Indovoices.com-Perekonomian Indonesia di tahun 2019 berhasil tumbuh positif di tengah perlambatan ekonomi global yang dipengaruhi oleh dinamika perang dagang dan geopolitik, penurunan harga komoditi, serta perlambatan ekonomi di banyak negara. Walaupun Indonesia menghadapi situasi eksternal tersebut, perekonomian tahun 2019 diperkirakan tetap dapat tumbuh di atas 5% karena terjaganya permintaan domestik, konsumsi pemerintah, serta investasi. Kinerja perekonomian yang terjaga serta pelaksanaan program pembangunan juga telah berhasil menurunkan tingkat pengangguran, mengurangi ketimpangan dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan di banyak negara, APBN tahun 2019 didorong ekspansif dan countercyclical untuk menjalankan peran strategis dalam menjaga stabilitas makroekonomi, mempertahankan momentum pertumbuhan perekonomian domestik, dan mendorong laju kegiatan dunia usaha, serta tetap memberikan perlindungan kepada masyarakat. Realisasi defisit APBN tahun 2019 sementara berkisar pada 2,2% dari PDB, dibandingkan dengan target awal 1,84% dari PDB. Pelebaran defisit tersebut dilakukan secara terukur dengan memperhitungkan risiko dan manfaatnya, serta kredibilitas fiskal.
“Indonesia, dengan tekanan dan global economic environment yang tidak kondusif di tahun 2019 tadi, kita tetap mampu menjaga pertumbuhan kita di atas 5%. Kalau kita lihat dari komponen memang karena domestik, di mana kita terutama untuk konsumsi, tetap bisa bertahan 3 kuartal berturut-turut tumbuh di atas 5%. Inflasi yang rendah menyebabkan daya beli masyarakat tetap terjaga. Kalau kita lihat konsumsi pemerintah juga memberikan support untuk penurunan ekonomi ini,” kata Menkeu saat Konferesi Pers di Aula Djuanda 1 Kementerian Keuangan, Jakarta.
Kinerja Perekonomian
Perekonomian Indonesia di tahun 2019 menghadapi tantangan yang cukup berat, baik dari faktor eksternal maupun internal. Dampak dari perlambatan ekonomi global dan ekonomi di banyak negara di dunia, juga berimbas pada laju investasi, kegiatan ekspor dan impor, serta aktivitas dunia usaha di dalam negeri. Untuk menyikapi tantangan tersebut, Pemerintah melakukan langkah-langkah nyata dengan menggunakan instrumen fiskal, serta kebijakan di sektor riil, yang didukung dengan relaksasi kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI). Sinergi yang kuat antara institusi kebijakan moneter dan fiskal mampu meminimalisasi dampak risiko global terhadap perekonomian nasional, sehingga stabilitas ekonomi makro di dalam negeri tetap terjaga, untuk mempertahankan momentum pertumbuhan dan pembangunan nasional di tahun 2019.
Dengan melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai triwulan III tahun 2019 yang tumbuh sebesar 5,04% (c-to-c) serta langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah dan BI, outlook perekonomian nasional dalam keseluruhan tahun 2019 diproyeksikan dapat tumbuh mencapai 5,05%. Pertumbuhan ini bersumber dari kontribusi konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang masing-masing tumbuh 5,2% dan 4,7%. Selain itu, pembentukan modal tetap bruto tumbuh moderat sebesar 4,7%, yang dipengaruhi oleh terjaganya fundamental perekonomian domestik, di tengah peningkatan risiko ketidakpastian global yang memengaruhi persepsi investor. Sementara itu, kinerja ekspor dan impor masih terbatas sejalan dengan perkembangan melemahnya perdagangan dunia dan turunnya harga komoditas utama Indonesia seperti batu bara.
