Indovoices.com-Ancaman siber di Indonesia bukan hal baru, tapi beberapa tahun terakhir secara kuantitas meningkat cukup drastis. Pada tahun 2018 Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat terjadi 230 juta serangan siber ke Indonesia, jenis serangan terbesar yaitu berupa malware.
Hal ini diungkapkan oleh Brigjen TNI Bondan Widiawan Skom, MSi, Direktur Pengendalian Informasi, Investigasi dan Forensik Digital BSSN pada acara ketiga dari rangkaian Kemendagri Goes To Campus “Nasional Is Me” di Universitas Bina Nusantara, Tangerang, Banten.
Menurutnya ada dua hal yang dapat kita lakukan untuk menangkal ancaman siber, yaitu secara aktivitas dan teknis. Pertama, dari segi aktivitas, kita dapat lebih kritis menerima informasi, salah satunya yaitu membekali diri dengan pengetahuan keamanan yang cukup, baik melalui literasi, diskusi, atau media yang kredibel.
“Kedua, kita harus waspada, bahwa apa yang kita lakukan melalui internet dapat dilihat dari seluruh dunia. Alangkah lebih baik jika kita menggunakan fitur keamanan tambahan contohnya seperti 2-step verification,” sambung Bondan.
Rawannya serangan malware dan virus di Indonesia, diantaranya menurut Bondan akibat penggunaan software dan sistem operasi bajakan. Hal ini membuka celah keamanan bagi penyusup. “Penggunaan software atau aplikasi ilegal menambah resiko ancaman Man In The Middle Attack, dimana pihak yang berada di tegah dapat merekam percakapan pribadi kita, artinya sebelum informasi yang kita kirim sampai tujuan,” tambahnya.
Menurut Bondan, dari total traffic internet yang ada di Indonesia, 9% merupakan traffic dalam negeri, selebihnya sebanyak 91% kita berkomunikasi menggunakan jalur traffic pihak luar. “Walaupun ini sangat sering tidak disadari, contohnya sosial media dan aplikasi komunikasi seperti WhatsApp, data yang kita kirim langsung dikelola oleh server yang berada diluar Indonesia,”jelas Bondan.
Untuk itu, di era globalisasi ini Indonesia tetap harus menjaga kedaulatan. “Jika kedaulatan fisik sebuah negara adalah batas wilayah darat dan laut, maka kedauatan di dunia maya adalah bagaimana kita menjaga privasi dan data pribadi masyarakat Indonesia agar tidak dimanfaatkan oleh pihak luar yang akan merugikan kita,” ujarnya.
Acara yang dipandu oleh Olga Lydia (public figure) dan Yohana Elizabeth (pemerhati pendidikan) ini, diikuti oleh sekitar 500 mahasiswa dari berbagai jurusan di Universitas Bina Nusantara.
Kegiatan ini didukung oleh Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Ditjen Politik & PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bekerja sama dengan komunitas Nasionalisme Radikal (Nakal) dan Yayasan Bentang Merah Putih dan berlangsung 23 kampus di seputar Jabodetabek. Kemendagri Goes to Campus “Nasional Is Me” bertujuan untuk menambah wawasan kebangsaan dan memperkuat rasa cinta tanah air khususnya di kalangan generasi milenial. (kominfo)