Hari ini salah satu berita yang menarik perhatian saya adalah tentang WNI Taruna Akmil keturunan Prancis yang mendadak heboh. Heboh yang pertama adalah soal video Enzo Zenz Allie yang menjadi viral setelah diwawancarai Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dalam bahasa Prancis.
Sedangkan heboh yang kedua, tentang informasi soal sosok Enzo Zenz Ellie yang sempat beredar melalui akun Facebook atas nama Salman Faris. Dirinya mencari tahu sosok Enzo lewat akun media sosial taruna Akmil itu.
“Penasaran dengan sosok Enzo Ellie. Remaja blasteran Indonesia-Prancis yang viral karena lolos jadi anggota TNI. Iseng nyari akun FB-nya, wah ngeri-ngeri sedap juga rupanya. Anak ini bersama ibunya yang bernama Hadiati Basjuni Ellie terindikasi kuat sebagai simpatisan HTI. Pendukung khilafah dan anti pemerintah. Kalau ayahnya sendiri yang berkebangsaan Perancis, menurut informasi telah wafat. Bukan apa-apa, sekedar kewaspadaan saja. Jangan sampai TNI memelihara anak ular,” demikian tulisan unggahan Salman.
Namun perkembangan terakhir menunjukkan bila link akun fb Enzo Zenz Ellie dan ibunya yang diberikan oleh Salman, sudah tak bisa lagi diakses lagi.
Patut dipertanyakan, kalau memang tidak berafiliasi dengan organisasi terlarang, kenapa Enzo dan Ibunya sampai ketakutan begitu dan menghapus akunnya?
Sayangnya tindakan penghapusan itu sedikit terlambat, pasalnya screenshot halaman tersebut telah bertebaran terutama di grup-grup Whatsapp, saya lampirkan screenshotnya beberapa buah di bawah ini.
Saat dikonfirmasi media, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sisriadi menegaskan TNI sudah sangat selektif dalam menyaring orang-orang yang ingin masuk Akademi Militer. TNI memiliki sistem seleksi mental ideologi. Mulai dari tes tertulis, wawancara, hingga penelusuran media sosial milik calon taruna Akmil.
Apa iya? Pasalnya kalaulah sistem seleksi mental ideologi itu benar dijalankan, kok bisa ya pengungkapan dari netijien malah lebih komperhensif dan lebih jelas? Netijen yang bernama Salman tidak hanya mampu mengungkap akun FB Enzo namun termasuk akun FB Siti Hajah Tilaria yang merupakan orang tua Enzo.
Kemudian lanjut Sisriadi lagi, selama masa pendidikan tiga bulan pun seluruh taruna, akan menjalani pelatihan yang dapat membuatnya bersih dari berbagai pola pikir.
“TNI punya sistem untuk menyaring, namanya sistem seleksi dan klasifikasi. Jadi alat saringnya itu ketat sekali,” kata Sisriadi. Dari situ kemudian TNI bisa membaca jika ada potensi ekstrem yang tertanam dalam individu calon taruna.
Kalaulah benar seperti yang dikatakan oleh Sisriadi bahwa yang punya pola pikir radikal bisa dibersihkan (deradikalisasi), tentu Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu, tidak akan pernah menyebutkan bahwa ada sekitar 3% anggota TNI yang terpapar radikalisme.
Sikap lebih tegas juga ditunjukkan oleh Ryamizard Ryacudu saat ditanya tentang Enzo. Dirinya mengatakan akan memberhentikan taruna akademi militer (Akmil) blasteran Prancis bernama Enzo Zensi Ellie, jika benar terpapar radikalisme. Dia menegaskan akan mencari terlebih dahulu kabar tersebut.
“Kalau benar saya suruh berhenti, enggak ada urusan. Saya cari-cari dari Sabang sampai Merauke, sekarang di depan mata saya, enggak ada urusan,” tegas Ryamizard di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu 7 Agustus 2019.
Sebagai seorang Warga Negara Indonesia yang menjunjung tinggi Pancasila dan UUD45. Saya hanya bisa berharap bila intitusi TNI dan Menhan dapat segera mengambil tindakan mengingat begitu banyaknya jejak-jejak digital seorang Enzo yang bertebaran dan pro terhadap organisasi terlarang semacam HTI.
Bukan cuma terhadap Enzo saja namun terhadap enzo-enzo lain yang jumlahnya diperkirakan mencapai 3 persen yang sudah ada di dalam tubuh TNI, juga harus diambil tindakan. Jangan menunggu hingga mereka berkembang menjadi 30 persen, karena bila sampai demikian, mungkin sudah terlambat.