Di hadapan Ikatan Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (IKA-ITS), Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan, industri kendaraan listrik bakal diprediksi menjadi salah satu bisnis yang menjanjikan di masa mendatang.
“Ada tiga business opportunities (masa depan), yaitu Energi Baru Terbarukan (EBT), online dan kendaraan listrik. Tiga ini akan menjadi bisnis masa depan di Indonesia,” kata Jonan di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Rabu (28/11).
Ketiga bisnis tersebut, imbuh Jonan, bakal berhasil bila ditunjang dengan penyediaan infrastruktur yang mapan. Melihat hal tersebut, Jonan menegaskan bahwa Pemerintah sangat mendorong kahadiran kendaraan listrik di Indonesia.
Ia pun menguraikan dasar komitmen Pemerintah dalam mengembangkan ladang bisnis tersebut di Indonesia, diantaranya:
a. Masalah Lingkungan Hidup
Sesuai dengan wujud komitmen dalam Kesepakatan Paris dalam Conference of Parties (COP) ke-21 tahun 2015 mengenai penanganan perubahan iklim dunia, Pemerintah Indonesia serius menyiapkan berbagai aksi nyata di sektor ESDM.
Salah satunya adalah mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) digantikan dengan sumber energi lain seperti batubara yang ketersediaan di dalam negerinya cukup besar.
Jonan menyadari batubara masih menyisakan permasalahan dalam lingkungan. Apalagi batubara masih punya peran besar dalam bauran pembangkit listrik nasional. Kendati begitu, Pemerintah sudah berusaha mengurangi ketergantungan akan impor BBM.
“Orang bilang, 56% pembangkit listrik kita menggunakan batubara. Betul, teknologinya makin lama makin bagus, tapi tetap polusinya ada. Namun kita pun sudah gunakan PLTU yang teknologinya makin ramah lingkungan. Tapi paling tidak ini akan mengurangi (penggunaan BBM),” ungkap Jonan.
Untuk itu, kendaraan listrik dinilai Jonan tidak akan mengancam kondisi lingkungan. “Emisi gas buang yang dihasilkan dari knalpot-knalpot mobil akan hilang,” jelas Jonan.
b. Penurunan Produksi Migas
Kendaraan listrik diharapakan Pemerintah dapat mengantisipasi menipisnya cadangan energi fosil dari tahun ke tahun. Hal ini ditengarahi oleh ketidakseimbangan antara tingkat konsumsi BBM dengan jumlah produksinya.
Sebagai gambaran, produksi minyak Indonesia sekitar 775 ribu barel per hari. Sedangkan, konsumsi BBM sekitar 1,3 juta sampai 1,4 juta barel. Setiap hari, Indonesia telah mendatangkan BBM dari luar negeri sekitar 600 ribu barel per hari. Untuk itu, Pemerintah mencari cara untuk menekan jumlah impor BBM agar tidak mengalami peningkatan.
“Kalau dibiarkan mungkin impornya bukan 600 ribu, tapi bisa satu juta barel per hari. Ini pilihan kita sebagai bangsa. Kalau mau mengurangi impor (BBM) ke depannya harus mobil listrik, karena energi primernya bisa dari dalam negeri,” tegas Jonan.
Jonan mengungkapkan upaya Pemerintah dalam menggiatkan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas saat ini baru bisa dimanfaatkan minimal 7 tahun mendatang.
“Technical cycle di migas itu kalau mulai studi seismik, 2D, 3D, eksplorasi, bangun fasilitas dan sebagainya paling cepat 7 tahun,” tandasnya.
c. Berbasis Energi Primer Lokal
Kemudahan yang didapat yang lain dalam penggunaan kendaraan listrik adalah efektif dan efisien. Untuk menghasilkan sumber listrik bisa diperoleh dari energi primer lokal, seperti biomassa, gas, panas bumi, air, hingga angin.
“Kalau mengurangi impor, ke depannya harus mobil listrik karena energi primernya pembangkitnya bisa dari dalam negeri,” kata Jonan.
Ambil contoh, kapasitas pembangkit listrik Biomassa hingga saat ini sudah mencapai 2 Giga Watt (GW). Total, pemanfaatan EBT per November 2018 telah mencapai 13% dari target pemanfaatan EBT sebesar 23% pada tahun 2023.
“Ini diambil supaya penggunanan kendaraan bermotor yang menggunakan combustion engine makin lama, makin kecil. Ini komitmen yang besar sekali,” tegas Jonan.
Penulis: Naufal Azizi