Indovoices.com- Dalam bagian lain sambutannya pada Pembukaan Forum Titik Temu “Kerja Sama Multikultural untuk Persatuan dan Keadilan, di Makara Ballroom, Hotel Double Tree Hilton, Cikini, Jakarta, Selasa (18/9/2019) pagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung keberhasilan Uni Emirat Arab (UEA) meloncat menjadi negara yang sangat makmur dan maju dengan pendapatan per kapita USD 43 ribu.
“40 tahun yang lalu, Uni Emirat Arab merupakan negara yang tertinggal. Tingkat melek hurufnya rendah, tingkat pendidikannya tertutup dan tradisional,” ungkap Presiden.
Pemimpin UEA Syekh Mohammed, menurut Kepala Negara, pernah bercerita kepada dirinya di dalam mobil berdua. Menurut Perdana Menteri dan Wakil Presiden UEA itu, pada tahun 1960-an, warganya masih menggunakan unta untuk mencapai Abu Dhabi dari Dubai (ibukota UEA), sementara Indonesia sudah naik Holden dan Impala.
Tapi, Kepala Negara menjelaskan, mereka meloncat begitu sangat cepatnya, dan juga Sovereign wealth fund-nya sekarang ini mencapai USD 700 milliar, masuk dalam 3 besar dunia. Sekarang menjadi ikon kemajuan dunia dengan kota termodern dan terindah dan menjadi ajang untuk kemajuan teknologi dunia di sana.
Menurut Kepala Negara, dalam hal sumber daya alam, Indonesia jelas lebih kaya dibandingkan Uni Emirat Arab. Mereka punya minyak, kita juga punya minyak. Mereka enggak punya hutan, kita punya hutan dan kayu. Mereka enggak punya tambang, kita punya batu-bara, nikel, bauksit, emas, tembaga. Mereka tidak punya lahan subur, kita punya. Mereka tidak punya tambang mineral batubara dan lain-lainnya yang disampaikan, kita punya.
“Menurut saya salah satu kunci utamanya adalah keterbukaan dan toleransi. Dan itu saya dapatkan langsung dari beliau, Syeikh Mohammed. Apa? Keterbukaan dan toleransi,” jelas Presiden.
Selanjutnya, Kepala Negara menyampaikan, mereka berani mengundang talenta-talenta top dunia yang menjadi CEO dan tenaga ahli, yang kemudian satu per satu digantikan oleh warga asli di Uni Emirat Arab. Mengundang puluhan perguruan tinggi ternama dunia, termasuk rektor, termasuk dosen, termasuk guru-guru hebat dari negara-negara lain.
Sementara di sini, menurut Kepala Negara, baru ide, gagasa, ada 4.700 akademi, politeknik, universitas, perguruan tinggi, baru ngomong-ngomong dikit aja, gimana kalau kita pakai 3 universitas kita atau politeknik kita atau akademi kita pakai rektor asing. “Tapi belum. Baru berbicara seperti itu, sudah langsung Presiden Jokowi antek asing,” ungkap Presiden.
Kepala Negara juga mengemukakan saat dalam satu mobil dirinya menjemput kedatangannya di Bandara Soekarno Hatta, saat berkunjung ke Jakarta, beberapa waktu lalu, Syeikh Mohammed juga sangat tegas, ingin menjadikan Uni Emirat Arab sebagai ibu kota toleransi dunia.
“Berdua di dalam mobil saya tanya hal yang sangat pribadi, hal yang menjadi kunci mereka maju. Tapi ternyata, tidak mudah diterapkan di negara kita, karena hal-hal yang tadi saya sampaikan, antek-antek tadi,” ungkap Presiden.
Berikutnya, Kepala Negara menggaris bawahi visi Syeikh Mohammed yang sangat tegas, ingin menjadikan negaranya sebagai ibu kota toleransi dunia. Ibu kota toleransi dunia. Dengan kata lain, isu kemajukan bukan semata-mata isu sosial atau isu-isu politik, bukan. Tetapi penerimaan terhadap kemajemukan adalah juga menjadi isu pembangunan ekonomi.
“Tanpa adanya penerimaan terhadap kemajemukan, tanpa adanya penerimaan terhadap anggota warga dengan latar belakang yang berbeda-beda, maka masyarakat tersebut akan menjadi masyarakat yang tertutup dan tidak berkembang,” tegas Presiden.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Mendikbud Muhadjir Effendy, Mensesneg Pratikno, man Wakil Presiden Try Sutrisno, ulama Prof. Dr. Quraish Shihab, Sinta Nuriyah Wahid, dan Komariah Nurcholis Majid (istri almarhum Nurcholis Majid). (jpp)