Berbagai kondisi tersebut menghadapkan Pemerintah pada berbagai tantangan untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tahun 2019. Dalam kondisi yang relatif menantang tersebut, tingkat inflasi dapat dikendalikan pada tingkat sebesar 2,72%, tingkat terendah yang dicapai dalam waktu 20 tahun terakhir, sehingga turut berkontribusi pada pertumbuhan permintaan domestik. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat cenderung menguat atau mengalami apresiasi 3,9% (EoP) dibandingkan dengan yang diasumsikan dalam APBN. Hal ini seiring dengan terjaganya cadangan devisa nasional serta masuknya aliran modal asing ke dalam negeri akibat perbaikan credit rating Indonesia sebagai wujud kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Dengan terjaganya stabilitas ekonomi makro nasional serta efektivitas pelaksanaan program pembangunan Pemerintah, pada akhirnya menghasilkan perbaikan pada berbagai indikator kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran per-Agustus 2019 turun menjadi sebesar 5,28% dari posisi yang sama tahun 2018 sebesar 5,34%. Sementara itu, tingkat kemiskinan Indonesia per-Maret 2019 turun menjadi 9,41% dari sebelumnya 9,82% pada Maret 2018 dan koefisien gini membaik dari 0,389 pada Maret 2018 menjadi 0,382 pada Maret 2019. Capaian positif di tahun 2019 tersebut akan menjadi dasar untuk menopang langkah pembangunan di tahun 2020.
“Kita lihat perekonomian global yang menunjukkan kelemahan yang sangat nyata ini, maka tahun 2020 ada sedikit optimisme yaitu adanya recovery. Diharapkan 2019 adalah bottom dari pelemahan yang sifatnya across the globe ini, seluruh negara, mengalami perlemahan yang sama arahnya yaitu melemah. Kita berharap tahun 2020 akan ada sedikit pemulihan atau recovery,” jelas Menkeu.
Kinerja Pelaksanaan APBN
Realisasi sementara defisit APBN sampai dengan akhir tahun 2019 mencapai 2,2% dari PDB, dibandingkan rencana awalnya 1,84% dari PDB dalam APBN tahun 2019. Pelebaran defisit anggaran tetap terjaga dan dibutuhkan untuk mempertahankan dukungan fiskal untuk menopang laju perekonomian, pada saat menghadapi pelemahan di dalam negeri. Kebijakan pelebaran defisit APBN tahun 2020 tersebut dilakukan secara terukur sebagai bentuk countercyclical dengan mempertahankan stimulus belanja pemerintah pusat serta transfer ke daerah dan dana desa yang tetap tinggi dan efektif, walaupun dihadapkan pada perlambatan penerimaan perpajakan di dalam negeri oleh imbas ekonomi global ke dalam negeri.
Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.957,2 triliun (90,4% dari target APBN tahun 2019). Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2018, realisasi pendapatan negara tahun 2019 tersebut tumbuh 0,7%. Apabila dirinci, realisasi pendapatan negara tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.545,3 triliun (86,5% dari target APBN tahun 2019), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp405 triliun (107,1% dari target APBN tahun 2019) dan hibah sebesar Rp6,8 triliun. Capaian penerimaan perpajakan tersebut tumbuh 1,7% dari realisasi di tahun 2018 sebagai dampak perlambatan ekonomi global pada kegiatan perekonomian nasional. Selain itu, pajak sebagai instrumen fiskal juga tetap diarahkan untuk mendorong daya saing ekonomi nasional melalui pemberian insentif dan kebijakan percepatan restitusi pada dunia usaha. Di sisi lain, pertumbuhan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) masih relatif cukup baik di tahun 2019.
Realisasi PNBP mencapai Rp405 triliun atau 107,1% dari APBN 2019. Meski dipengaruhi antara lain oleh menurunnya penerimaan migas sebagai dampak harga ICP, lifting migas serta harga batu bara yang lebih rendah, namun kinerja Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan, terutama dari surplus BI, dan PNBP Kementerian/Lembaga (K/L) memberikan kontribusi yang cukup besar untuk menjaga pencapaian PNBP di tahun 2019.
Selanjutnya, realisasi belanja negara mencapai Rp2.310,2 triliun (93,9% dari target APBN tahun 2019), atau tumbuh 4,4% dari realisasinya di tahun 2018. Sejalan dengan strategi countercyclical yang diambil Pemerintah untuk mempertahankan momentum perekonomian nasional, dalam pelaksanaan belanja negara tetap dioptimalkan untuk mencapai target pembangunan nasional dalam meningkatkan kualitas SDM, penyediaan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan pengangguran, pemerataan pembangunan hingga ke seluruh pelosok nusantara. Dalam tahun 2019, Pemerintah tidak melakukan langkah pemotongan belanja negara seperti yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, agar dapat tetap memberikan stimulus fiskal yang optimal di tahun 2019 ini.
