Indovoices.com-Ketika kuliah dulu, ada istilah menitip absen. Seingat aku, tidak pernah menitip absen. Dari Strata 1, strata 2 hingga kuliah di strata 3 tidak pernah menitip absen. Saya memahami menitip absen adalah pelanggaran. Sialnya, kalau orang menitip absen. Puyeng, rasanya.
Saya teringat lagi soal absen ketika sahabat saya dokter Tota Manurung dipecat karena absen. Apa beda absen kuliah dengan di pekerjaan?. Saya teringat akan istri saya yang bekerja di perusahaan asing. Di kantornya, tidak ada absen. Di kantor istri saya, yang penting tanggungjawab. Di rumah, di kedai kopi, liburan, di arisan, di mall, dimana saja bisa bekerja. Sayapun demikian. Saya bekerja di perusahaan swasta tanpa absen. Tugas saya bekerja kapan saja, yang penting tanggungjawab.
Lalu, mengapa dokter Tota dipecat karena absen?. Dokter Tota Manurung hadir sesui jadwal. Dia seorang dokter. Sesama dokter bisa dong ganti jadwal. Itu soal manajemen saja. Dokter Tota yang alumni SMA Unggulan dan dibina di Yayasan Soposurung rela mengabdi bagi banyak orang. Dia sangat energik, cerdas, kapasitasnya luar biasa. Hidupnya, sellau bicara untuk kepentingan umum.
Andaikan Bupati Darwin Siagian bukan Bupati Tobasa, apakah dokter Tota dipecat?. Lalu, mekanisme apa yang ditempuh Darwin Siagian memecat?. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Mekanisme pelanggaran disiplin adalah pemanggilan secara tertulis oleh atasan langsung, diatur pasal 23. Pasal 24 mengatakan sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin, atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga pelanggaran disiplin. Dan, Wajib ada BAP pemeriksaan. PNS yang diduga melanggar disiplin harus dibentuk tim pemeriksa.
Saya mendengar, mekanisme ini tidak dijalankan.
Jikalau kita jujur, mengapa terjadi pemecatan?. Apakah kita fokus ke absen saja?. Saya melihat, cara cara Bupati inilah pendekatan kekuasaan. Darwin Siagian tidak sadar bahwa kekuasaan memiliki limit waktu. Toh, juga dokter Tota akan mengundurkan diri jikalau resmi calon memimpin Tobasa. Budaya apa yang hendak dibangun Darwin Siagian?.
Andaikan Darwin Siagian pemimpin yang baik, sejatinya mengajak dokter Tota bicara dari hati ke hati. Bagaimana cara menyelesaikan persoalan-persoalan Tobasa.
Saya mencoba mengamati siapa dokter Tota sejak kecil. Sejak SD, SMP, SMA hingga kuliah di Fakultas Kedokteran USU. Semua orang yang mengenalnya menyebut orang baik. Mantan Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)Gabarel Sinaga menyebutkan, dokter Tota adalah salah satu kader GMKI terbaik yang kita miliki. Demikian juga tokoh muda Habornas yang juga kader GMKI Jadi Pane mengatakan hal yang sama.
Dokter Tota memang tidak tiap hari bekerja ke Habornas. Tetapi dia hadir menurut jadwal yang disepakati.
Dokter Tota teriak soal fasilitas kesehatan. Dia mencari sumber masalah. Dia teriak soal korupsi salah satu penyebabnya. Jadi, jika Darwin Siagian berniat membangun Tobasa, maka dokter Tota adalah andalannya untuk membangun Tobasa. Tidak mungkin dokter Tota teriak teriak kalau rakyat terlayani dengan baik. Dokter Tota bukan tipe orang yang haus kuasa. Dia bisa bekerja secara kreatif.
Dari pengamatan saya secara dekat, pemecatan ini adalah bukti ketidakmampuan Darwin Siagian untuk memimpin. Saya menjadi teringat akan dosen pembimbing saya ketika di IPB Bogor. Dosen itu selalu menelpon saya jika terlambat konsultasi tesis. Dosen menannyakan kendala apa dan apa yang bisa doa bantu.
Andaikan Darwin Siagian memiliki hati untuk membangun Tobasa, dia akan mengayomi bawahannya. Dan, istrinya yang ketua PKK tidak pelesiran ke Bali pakai uang negara.
Tobasa, butuh seorang dokter Tota yang terus berani menyuarakan sumber masalah. Tota meyakini, sumber masalah ada di Bupati. Bupati tidak mau dengar.
Gurgur Manurung, pengamat sosial dan lingkungan.