Indovoices.com – Badan Geologi tengah melakukan kajian terkait relokasi hunian tetap bagi para korban yang terdampak fenomena gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah yang diajukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Ada empat lokasi alternatif yang tengah diusulkan, yaitu Duyu, Talise, Sidera, dan Balaroa.
“Pemerintah secara bersama-sama sudah mencari alternatif lokasi hunian tetap. Tim Badan Geologi hari ini akan mengidentifikasi dari sisi keamanannya terhadap bencana geologi. Jadi belum ditetapkan,” jelas Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Rudy Suhendar di Jakarta, Jumat (12/10).
Lokasi ini akan digunakan sebagai hunian tetap bagi para korban bencana, terutama korban likuifaksi di perumnas Balaroa dan Petobo. Pasalnya, daerah terdampak gempa dan likuifaksi secara teknis sudah tidak mungkin bisa dibangun lagi karena di dalam tanahnya sudah berisi puing-puing bangunan. “Secara kasat mata dan teknis (kegeologian) lokasi itu tidak bisa dibangun lagi,” tegas Rudy.
Nantinya, lahan bekas likuifkasi akan dijadikan memorial park oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah. “Sementara ini hanya lokasi likuifaksi aja yang dileniasi dan akan dijadikan memorial park untuk mengenang kejadian tersebut,” jelas Rudy.
Apabila lokasi gempa bumi dan likuifaksi akan dijadikan hunian lagi justru akan mengancam keselamatan lantaran struktur tanahnya sudah mengalami perubahan. “Jika suatu saat nanti runtuh dan sebagainya sudah tidak murni tanah lagi, karena di dalam tanahnya sudah terdiri ada tembok, jendela ada orang juga di bawahnya,” kata dia.
Pemerintah c.q Badan Geologi memerlukan waktu paling lama satu bulan untuk mengkaji lokasi yang aman. Setelah pemerintah sudah menemukan lokasi yang aman, kemudian tim infrasturktur sipil dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mendesain struktur bangunan yang cocok diterapkan di wilayah tersebut.
Kendati demikian, Rudy menegaskan wilayah Palu dan sekitarnya masih bisa dihuni oleh masyarakat asalkan memenuhi standar bangunan layak gempa. “Bukan berarti Palu tidak boleh dihuni lagi. Tentunya, bisa dihuni dengan persyaratan-persyaratan khusus yang harus dipenuhi,” jelas Rudy. [esdm]
Penulis: Naufal Azizi