Pada kuliah umum ini, Menteri Amran menegaskan motor penggerak revolusi pembangunan pertanian modern yang bisa menyediakan pangan secara berdaulat dan bahkan pangan untuk dunia adalah kampus. Sebab pendidikan dan teknologi saling bertautan.
“Bukan politik yang merubah peradaban tapi pengetahuan dan teknologi. Kampus menjadi motor penggerak yang melahirkan inovasi teknologi dan generasi muda pertanian milenial,” demikian tegas Amran.
Untuk memotivasi mahasiswa, Amran mengemukakan kurun waktu 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK yakni 2014 hingga 2018, kinerja pembangunan pertanian Indonesia sangat membanggakan. Capaian gemilang yang ditempuh yakni inflasi pangan turun drastis dari 10,57% menjadi 1,26%.
“Capaian pemerintah di sektor pertanian di bawah kendali Menteri alumnus Fakultas Unhas ini terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Inflasi pangan awalnya 10,57 persen menjadi 1,26 persen. Kalau inflasi naik, kemiskinan naik dan kalau inflasi turun jauh, petani yang merugi. Ini posisi ideal, ukuran pertumbuhan ekonomian Indonesia,” bebernya.
Capaian berikutnya, lanjut Amran, ekspor pangan naik 29,7% nilainya Rp 1.360 triliun dan investasi naik 110% nilainya Rp 94,2 triliun. Selain itu, kontribusi sektor pertanian meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) naik 47,2%, nilainya Rp 1.375 triliun.
“Dulu waktu serah terima, ekspor pertanian Rp 400 triliun, ini angak kumulasi, jadi ada kenaikan kurang lebih Rp 100 triliun. Kemudian ada el nino terdahsyat sepanjang sejarah, tapi alhamdulillah kami bisa lewati,” sebutnya,
Menurut Amran, capaian tersebut diraih melalui langkah atau program terobosan, sehingga tidak serta merta terjadi. Di antaranya melalui perubahan kebijakan atau perubahan sistem
melalui online single submission dan pengurusan izin dokumen ekspor yang disusun sesingkat mungkin.
“Dulu mengurus izin bisa butuh waktu 3 tahu, 1 tahun, 3 bulan. Tapi hari ini di Kementan tanpa pungli, kalau kami temukan kami langsung pecat, sekarang mengurus izin hanya butuh 3 jam dan tidak perlu ketemu. Hasilnya investasi naik dan berdampak pada inflasi turun sehingga sektor pertanian, penyumbang terbesar penurunan inflasi,” bebernya.
Lebih lanjut Amran mengungkapkan capaian pembangunan pertanian mampu juga meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP). Kenaikan ini menarik karena dicapai di tengah inflasi tertekan.
“Kenapa? Karena kita mencoba memotong rantai pasok yang cukup panjang, disparitasnya 100 sampai 300 persen, ini yang kita tekan agar petani untung, pelaku usaha untung dan konsumen pun tersenyum. Kita bagi 3 semuanya harus untung. Dulu gini rasionya atau ketimpangan tinggi, sehingga kemiskinan tinggi karena ada sekelompok orang yaitu middle man yang menguasai pangan. Ini yang kita hentikan lajunya. Hasilnya mafia pangan yang masuk penjara 409 dan 782 yang proses hukum ,” ungkap dia.
Tak hanya ini, sambung Amran, capaian sektor pertanian selama 4 tahun yang menarik yakni menurunkan kemiskinan pedesaaan dari 17,74 juta orang menjadi 15,81 juta orang. Begitu pun minat mahasiswa terhadap jurusan pertanian meningkat. Berdasarkan data Ditjen Dikti, tahun 2018 mahasiswa pertanian meningkat 64,16% dibanding 2010 sehingga ini membuktikan sektor pertanian semakin menarik.
“Mimpi saya ke depan, bertani dari bawah pohon. Kita bangun pertanian yang modern. Sekarang kami sudah ciptakan traktor roda 4 yang dikendalikan remote. Ke depan, tugas kita bersama untuk ciptakan lagi berbagai alat mesin pertanian yang cukup dikendalikan dengan remote. Geberasi muda saat ini harus bisa membuat pertanian lebih modern,” tandanya.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Prof. Baharuddin mengapresiasi semangat Menteri Amran guna membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman agar dosen dan mahasiswa memiliki semangat yang tinggi untuk terjun ke sektor pertanian. Kemudian agar terus berinovasi menghasilkan teknologi pertanian modern khususnya mampu menghadapi era industri pertanian 4.0.
“Tahun ini sudah keempat kali Menteri Amran hadir di Unhas. Kita bersyukur di tengah kesibukannya, masih meluangkan waktu untuk bertukar pikiran. Di era industri pertanian 4.0, tidak ada teknologi yang tidak bisa dikembangkan di Indonesia. Banyak inovasi teknologi yang kita hasilkan, tapi yang lebih penting itu implementasinya di lapangan sehingga bermanfaat bagi pembangunan pertanian dan petani itu sendiri,” ujar Prof. Baharuddin.