bisnis tetap bertahan sehingga kita melakukan reformasi di bidang struktural. Ini yang difokuskan pemerintah sehingga kita bersama-sama dari sisi demand, supply,permintaan dan penawaran,” jelas dia.
Dia juga memastikan pemerintah terus mendorong berbagai kebijakan yang mendukung pemulihan Indonesia dalam rangka menangkal potensi risiko kontraksi ekonomi lebih dalam di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19.
Langkah itu dilakukan setelah Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,8 persen menjadi 4,3 persen untuk tahun ini.
“IMF merevisi ke bawah. Buat kita prediksi ini selalu subject to uncertainty pasti asumsinya macam-macam vaksinasi, terjadi third wave dan yang lain-lain,” kata dia.
Sri Mulyani mengatakan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh lembaga internasional seperti IMF itu dilakukan karena ada faktor yang sedang terjadi seperti mengenai vaksinasi dan gelombang ketiga Covid-19 sehingga pasti berubah-ubah.
Oleh sebab itu, ia menegaskan upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah menjaga akselerasi berbagai kebijakan pemulihan agar tidak terjadi kontraksi lebih dalam.
“Namun dari sisi policy yang bisa kita kontrol kita akan melakukan adjustment,” tegasnya.
Menurut dia, upaya pemerintah telah berhasil dalam menangkal potensi dampak pandemi lebih besar terhadap ekonomi Indonesia yaitu terbukti melalui realisasi pertumbuhan tahun lalu yang lebih baik dibanding negara lain.
Ia menyebutkan negara-negara lain pada tahun lalu mengalami kontraksi sangat dalam antara 8 sampai 9 persen bahkan double digitdengan defisit mencapai 10 persen hingga 15 persen seperti di Amerika Serikat.
Di sisi lain, tahun lalu Indonesia berhasil menahan kontraksinya agar tidak terlalu dalam yaitu minus 2,07 persen dibandingkan 2019 dan minus 2,19 persen pada kuartal IV-2020 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
“Kita bisa di minus 2 persen dengan fiskal defisit relatif lebih kecil yaitu 6 persen makanya tahun 2021 kita melakukan berbagai adjustmentsesudah cukup berhasil menahan kontraksi tidak terlalu dalam,” jelas Sri Mulyani.