Indovoices.com –Ahli epidemiologi dari Universitas North Carolina, Amerika Serikat, Juhaeri Muchtar mengaku tak sepakat jika ada pihak yang menyebut Indonesia menjadi kelinci percobaan terhadap uji klinis vaksin Covid-19 dari China.
Sebab, kata Juhaeri, pengujian vaksin dilakukan terhadap orang-orang yang sehat berbeda dengan pengujian obat yang harus diberikan kepada orang sakit.
“Saya dengar kita cuma jadi kelinci percobaan, saya enggak mau membela siapa-siapa, tapi mendudukkan persoalannya istilah itu kurang tepat, karena kalau kita menguji klinis untuk vaksin kita menguji orang sehat, sedangkan obat untuk orang sakit, jadi sudah biasa uji vaksin ini,” kata Juhaeri dalam diskusi secara daring bertajuk ‘Jakarta dan Dunia Memerah Lagi’ pada Sabtu (29/8/2020).
Juhaeri mengatakan, dalam melakukan pengujian vaksin para peneliti tentu mengacu pada protokol-protokol mulai dari segi etis, hukum, dan sains.
“Jadi enggak masalah dan sudah biasa dengan kaidah-kaidah hukum dan siantifik yang jelas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Juhaeri meminta, pemerintah tak menekan para peneliti agar dapat segera menyelesaikan tahapan uji klinis vaksin.
Sebab, tahapan-tahapan yang harus dilewati dalam membuat vaksin memakan waktu yang lama.
“Kita optimistis (vaksin Covid-19), tapi tak terburu-buru dan menekan peneliti atau ilmuwan untuk cepat-cepat, karena bisa tidak proper,” pungkasnya.
Sebelumnya, rencana uji klinis fase III vaksin virus corona di Indonesia mengundang berbagai respons warganet di media sosial Twitter.
Warganet menyebut uji klinis vaksin yang diperoleh dari perusahaan China, Sinovac, ini adalah cara untuk menjadikan penduduk Indonesia kelinci percobaan dalam penelitian pengembangan vaksin.
Adapun, Ketua Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir membantah bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan untuk vaksin Covid-19 buatan Sinovac asal China.
Menurut Erick, Sinovac saat ini tak hanya melakukan uji klinis tahap III di Indonesia saja.
“Tidak. Karena kalau kita kelinci percobaan, Sinovac sendiri uji coba enggak di Indonesia saja. Ada Brasil, Bangladesh,” ujar Erick seperti dikutip Komps.com dalam acara Rosi yang tayang di KompasTV.
Pria yang juga menjabat sebagai Menteri BUMN ini menjelaskan, Sinovac telah melakukan uji klinisi tahap I dan II. Artinya, diuji klinis tahap III sudah aman jika disuntikan ke manusia.
“Perusahaan yang kita kerjasamakan perusahaan yang sudah uji klinis III, bukan I dan II. Yang ketiga itu sudah manusia, termasuk kita juga berani kerja sama dengan UEA (Uni Emirat Arab) karena juga sudah uji klinisi III dan 45.000 relawan dan 85 suku bangsa,” kata Erick.
Selain itu, lanjut Erick, uji klinis tahap III yang dilakukan di Indonesia ini pada tahap awalnya sudah berjalan dengan baik.
Para relawan yang telah disuntikan vaksin tersebut tak ada yang menunjukkan gejala yang berbahaya.
“Kemarin Profesor Kusnadi, saya tidak mau fait accompli karena bukan ahlinya, selama sekarang sudah hampir dua minggu uji klinis tidak ada dampak-dampak yang tidak baik, semua berjalan baik,” ucap dia.
Selain itu kata Erick, tak hanya China dan UEA, ada beberapa negara yang juga berminat bekerja sama dengan Indonesia dalam pengembangan vaksin Covid-19.
“Bahkan kalau lihat sekarang ini Rusia ingin bekerja sama dengan Indonesia, karena mereka juga sudah melakukan uji klinis juga walaupun masih tertutup di negaranya, tapi kalau saya melihatnya bahwa Indonesia adalah negara terbuka kerja sama dengan siapapun,” ujarnya.(msn)