Indovoices.com –Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan meminta pemerintah Indonesia segera meningkatkan upaya perlindungan awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di luar negeri terutama kapal ikan berbendera Tiongkok.
Pasalnya sepanjang tahun 2020, Indonesia banyak kehilangan nyawa awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan Tiongkok.
Mereka yang meninggal mayoritas merupakan korban kerja paksa dan perdagangan orang.
Ironisnya, proses hukum kepada pelaku dan ganti rugi berupa pemenuhan hak-hak korban tidak pernah maksimal dilakukan.
Abdi mengatakan bahwa pihaknya mencatat sepanjang tahun 2020 terdapat 22 orang awak kapal perikanan Indonesia yang meninggal di kapal ikan berbendera Tiongkok.
“Terdapat 22 orang Indonesia meninggal dan 3 di antaranya hilang di tengah laut dan sampai saat ini belum ditemukan” ujar Abdi, ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (5/2/2021).
Dia mengatakan mereka yang meninggal rata-rata karena sakit, mengalami penyiksaan, kondisi kerja yang tidak layak dan keterlambatan penanganan.
“Fasilitas kesehatan di kapal Ikan Tiongkok sangat buruk sehingga jika ada awak kapal yang sakit sering kali tidak mendapat perawatan medis dan ketersediaan obat yang terbatas,” jelas Abdi.
Menurutnya, korban awak kapal perikanan asal Indonesia tersebut mayoritas bekerja di kapal ikan Tiongkok yang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan internasional atau penangkap ikan jarak jauh (distant water fishing).
“Lokus kejadian atau meninggalnya korban terjadi ketika kapal mereka sedang mencari ikan di laut Oman, Samudera Pasifik, Kepulauan Fiji, Laut Afrika, Samudera Hindia, Laut Pakistan dan Australia,” kata Abdi.
Pihaknya juga menemukan adanya praktik penyeludupan manusia yang terjadi kepada awak kapal perikanan asal Indonesia.
“Mereka yang sakit dan meninggal biasanya dipindahkan ke kapal lain karena kapal tersebut tetap melanjutkan operasi penangkapan ikan,” kata Abdi.
Lebih lanjut, pada bulan Mei 2020, seorang awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal Tiongkok dipindahkan ke kapal nelayan Pakistan karena sakit.
“Korban akhirnya meninggal di sebuah kapal kecil milik nelayan di Karachi Pakistan,” kata Abdi.
Dirinya juga mengungkapkan pada Agustus 2020, Kepolisian Daerah kepulauan Riau membongkar penyeludupan 3 jenazah awak kapal perikanan Indonesia.
“3 orang jenazah di pulangkan tanpa prosedur resmi,” kata Abdi.
Abdi juga menyampaikan bahwa pemenuhan hak-hak korban dan proses hukum terhadap pelaku yang menyebabkan korban meninggal belum maksimal diberikan.
“Beberapa dari mereka yang meninggal, gajinya masih belum dibayarkan sepenuhnya atau ditahan oleh pemberi kerja,” kata Abdi
Sementara itu peneliti DFW Indonesia, Muh Arifuddin mengatakan dengan banyaknya kasus dan korban yang berjatuhan, pemerintah Indonesia belum melakukan aksi nyata untuk memperbaiki keadaan.
“Setiap tahun pemerintahh akhirnya sibuk mengurus ratusan bahkan ribuan awak kapal perikanan yang bermasalah di luar negeri yang sebenarnya bisa di mitigasi” kata Arif.
Pihaknya menyampaikan telah banyak saran dan rekomendasi yang disampaikan kepada pemerintah untuk memperbaiki keadaan ini.
“Ego sektoral masih jadi masalah, tumpang tindih aturan dan minimnya pengawasan. Dalam kondisi ini Presiden Jokowi mesti turun tangan ikut menyelesaikan,” kata Arif.(msn)