Dalam realisasi belanja negara di tahun 2019 tersebut, realisasi belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp1.498,9 triliun (91,7% dari target APBN tahun 2019), atau tumbuh 3% dari realisasinya di tahun 2018. Realisasi belanja pemerintah pusat tersebut meliputi Belanja K/L sebesar Rp876,4 triliun (102,4% dari target APBN tahun 2019). Kinerja penyerapan belanja K/L yang cukup tinggi tersebut antara lain dipengaruhi oleh adanya tambahan belanja pegawai oleh kebijakan kenaikan gaji 5% dan kenaikan tunjangan kinerja beberapa K/L, kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional, dan penambahan anggaran penanggulangan bencana. Selain itu, terdapat pelaksanaan berbagai program dan agenda strategis Pemerintah seperti Pemilihan Umum, dan kebijakan kenaikan indeks manfaat Program Keluarga Harapan untuk mendukung percepatan pengurangan kemiskinan.
Sementara itu, realisasi belanja Non K/L sebesar Rp622,6 triliun (79,9% dari target APBN tahun 2019), antara lain terdiri dari pembayaran bunga utang Rp275,5 triliun dan subsidi sebesar Rp201,8 triliun. Realisasi subsidi relatif lebih kecil dari pagu APBN tahun 2019 antara lain dipengaruhi oleh lebih rendahnya harga ICP, menguatnya nilai tukar rupiah, serta penajaman alokasi subsidi pupuk.
Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp811,3 triliun (98,1% dari target APBN tahun 2019), lebih tinggi 7,1% dari realisasi di tahun 2018. Pencapaian realisasi TKDD tersebut antara lain dipengaruhi oleh penyelesaian sebagian kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) sampai dengan tahun 2018, adanya kebijakan penyaluran DAU tambahan untuk pembayaran kenaikan iuran jaminan kesehatan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan kinerja Pemerintah Daerah dalam memenuhi persyaratan penyaluran Dana TKDD. Sepanjang tahun 2019, penyempurnaan penyaluran TKDD terus dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan optimalisasi penggunaan TKDD di daerah, antara lain melalui penambahan persyaratan penyaluran DAK Fisik berupa laporan realisasi capaian output DAK Fisik tahun sebelumnya yang sudah di-review oleh Inspektorat Daerah. Selain itu, adanya penyempurnaan proses penyusunan dan persetujuan rencana kegiatan DAK Fisik melalui pemanfaatan teknologi informasi, yang digunakan bersama oleh Pemda, K/L teknis, Bappenas, dan Kemenkeu, dan penyaluran dana desa berdasarkan kinerja dan percepatan penyaluran bagi desa yang berkinerja baik.
Berdasarkan realisasi pendapatan dan belanja negara tersebut, defisit anggaran tahun 2019 mencapai sebesar Rp353 triliun (2,2% dari PDB), yang sedikit lebih lebar dari rencana awal di APBN tahun 2019, namun tetap dalam batas yang diamanatkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara.
Untuk menutup pelebaran defisit anggaran tahun 2019, pembiayaan anggaran dilakukan peningkatan dalam batas yang terkendali serta melakukan pengendalian pengeluaran pembiayaan di tahun 2019. Peningkatan pembiayaan tersebut juga merupakan dampak dari perluasan fungsi pembiayaan yang tidak hanya semata-mata untuk menutup defisit tetapi juga digunakan sebagai instrumen investasi untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur, meningkatkan akses terhadap pembiayaan KUMKM dan kepemilikan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang layak huni, mendorong peningkatan ekspor, serta percepatan peningkatan kualitas SDM Indonesia. Untuk mendukung tujuan tersebut pada tahun 2019 realisasi pembiayaan investasi pemerintah sebesar Rp49,4 triliun (65,1% dari target APBN tahun 2019).
Dengan posisi realisasi defisit dan pembiayaan anggaran tahun 2019 tersebut, diperkirakan terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp46,4 triliun, yang setelah diaudit BPK, akan dapat dimanfaatkan untuk membiayai kebutuhan APBN pada tahun-tahun berikutnya. Melalui pengelolaan realisasi APBN tahun 2019 tersebut, Pemerintah dapat menjaga pelaksanaan APBN tahun 2019 tetap sehat dan kredibel untuk mendukung stabilitas ekonomi nasional.
(kominfo)