Indovoices.com – Kementerian Pertanian (Kementan) melalui program penelitian berhasil mengembangkan bahan bakar Biodisel B-100 atau 100 persen Biosolar. Biodiesel B-100 adalah satu bahan bakar yang tidak lagi menggunakan minyak berbasis fosil tapi dari yang lebih terbarukan seperti jagung, kelapa sawit atau lainnya.
“Impian Indonesia ciptakan biodisel B100 dari CPO (Crude Palm Oil -red) berhasil terwujud. Bahan bakar yang berasal dari 100 persen CPO dengan rendemennya 87 persen ini masih terus dikembangkan. Semua tidak ada campuran,” demikian ungkap Amran saat meninjau Balai Penilitian Tanaman Industri Penyegar, Badan Litbang Pertanian Kementan, tempat pembuatan B100 di Sukabumi, Kamis (21/2). “B100 ini inovasi dari Badan Litbang Pertanian. Ingat ini B100 bukan B20 atau B30,” sambungnya.
Amran menjelaskan bahan bakar B100 ini memiliki keunggulan jika diproduksi nantinya yakni lebih efisien 40 persen dibanding bahan bakar fosil. Dengan menggunakan bahan bakar fosil seperti solar, 1 liternya hanya dapat menempuh jarak 9,4 kilometer, sedangkan dengan menggunakan B-100 dimungkinkan menempuh jarak hingga 13 kilometer per liter.
Selain itu, penggunaan B100 diyakini akan lebih murah, ramah lingkungan, dan dapat mensejahterakan petani sawit, serta tentunya menghemat devisa. Karenanya, adanya B100 ini dipastikan dapat memperkuat ketahanan energi nasional. “Kita punya CPO 38 juta ton. Kita ekspor 34 juta ton. Bisa bayangkan kita bisa menghemat berapa triliun. Ini adalah energi masa depan indonesia,” terang Amran.
Ke depan, lanjut Amran, B100 ini mungkin akan diproduksi untuk digunakan masyarakat umum. Namun demikian, hal ini membutuhkan waktu dan kerja keras dan bersama semua pihak. “Kita optimalkan CPO. Produksi CPO kita 46 juta per tahun. Kita yang mensuplai dunia,” terang Amran.
Pada kunjungan ini, Peneliti Utama Bidang Ekofisiologi Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Kementerian Pertanian, Prof. Dr. Dibyo Pranowo mengatakan dari seluruh analisis, hanya satu determinan yang perlu di kaji kembali, yaitu karbon residu yang dihasilkan dari B100 CPO Sawit. Sedangkan 19 determinan lainnya sudah lolos uji.
“Sampai sekarang ini sudah memproduksi hampir 2 Ton dengan menggunakan Reaktor Biodiesel ciptaan sendiri. Produksi ini merupakan penyempurnaan parameter dengan metode Dry Oil,” jelasnya. “Dalam 1 bulan ini, percobaan telah dilakukan dengan pengaplikasian B100 CPO Sawit untuk bahan bakar kendaraan. Kendaraan yang dipergunakan adalah Hilux,” tambahnya.
Dibyo menyebutkan kendaraan Double Cabin yang sudah menempuh jarak 1.600 km menggunakan bahan bakar B100 CPO Sawit. Tidak lama lagi, setelah 2.000 km akan membongkar mesin kendaraan tersebut untuk meneliti karbon residu yang ditimbulkan. “Ada beberapa bahan Biodisel, misalkan dari kemiri sunan, nyampulung, pongamia, kelapa, kemiri sayur, termasuk dari biji karet,” sebutnya.
Saat di tanya kenapa CPO Sawit menjadi yang utama, Dibyo menjelaskan penggunaan CPO Sawit merupakan yang terbaik sampai saat ini. Pasalnya, di lihat dari skala jumlah industri sawit yang sudah siap dan juga pasokan yang melimpah.
“Teknologi B100 menjadi teknologi bahan bakar terbaru yang akan menjadi alternatif untuk Indonesia di masa depan. Pemerintah berusaha mendorong hal ini melalui Kementerian Pertanian,” pungkasnya.