Pidato Presiden Jokowi saat pertemuan dengan relawan beberapa hari yang lalu, menuai kehebohan. Pasalnya kubu penentang Jokowi menganggap pidato itu adalah ungkapan yang mengarah kepada kekerasan, namun kubu Jokowi melihat apa yang diucapkan sebagai kiasan. Manakah yang benar?
Untuk membedahnya, saya mencoba mengutip pidato Jokowi yang menimbulkan kehebohan tersebut, seperti dibawah ini.
“Nanti apabila masuk ke tahap kampanye, lakukan kampanye yang simpatik, tunjukkan diri kita adalah relawan yang bersahabat dengan semua golongan, jangan membangun permusuhan. Sekali lagi, jangan membangun permusuhan, jangan membangun ujaran-ujaran kebencian. Jangan membangun fitnah-fitnah, tidak usah suka mencela. Tidak usah suka menjelekkan orang lain, tapi kalau diajak berantem juga berani.”
(relawan bersorak)
“Tapi jangan ngajak lho. Saya bilang tadi, saya bilang tadi tolong tadi, tolong digarisbawahi, jangan ngajak. Kalau diajak?”
(relawan bersorak lagi)
Untuk mengetahui lebih lanjut, saya kemudian mencari makna “berantem” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Disitu disebutkan sebagai berikut:
an·tem, ber·an·tem v cak berkelahi; bertengkar; bertinju
berkelahi/ber·ke·la·hi/ v bertengkar dengan disertai adu kata-kata atau adu tenaga:
Dari penulisan KBBI tersebut, berantem dibagi menjadi 3 bagian yaitu berkelahi, bertengkar dan bertinju.
Bertinju sudah pasti melibatkan kontak fisik. Sedangkan bertengkar tidak melibatkan kontak fisik. Untuk berkelahi, bisa melibatkan fisik (adu tenaga) atau non fisik (adu kata-kata).
Dengan demikian dapat kita simpulkan, bahwa kata berantem tidak melulu harus berarti adu fisik, karena ternyata beradu kata-kata atau beradu argumen pun sudah bisa dikatakan berantem.
Jadi merupakan hal yang aneh bila pihak oposisi memaksakan pemaknaan kata tersebut semata-mata hanya bersifat kekerasan fisik, namun mengabaikan makna non fisik.
Apalagi kalau sampai meminta Kapolri menangkap Jokowi segala, seperti yang disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (wasekjen) Partai Demokrat, Andie Arief, menurut saya sudah berlebihan.
Apa yang disampaikan oleh Jokowi, lebih merupakan sentakan moral kepada para pendukungnya agar bangkit dan melawan setiap hoax, fitnah, ujaran kebencian yang selama ini dilancarkan oleh lawan politiknya. Selama ini kita lebih banyak mencoba meluruskan opini sesat yang dilancarkan oleh pihak oposisi dan pendukungnya.
Bagi mereka tentu merupakan perkara mudah melempar berita hoax dan fitnah. Kitalah yang harus pontang-panting mencari data untuk mengcounter hal tersebut. Dan faktanya mereka sangat menikmatinya, baru kita jawab satu, mereka sudah serang dengan dua berita lainnya. Kita baru selesai jawab dua, mereka sudah menyerang lagi dengan empat berita lain. Akhirnya waktu kita hanya habis untuk mengcounter serangan mereka.
Pidato Jokowi kemarin sudah sangat jelas mengatakan saatnya kita untuk bangkit dan melawan telah tiba. Tidak hanya mengcounter berbagai berita menyesatkan yang dilancarkan pihak oposisi. Namun juga balik menyerang, bukan dengan ujaran kebencian, fitnah, celaan, tapi dengan data dan fakta.
Tidak cuma di dunia maya saja, namun terlebih lagi di dunia nyata. Kita diminta untuk bergerak, melakukan kampanye simpatik, bersahabat sampai ke akar rumput. Tidak hanya rajin kopdar sesama sukarelawan, tidak hanya rajin mengadakan pertemuan sesama pendukung. Namun harus berani terjun ke masyarakat bawah.
Pihak oposisi sendiri sudah jauh-jauh hari bergerilya mencoba mempengaruhi masjid-masjid, dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya, dari satu majelis ke majelis lain, dari satu acara ke acara lainnya mengkampanyekan tagar ganti presiden. Walaupun mengalami penolakan di berbagai daerah termasuk di Batam beberapa waktu lalu, namun mereka tidak putus asa.
Itulah yang harus kita lawan. Itulah yang dimaksud Jokowi dengan “mereka militan, kita harus lebih militan”, itulah yang dimaksud Jokowi dengan mereka jual, kita beli melalui ungkapannya, “diajak berantem juga berani.” Jangan biarkan mereka memanfaatkan masjid-masjid untuk menyebarkan kebencian, perpecahan dan pertentangan hanya untuk mencapai ambisi politik mereka bertopengkan agama.
Tunjukkan bila mereka bisa bergerak ke akar rumput, kita juga bisa terjun ke akar rumput bahkan dengan jangkauan yang lebih luas, lebih dalam, masuk hingga daerah terpencil. Jika mereka bisa bergerak kemana-mana mempromosikan tagar ganti presiden, maka kita harus tunjukkan kalau kita juga bisa mempromosikan tagar 2019 Tetap Jokowi lebih dari yang mampu mereka lakukan.
SAATNYA KITA BANGKIT!!!
#2019TetapJokowi
#Jokowi2Periode