Indovoices.com –Pandemi Covid-19 di Indonesia telah mengakibatkan peningkatan beban kerja bagi para tenaga kesehatan. Sayangnya, hal tersebut pun tak lepas dari berbagai risiko yang bisa menimpa. Selain dari aspek perlindungan tubuh secara fisik yang rentan terpapar virus corona, masalah mental pun tak luput dialami oleh petugas medis.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Program Studi Magister Kedokteran Kerja – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengungkapkan bagaimana para petugas medis mengalami tingkat stres yang sangat tinggi sehingga berdampak pula pada kualitas hidup mereka. Ini dikenal dengan istilah burnout syndrome atau keletihan mental.
Menurut ketua tim peneliti yang sekaligus dokter okupasi Dewi Soemarko, studi menunjukkan sebanyak 83 persen tenaga kesehatan di Indonesia mengalami burnout syndrome tersebut. Ia pun cukup khawatir dengan segala efek jangka panjang yang bisa ditimbulkan dari masalah kesehatan mental tersebut.
“Beberapa efek jangka panjang yang bisa timbul akibat burnout syndrome ini termasuk depresi, kelelahan ekstrem, bahkan merasa kurang kompeten dalam menjalankan tugas. Tentunya ini bisa berdampak pada kualitas pelayanan medis terkait upaya memerangi Covid-19,” katanya dalam konferensi pers virtual.
Selain burnout syndrome, survei lain pun menunjukkan sekitar 41 persen tenaga kesehatan mengalami keletihan emosi derajat sedang dan berat, 22 persen mengalami kehilangan empati derajat sedang dan berat, serta 52 persen mengalami kurang percaya diri derajat sedang dan berat.
Dengan hasil penelitian tersebut, Dewi pun merekomendasikan bahwa selain aspek proteksi keselamatan dan kesehatan fisik, manajemen rumah sakit, fasilitas kesehatan dan pemerintah harus mulai memprioritaskan aspek intervensi kesehatan mental, seperti pendampingan dan konseling psikologis untuk tenaga kesehatan, terutama yang bertugas selama masa pandemi ini.
“Aspek lain yang juga harus dilakukan adalah menciptakan suasana aman dan nyaman bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan fungsi medis dengan menerapkan prinsip kedokteran okupasi yang komprehensif,” pungkasnya.(msn)