Indovoices.com –Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengkritik dua program Presiden Joko Widodo di sektor energi. Kedua program tersebut yakni gasifikasi batu bara dan biodiesel 30 persen (B30).
Menurut Ahok, program gasifikasi batu bara membuat pemerintah harus mengeluarkan anggaran lebih untuk mengkonversi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi liquefied petroleum gas (LPG).
Ia menganggap program ini jauh lebih mahal dibandingkan bila harus menekan impor. Meskipun saat ini Pertamina ikut dalam proyek gasifikasi batu bara bersama PT Bukit Asam Tbk (Persero) dengan menggandeng Air Products.
“DME sebagai substitusi LPG menarik, tetapi mungkin memerlukan subsidi karena DME lebih mahal dari LPG,” kata Ahok dalamInternational Oil and Gas Convention, Rabu, 2 Desember 2020.
Hal yang sama juga terjadi pada program B30. Penggunaan (fatty acid methyl ester/FAME) minyak kelapa sawit (CPO) sebagai campuran solar juga berpotensi membuat biaya tinggi ketika harga komoditas tersebut mengalami peningkatan.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, pemerintah perlu membuat fleksibilitas penggunaan CPO dengan mempertimbangkan pergerakan harga. Ia bilang ketika harga CPO tinggi, sebaiknya opsi ekspor lebih baik diambil daripada untuk program biodiesel.
“Jadi tak ada guna produksi very high cost FAME, biodiesel,” jelas Ahok.(msn)